Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Islam. Ini merupakan salah satu bulan yang dianggap suci dan penting bagi umat Muslim karena terdapat beberapa peristiwa luar biasa pada bulan ini seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Madinah. Pada setiap momentum hari islam, masyarakat Sunda Banten selalu mengadakan acara-acara tradisional seperti Prah-prahan. Secara filosofis, Tradisi Prah-prahan mempunyai banyak makna. Tradisi prah-prahan mempunya beberapa makna sebagai berikut :
Diadakan dipertigaan jalan menuju kampung. Tujuannya adalah untuk mendatangkan keberkahan dari berbagai pintu masuk menuju beberapa kampung.Â
Menggunakan Air dan Daun. Tujuannya adalah karena mata pencaharian masyarakat petani sawah dan perkebunan. Daun melambangkan mata pencaharian masyarakat setempat, dan Air melambangkan sumber kehidupan.
Lalu menggabungkan keduanya berharap agar Allah SWT. melimpahkan rezeki kepada masyarakat melalui pertanian dan perkebunan. Pembacaan Al-Qurán dan Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Pembacaan kedua ini dimaksudkan agar mendapatkan keberkahan dari pembacaan ayat suci Al-qur’an, serta diperkuat dengan karomah keberkahan seorang ulama karismatik.
3. Sejarah Tradisi Prah-prahanÂ
Asal mula adanya tradisi prah-prahan ini untuk menyambut awal tahun. Dimana masyarakat berharap awal tahun menjadi awal yang baik untuk melakukan sesuatu. Dari mulai pekerjaan yang baik, rezeki yang berkah, kesehatan, hubungan yang baik dengan yang lain, serta keselamatan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tradisi ini adalah acara selamatan awal tahun. Kata Prah-prahan ini berasal dari bahasa Sunda dialek Banten.Â
Dengan adanya tradisi ini, menjadi pemacu semangat masyarakat untuk mengawali hari-hari mereka di tahun yang baru. Hal ini bisa dilihat dari keikutsertaan masyarakat ketika pelaksanaan tradisi Prah-prahan itu berlangsung. Ini menjadi bagian yang positif dari melestarikan budaya bangsa Indonesia.Â
4. Nilai-nilai Budaya yang Terdapat dalam Tradisi Prah-prahanÂ
Dalam tradisi Prah-prahan ini, terdapat nilai-nilai budaya yang dapat diterapkan oleh masyarakat. Diantaranya, nilai religius, moral, gotong royong, sikap saling menghargai satu sama lain, nilai sosial dan estetika. Kereligiusan dalam tradisi ini dapat dilihat dari cara masyarakat berdo’a bersama di satu titik kumpul dengan wadah berisi makanan seperti nasi, lauk pauk beserta air yang di campur dedaunan.Â
Gotong royong ini nilai yang terlaksana ketika prosesi tradisi Prah-prahan karena masyarakat berbondong-bondong meramaikan acara pelaksanaan tradisi ini dari mulai mempersiapkan tempat, air yang akan dibacakan do’a, dan masih banyak lagi. Sikap saling menghargai satu sama lain, tidak adanya perselisihan kasta. Serta tradisi ini dapat memupuk rasa sosial dalam diri masyarakat yang bertujuan agar tercipta lingkungan sosial yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H