Mohon tunggu...
JAOJATUL KHASANAH
JAOJATUL KHASANAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekologi Budaya Prah-prahan Sebagai Tradisi Masyarakat Banten yang Masih di Lestarikan Hingga Saat Ini

7 Mei 2024   19:52 Diperbarui: 7 Mei 2024   20:07 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Prah-prahan menjadi salah satu tradisi masyarakat yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi yang sangat unik dan dapat menarik perhatian pendatang baru. Bukan hanya itu saja, tujuan diadakannya tradisi ini adalah untuk memperingati tahun baru islam karena dilaksanakan pada tanggal 1 Muharram dan untuk menolak penyakit atau biasanya masyarakat menyebut dengan “tolak bala”. Keantusiasan masyarakat dalam melaksanakan tradisi ini adalah bentuk dari menjaga adat-istiadat yang telah ada dari jaman nenek moyang terdahulu. 

Tradisi Prah-prahan adalah warisan dari para leluhur yang harus tetap di jaga dan di lestarikan. Munculnya tradisi ini di tengah masyarakat dapat mempererat tali silaturahmi. Tradisi ini diikuti oleh masyarakat dengan antusiasme yang luar biasa. Masyarakat akan berkumpul di satu tanah lapang dengan membawa wadah masing-masing. 

Ada yang membawa botol air, baskom, kompan, bahkan galon. Lalu diisi dengan air dan daun-daun yang ada di sekitar tanah lapang tersebut. Bentuk sakralnya adalah semua wadah tersebut dikumpulkan di satu titik lalu di bacakan do’a - do’a oleh para tokoh masyarakat setempat. Inti dari dibacakannya do’a tersebut adalah agar masyarakat dapat mengawali awal tahun hijriah dengan sehat dan dijauhkan dari penyakit serta marabahaya. 

Setelah itu, air do’a tersebut digunakan oleh masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Ada yang di pake untuk minum, mencuci muka, mencuci tangan dan kaki, bahkan ada yang dipake mandi. Masyarakat percaya bahwa air tersebut dapat mencegah penyakit karena wasilah diberi do’a tadi oleh para tokoh masyarakat. 

1. Pengertian Tradisi

Ekologi budaya adalah cabang dari ilmu ekologi yang membahas cara manusia menggunakan budaya sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya. Proses adaptasi atau penyesuaian diri manusia terhadap lingkungannya berdasarkan budaya pada masa tertentu yang ada di sekitarnya. 

Manusia adalah bagian dari lingkungan yang dapat membuat perubahan pada hal-hal di sekitarnya. Istilah ekologi budaya berkaitan dengan permasalahan mengenai perubahan yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam kamus antropologi, tradisi dan adat istiadat adalah sebuah hal yang sama, yaitu kebiasaan yang lahir dari penduduk asli pedesaan yang mencangkup dimensi religius, kebudayaan, norma-norma, dan hukum yang mengatur tentang kehidupan sosial masyarakat. 

Tradisi adalah perilaku, kegiatan, atau kebiasaan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam suatu kelompok atau masyarakat. Tradisi dapat berupa bentuk kebudayaan, keyakinan, ritual, atau acara yang penting bagi suatu kelompok tertentu. Tradisi dapat membentuk identitas dan memperkuat ikatan sosial antara individu dalam kelompok yang sama. 

Terkadang tradisi memiliki arti dan simbolis tertentu bagi kelompok tersebut. Tradisi juga dapat menjadi cara untuk mempertahankan warisan budaya dan nilai-nilai yang penting bagi suatu kelompok. Tradisi bisa berupa perayaan atau festival, upacara adat, ritual keagamaan, makanan khas, tarian dan musik tradisional, serta berbagai kegiatan lainnya. Tradisi juga bisa berbeda-beda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, bahkan di dalam satu negara atau daerah pun bisa memiliki tradisi yang beragam. 

Tradisi sering kali memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan dianggap sakral oleh masyarakat yang menjalankannya. Tradisi juga memiliki peran penting dalam memperkuat ikatan sosial antara anggota kelompok serta menjaga kestabilan sosial dan budaya. Namun, perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi sering kali membuat tradisi-tradisi ini terancam punah atau terpengaruh oleh kebudayaan modern. Oleh karena itu, upaya untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi menjadi sangat penting dalam menjaga keanekaragaman budaya dan identitas suatu kelompok.

2. Tradisi Prah-prahan

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Islam. Ini merupakan salah satu bulan yang dianggap suci dan penting bagi umat Muslim karena terdapat beberapa peristiwa luar biasa pada bulan ini seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Madinah. Pada setiap momentum hari islam, masyarakat Sunda Banten selalu mengadakan acara-acara tradisional seperti Prah-prahan. Secara filosofis, Tradisi Prah-prahan mempunyai banyak makna. Tradisi prah-prahan mempunya beberapa makna sebagai berikut :

Diadakan dipertigaan jalan menuju kampung. Tujuannya adalah untuk mendatangkan keberkahan dari berbagai pintu masuk menuju beberapa kampung. 

Menggunakan Air dan Daun. Tujuannya adalah karena mata pencaharian masyarakat petani sawah dan perkebunan. Daun melambangkan mata pencaharian masyarakat setempat, dan Air melambangkan sumber kehidupan.

Lalu menggabungkan keduanya berharap agar Allah SWT. melimpahkan rezeki kepada masyarakat melalui pertanian dan perkebunan. Pembacaan Al-Qurán dan Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Pembacaan kedua ini dimaksudkan agar mendapatkan keberkahan dari pembacaan ayat suci Al-qur’an, serta diperkuat dengan karomah keberkahan seorang ulama karismatik.

3. Sejarah Tradisi Prah-prahan 

Asal mula adanya tradisi prah-prahan ini untuk menyambut awal tahun. Dimana masyarakat berharap awal tahun menjadi awal yang baik untuk melakukan sesuatu. Dari mulai pekerjaan yang baik, rezeki yang berkah, kesehatan, hubungan yang baik dengan yang lain, serta keselamatan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tradisi ini adalah acara selamatan awal tahun. Kata Prah-prahan ini berasal dari bahasa Sunda dialek Banten. 

Dengan adanya tradisi ini, menjadi pemacu semangat masyarakat untuk mengawali hari-hari mereka di tahun yang baru. Hal ini bisa dilihat dari keikutsertaan masyarakat ketika pelaksanaan tradisi Prah-prahan itu berlangsung. Ini menjadi bagian yang positif dari melestarikan budaya bangsa Indonesia. 

4. Nilai-nilai Budaya yang Terdapat dalam Tradisi Prah-prahan 

Dalam tradisi Prah-prahan ini, terdapat nilai-nilai budaya yang dapat diterapkan oleh masyarakat. Diantaranya, nilai religius, moral, gotong royong, sikap saling menghargai satu sama lain, nilai sosial dan estetika. Kereligiusan dalam tradisi ini dapat dilihat dari cara masyarakat berdo’a bersama di satu titik kumpul dengan wadah berisi makanan seperti nasi, lauk pauk beserta air yang di campur dedaunan. 

Gotong royong ini nilai yang terlaksana ketika prosesi tradisi Prah-prahan karena masyarakat berbondong-bondong meramaikan acara pelaksanaan tradisi ini dari mulai mempersiapkan tempat, air yang akan dibacakan do’a, dan masih banyak lagi. Sikap saling menghargai satu sama lain, tidak adanya perselisihan kasta. Serta tradisi ini dapat memupuk rasa sosial dalam diri masyarakat yang bertujuan agar tercipta lingkungan sosial yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun