Mohon tunggu...
Januarius Yoseph Nana
Januarius Yoseph Nana Mohon Tunggu... Guru - SMP Negeri Satu Atap Raymea

Menulis merupakan partikel kecil dalam melukis kenangan, membuat sejarah, membentuk karakter. Dengan menulis pula kreasi kita tidak mengenal batas. Salam satu pena ✒

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendorong Pendidikan Inklusif dengan Paradigma Asset-Based Thinking

21 November 2024   18:17 Diperbarui: 21 November 2024   18:22 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kaboompics.com (Pexels/karolina-grabowska)

Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan dalam sistem pendidikan Indonesia yang mampu mengakomodir keberagaman dan hak yang sama dalam mendapatkan pelayan pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945

Pendidikan inklusi mampu menjamin setiap individu tanpa membedakan latar belakang, ataupun kondisi sosial ekonomi seseorang. Hal utama yang menjadi main problem dalam penerapan sistem pendidikan inklusif adalah bagaimana sistem tersebut menghargai dan memberdayakan segala macam bentuk perbedaan dalam mencapai fokus pendidikan itu sendiri. 

Apa itu Berpikir Berbasis Aset?

Asset-Based Thinking (Berpikir Berbasis Aset/Kekuatan)  pendekatan yang memprioritaskan pengenalan dan pemanfaatan kekuatan, potensi, dan sumber daya yang dimiliki, dibandingkan dengan fokus pada kekurangan. Dalam konteks pendidikan Indonesia, pendekatan ini relevan untuk menghadapi tantangan seperti disparitas kualitas pendidikan, keterbatasan sumber daya, dan kebutuhan akan pembelajaran yang inklusif. Dengan berpikir berbasis aset diyakini merupakan strategi yang mumpuni dalam keberlangsungan pendidikan yang inklusif.

Berpikir berbasis aset didasari pada tujuh modal utama yang harus dapat dipetakan dalam mindset-nya kita baik secara teoritis maupun logika. Berikut merupakan pemetaan tujuh komponen utama yang ada pada Asset-Based Thinking.

1. Modal Individu (Individual Assets)

Fokus pada kekuatan, bakat, keterampilan, dan potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Dalam konteks sekolah, ini mencakup:

  • Kemampuan akademik siswa.
  • Keterampilan sosial atau interpersonal.
  • Bakat unik, seperti seni, olahraga, atau kemampuan kepemimpinan.

2. Modal Sosial (Social Assets)

Mengacu pada hubungan dan jaringan yang ada di komunitas, termasuk kolaborasi antarindividu. Modal sosial mencakup:

  • Dukungan dari keluarga, teman, dan guru.
  • Hubungan antara sekolah dan komunitas lokal.
  • Keberadaan kelompok pendukung atau organisasi sosial.

3. Modal Fisik (Physical Assets)

Mengidentifikasi sumber daya fisik yang tersedia untuk mendukung keberhasilan. Dalam konteks sekolah atau komunitas, ini mencakup:

  • Bangunan sekolah, ruang kelas, dan fasilitas olahraga.
  • Perpustakaan, laboratorium, atau akses teknologi seperti komputer dan internet.

4. Modal Budaya (Cultural Assets)

Menghargai nilai, tradisi, dan kebiasaan lokal yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran atau pengembangan komunitas. Modal kultural meliputi:

  • Bahasa lokal dan warisan budaya.
  • Kearifan lokal yang mendukung pembelajaran.
  • Tradisi dan seni daerah.

5. Modal Finansial (Financial Assets)

Memanfaatkan sumber daya ekonomi yang tersedia di sekolah atau komunitas untuk menciptakan peluang. Ini bisa mencakup:

  • Pendanaan sekolah dari pemerintah atau swasta.
  • Kegiatan kewirausahaan siswa atau komunitas.
  • Bantuan material dari pihak luar.

6. Modal Lingkungan (Environmental Assets)

Sumber daya yang berasal dari lingkungan fisik atau alam di sekitar komunitas. Ini meliputi:

  • Akses ke taman, hutan, sungai, atau laut.
  • Penggunaan lingkungan sebagai sarana pembelajaran.
  • Potensi lingkungan untuk mendukung keberlanjutan.

