Mohon tunggu...
Janz Marc
Janz Marc Mohon Tunggu... -

Seorang ibu yang suka membaca dan belajar dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ggggggrrrrrrrhhhhhhh

24 Januari 2014   10:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


tingkah rinai hujan tak mampu sejukkan hari
gemerisik bayu di ujung dedaunan resahkan diri
bulan limau menerpa telaga
memecah riak di permukaan
selasar panjang tak berujung
menghitam di senyap kehidupan

jemari menggapai angkasa
langkah menjejak persada
pendar-pendar cahya hilang dan pergi
malam mendera sunyi
sepi merangkak
senyap selimuti kelam
sebilah pedang menikam jantung

sunyi menggigit pagi
mentari berteriak garang tuk terkapar di gelap malam
hasratku menyepi di pagi hari
bertapa di panas terik
terlelap dalam kabut malam
berharap tidak bangun lagi di esok hari
terbang bersama malaikat bersayap satu
menyusuri batas kehidupan
menggapai surga di ujung neraka

ketika hati sudah tak mampu merasa
apa yang masih tersisa
ketika bibir tak mampu lagi bicara
apa yang masih dapat diharap
ketika rumah tak lagi menghadirkan kenyamanan
apalagi yang harus dipertahankan
biar kurobek tabir gelap nan mencekik
patahkan salib ini dan berlari
sejauh kaki dapat berpacu tanpa ada sesal
beri aku kekuatan tuk menyelesaikan rencanaMu dalam hidupku

bak pengembara yang tersesat
tak tau mana utara mana selatan
tak tau kemana biduk ini mesti diarahkan
aku sudah kelelahan menggapai fatamorgana
bilakah garis akhir kan tergapai
harus berapa banyak airmata yang tertumpah
hati yang tersayat
kelelahan ini mematikan seluruh persendian

ada sepi bergayut di sudut-sudut hati
ada hampa terpapar di bola mata
ada resah dialunan kata
bila semua ini harus dipertahankan
ajari aku menikmatinya
bila semua harus ditinggal
ajari aku caranya

rembulan merenda malam
pendar cahya menerobos hitamnya kelam
fajar terukir di kaki langit
membias titian pelangi sehabis hujan
menggantung setitik asa di ujung kehidupan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun