Mohon tunggu...
Janu Shyam Bachtiar
Janu Shyam Bachtiar Mohon Tunggu... Penulis - Keep Going Reading :)

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sosiologis Kasus Suap Azis Syamsuddin (AZ)

14 Oktober 2021   11:05 Diperbarui: 14 Oktober 2021   11:05 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini dunia telah memasuki era revolusi industri keempat (Era 4.0) dibuktikan dengan semakin banyak teknologi canggih yang bermunculan. Mulai dari mesin bertenaga listrik, telephone genggam, komputer, laptop dan teknologi lainnya. Kemunculan teknologi ini tentunya memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia. Banyak jenis pekerjaan dari berbagai profesi, sebelumnya lebih menggunakan tenaga fisik kini berubah digantikan oleh mesin yang bekerja secara otomatis. Dari segi kecerdasan buatan terus dilakukan formulasi baru yang mana hal ini seolah dapat menggantikan kecerdasan manusia itu sendiri. Ringkas kata kemajuan teknologi saat ini benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia (Dwiningrum, 2012, p.171)

Kemajuan perkembangan teknologi membawa dampak negatif pada aspek sosial budaya. Salah satunya adalah kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani (Siti Irene, 2012: 174-175 dalam Ngafifi, 2014: 42).

Kemerosotan moral masyarakat dapat terlihat pada kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah meningkatnya tindak korupsi yang dilakukan oleh para tokoh pemerintahan. Muhammad Ali (1998) menyebutkan pengertian korupsi bahwa: 1) korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; 2) Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya, dan 3) Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Pengertian lain dari korupsi juga disampaikan oleh WJS Poerwadarminta (1976) yang menyatakan korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang penerimaan uang sogok, dan sebagainya.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut; sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, mengangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Bentuk-bentuk korupsi antara lain: 1) kerugian keuangan negara; 2) suap-menyuap; 3) penggelapan dalam jabatan; 4) pemerasan; 5) perbuatan curang;  6) benturan kepentingan dalam pengadaan; 7) gratifikasi.

Salah satu bentuk korupsi yang saat ini ramai diberitakan adalah kasus suap yang dilakukan oleh Azis Syamsuddin. Azis Syamsuddin merupakan politisi dari Partai Golkar yang menjadi Wakil Ketua DPR RI periode 2019-2024 (portaljember.pikiran-rakyat.com).

Berdasarkan laporan dari tempo.co, ketua KPK Frili Bahuri membeberkan kronologi perkara suap Azis Syamsuddin (AZ) terhadap bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Firli mengatakan komunikasi Azis dan bekas penyidik KPK itu bermula pada Agustus 2020. Azis menghubungi Robin untuk mengurus kasus dugaan korupsi DAK Kabupaten Lampung Tengah yang tengah ditangani KPK. Kasus itu menyeret nama Azis dan Aliza Gunado, kolega Azis di Partai Golkar. Robin Pattuju lantas menghubungi pengacara Maskur Husain untuk ikut mengurus dan mengawal kasus tersebut. Maskur meminta Azis dan Aliza agar masing-masing dari mereka menyiapkan uang sebesar Rp 2 Miliar. Selanjutnya, Maskur diduga meminta uang muka sebesar Rp 300 juta dari Azis. Robin lantas memberitahukan nomor rekening Maskur kepada Azis. Sebagai komitmen dan tanda jadi, Azis lantas mentransfer uang sebesar Rp 200 juta dari rekening pribadinya ke rekening Maskur secara bertahap. Masih di periode yang sama, Robin datang menemui Azis untuk kembali menerima uang. Azis memberikan uang secara bertahap yakni USD 100.000, SGD 17.600, dan SGD 140.500. Mata uang asing itu kemudian ditukar oleh Robin menjadi mata uang Rupiah di tempat penukaran uang dengan menggunakan identitas lain. KPK menangkap Azis pada 24 September 2021 untuk ditahan selama 20 hari (tempo.co).

Melihat permasalahan kasus korupsi diatas, hal ini tentunya dapat kita kaitkan dengan menggunakan perspektif dari seorang ahli sosiologi yaitu Pierre Bourdieu, dimana dalam pemikirannya menjelaskan konsep (Habitus x Modal) + Ranah = Praktek. Habitus adalah pembatinan nilai-nilai sosial-budaya yang beragam dan rasa permainan yang melahirkan berbagai macam bentuk gerakan yang disesuaikan dengan permainan yang sedang dilakukan. Sedangkan modal menurut Bourdieu, adalah sekumpulan sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan, istilah ini dikaitkan dengan hubungan kekuatan dan kekuasaan dalam masyarakat itu sendiri. Kemudian Bourdiue menjelaskan Ranah/Arena dimana seseorang harus dapat memahami ranah atau medan yang mereka hadapi, baik secara individu maupun dalam cakupan kelompok mereka.

Dengan adanya perilaku "habitus/kebiasaan" yang sudah mendarah daging sehingga tindakan korupsi menjadi perilaku yang lumrah. Didukung dengan adanya sumber-sumber modal bagi pelaku korupsi, serta memahami ranah atau arena mereka secara maksimal. Dari sinilah keberhasilan pelaku baik itu individu maupun kelompok dengan mengatasdasarkan jaringan antar posisi jabatan dapat memuluskan langkah pelaku korupsi untuk melangsungkan tindakan kejinya yang tentunya dapat merugikan negara dan masyarakat pada umumnya.

Melihat fenomena korupsi di Negeri ini, tentunya dibutuhkan kontribusi dari seluruh anggota masyarakat untuk mencegah terjadinya perilaku korupsi ini. Pendidikan anti korupsi merupakan salah satu langkah yang harus terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan anti korupsi ini dapat dilakukan dimulai dari lingkungan terkecil terlebih dahulu seperti dalam keluarga, sekolah hingga di masyarakat. Orang tua hendaknya mengajari dan menanamkan kepada anak-anaknya betapa pentingnya mempunyai sikap jujur dalam diri ketika sedang melakukan hal apapun. Selain itu juga, pendidikan anti korupsi ini merupakan peran sekolah dalam mendidik anak bangsa yang lebih bermakna. Bagi pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya dapat memberikan hukuman yang setimpal dan seberat-beratnya kepada pelaku tindak korupsi ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun