Mohon tunggu...
januario gonzaga
januario gonzaga Mohon Tunggu... -

MAHASISWA FAKULTAS FILSAFAT AGAMA UNWIRA KUPANG. ANGGOTA KOMUNITAS SASTRA FILOKALI ST. MIKHAEL PENFUI KUPANG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Berkerudung

3 Februari 2012   02:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:07 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

oleh: JANUARIO GONZAGA

Bulan jatuh di ujung rambutmu. Cahayanya, udara dan sebentuk zat padat berpendar-pendar mencari jeruji yang terbuat, mungkin, dari bintang. Jeruji itu milik kata-kata yang baru habis dilahirkan melalui kertas dan pena. Sehingga sisi-sisi bintang itu adalah labirin yang menggeser perlahan kerudung perempuan-perempuan tak bernama. Kepala mereka basah oleh rumus-rumus cinta yang dikalibagikan antara persahabatan, gelora dan masa tua. Hasil sementara pada papan score yang tertancap di hati hanya sebuah ragu yang berbuah-buah, merona warnanya, berjuntai dan dipetikcuri oleh pria-pria berjubah.Aku lalu menulis tentang perempuan berkerudung, kalimat.

yang dengan melihat mutiara di tengah mata, lahirlah peribahasa, bijak

orang-orang melempar dengan tangan bayangannya sendiri pada senja yang sebentar-sebentar muram, sepi mengerat

dan aku memilih satu, perempuan berkerudung

dengan takut yang ibarat ranting patah

tumbuh lagu melalui sisa-sisa embun

gerimis masih milik tangan-tangan tak kelihatan

requiem datang sebelum mereka berkabung. perempuan-perempuan

aku memilih satu dari neraka, perempuan berkerudung

yang ketinggalan kereta pada giliran pertama menuju surga

di saku jubah untuk setumpuk rahasia kupendamkan dirinya dengan tipumuslihat, sebuah pagi kusimpan untuk anak-anak yang masih takut cahaya

masa lalu menrekam semua kata-kata yang diucapkan dengan seribusatu alasan

sebab anak-anak dan masa lalu serupa, mengamit satu per satu jarak kepada hampa

titik yang disampai berulang, ulang lagi sebuah titik, hampa

dan aku merenggut dari hampa, hanya perempuan berkerudung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun