Lenggak lenggok kehidupan kita
berkalung himpitan frustasi dan segudang anca
mencuil jatah rejeki dan menjelah buana
pun terseok pula terpelanting namun tetap berkarya,
setiap dari kita menggantungkan sebuah tolok ukur arti kaya
yang harus ditebus oleh cucuran darah dan tenaga
demi sebuah prasasti hidup yang disebut bahagia
meski bahagia itu sendiri tidak ada batasan puasnya,
Saya, engkau dan dia, berbagi dunia ini
kayapun engkau jangan menjadi tinggi hati
miskinpun aku tidak akan menyesali diri
karena sang pemilik hidup tetap hakiki,
aninditanya hidup bukan ukuran kita
lebih menjadi hak prerogratif sang pencipta
dimana Ia sendiri yang menjadi nahkoda
siapakah kita berhak memerintahnya,
bagiku, dianugerahkan dapat melihat sang surya terbenam setiap hari
adalah paripurna dari sempurnanya hari ini
berlutut pada-Nya mengucap syukur dan memuji
dan dengan segala kerelaan kusebut ini berkah surgawi,
masihkah kita pantas mengutuki diriÂ
sedangkan Dia yang bertahta memberkati.
J.A.Parris  untuk kompasiana 04.09.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H