7. Modal Politik (Political Assets)

Ini mencakup jaringan relasi, kepercayaan, norma sosial, dan modal sosial lainnya yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan publik atau mencapai tujuan politik.

Hubungan Pendidikan Inklusif dengan Asset-Based Thinking


1.Pengakuan terhadap Keberagaman sebagai Aset
-Pendidikan inklusif melihat perbedaan sebagai peluang untuk menciptakan pembelajaran yang kaya.
-ABT mendukung hal ini dengan fokus pada kemampuan unik setiap individu dan bagaimana mereka dapat berkontribusi.
2.Fokus pada Kekuatan, Bukan Kekurangan
-Pendekatan tradisional sering kali menyoroti kekurangan peserta didik dengan kebutuhan khusus.
-ABT mengubah paradigma ini dengan mencari potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung pembelajaran.
3.Menciptakan Lingkungan Kolaboratif
-Pendidikan inklusif membutuhkan kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan komunitas.
-ABT memanfaatkan modal sosial, seperti hubungan yang positif antara semua pemangku kepentingan, untuk memperkuat praktik inklusif.

Penerapan Asset-Based Thinking dalam Pendidikan Inklusif

  1. Mengidentifikasi Aset Peserta Didik
    • Aset Individu: Setiap siswa memiliki potensi, seperti kemampuan komunikasi, kreativitas, atau keterampilan sosial.
    • Contoh: Seorang siswa dengan disleksia mungkin memiliki kecerdasan visual-spasial yang kuat, yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran berbasis gambar atau proyek seni.
  2. Meningkatkan Dukungan Komunitas
    • Sekolah dapat bekerja sama dengan komunitas untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.
    • Contoh: Melibatkan orang tua siswa dengan kebutuhan khusus dalam kegiatan sekolah untuk memberikan perspektif dan dukungan tambahan.
  3. Memanfaatkan Modal Lingkungan
    • Sumber daya lokal, seperti taman atau pusat komunitas, dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran siswa dengan kebutuhan khusus.
    • Contoh: Kegiatan belajar di luar ruangan yang memungkinkan siswa dengan autisme merasa lebih nyaman.
  4. Pengembangan Guru sebagai Fasilitator Inklusif
    • Guru dilatih untuk mengenali aset siswa dan menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan.
    • Contoh: Menggunakan pendekatan differentiated instruction untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam satu kelas yang heterogen.
  5. Pendekatan Proyek Berbasis Komunitas
    • Siswa bekerja dalam kelompok heterogen untuk memanfaatkan kekuatan masing-masing dalam mencapai tujuan proyek.
    • Contoh: Proyek membuat taman sekolah, di mana siswa dengan berbagai kemampuan dapat berkontribusi sesuai potensinya.

Manfaat Pendekatan ABT dalam Pendidikan Inklusif

  1. Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa
    Dengan mengenali kekuatan mereka, siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk belajar.
  2. Menciptakan Budaya Sekolah yang Positif
    Semua individu dipandang sebagai kontributor, sehingga membangun lingkungan yang suportif dan inklusif.
  3. Memperkuat Kolaborasi Antara Pemangku Kepentingan
    ABT mendorong kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan komunitas untuk mendukung keberhasilan pendidikan inklusif.
  4. Menjadikan Pendidikan Lebih Kontekstual dan Relevan
    Pendekatan ini memungkinkan siswa belajar melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka.
  5. Mendukung Keberlanjutan Pendidikan, dengan adanya fokus pada aset yang sudah ada, sekolah dapat mengembangkan program inklusif tanpa memerlukan sumber daya yang besar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cara pandang berbasis aset memberikan perspektif yang lebih positif dan memberdayakan dalam mengelola pendidikan di lingkungan sekolah. Dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki individu dan komunitas, sekolah dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendekatan ini juga selaras dengan teori psikologi positif, konstruktivisme sosial, dan pengembangan komunitas berbasis aset, yang menekankan pentingnya kolaborasi dan pemberdayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun