Sembilan puluh satu tahun yang lalu, seorang pemuda berkacamata membacakan pidato dalam pelantikannya sebagai ketua di sebuah organisasi pelajar, yakni Perhimpunan Indonesia. Pidato Bung Hatta yang diberi judul “Economische Wereldbouw en Machtstegen-stellingen” (Bangunan Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan) berisi tentang political economy, barangkali yang pernah belajar ilmu sosial akan tahu. Beliau, inisiator Perhimpunan Indonesia ini adalah seorang pembelajar, penulis 42 buku, dan seorang yang selama 11 tahun tinggal di Belanda itu tidak hanya mengkaji ilmu. Beliau juga memanfaatkan kesempatan emas itu untuk berjejaring secara internasional, yang tentu semakin meneguhkan identitasnya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Beliau bertransformasi, menjadi manusia unggul dan berdaya saing. Kecintaan beliau untuk Indonesia dari tanah rantauan itu kian tumbuh, hingga pada akhirnya beliau adalah salah satu orang yang paling berjasa dalam meraih kemerdekaan bangsa Indonesia.
Zaman tentu sudah berubah, masa telah berpindah ke era yang lebih maju. Yang dulu surat menyurat secara manual pakai surat dan perlu beberapa hari untuk sampai ke luar negeri, kini surat elektronik telah menjadi alternatif terbaik. Semua karena nilai positif perkembangan teknologi. Termasuk dalam aksesibilitas untuk melanjutkan kuliah, kini semua orang berkesempatan meraihnya. Bahkan, animo pelajar Indonesia yang melanjutkan studi ke luar negeri semakin tinggi, terutama dengan tersedianya beberapa opsi beasiswa. Dalam tulisan singkat ini, saya ingin bercerita sekilas perjalanan saya selama 8 bulan menempuh studi di Inggris. Tulisan ini tentu hanya opini pribadi, tidak dapat mewakili pengalaman orang lain yang juga sedang kuliah di luar negeri.
Seperti halnya semangat Bung Hatta kala itu, saya memutuskan untuk kuliah ke luar negeri untuk mencari ilmu. Keputusan itu telah bulat, saya melakukan persiapan sebaik mungkin. Sebelum berangkat, saya masih ingat betul nasihat orang tua “Kalau sudah selesai sekolah, pulanglah..kembalilah ke kampungmu ini.” Ya, nasihat berharga itu terus bersemayam di dada. Prinsip yang saya pegang erat-erat adalah kemanapun kaki ini melangkah, tanai airku adalah Indonesia...rumah saya tetap di Sleman. Prinsip ini sangat penting, agar selepas studi nanti, raga akan kembali ke Indonesia untuk mengabdi.
Pada awal perkuliahan, ada sebuah panggilan jiwa tentang bagaimana saya harus berkontribusi selama tinggal di luar negeri. Yang awalnya hanya ingin fokus studi dan ‘lepas’ dari peran organisasi, saya mengingat kembali semangat Bung Hatta yang jujur telah menjadi inspirasi berharga. Perjalanan dan kiprah beliau selama di Perhimpunan Indonesia telah mengetuk jiwa saya untuk berpikir lebih terbuka. Akhirnya, masyarakat Indonesia di Birmingham mempercayakan saya sebagai pelayan di PPI-MIB periode 2016/2017. Saya bersyukur, banyak teman yang akhirnya memiliki visi yang sama dengan bergabung di perhimpunan pelajar.
Selama aktif di PPI-MIB, saya merasakan adanya sebuah transformasi diri. Hal-hal esensial bagaimana menjadi bagian dari masyarakat, bagaimana melayani keinginan pelajar dan masyarakat, semua telah memberikan ruang pikiran saya agar lebih dewasa dalam bersikap dan bertindak. Saya yakin mereka yang pernah tergabung di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) akan merasakan hal yang sama. Bahwa disinilah saya temukan satu miniatur wajah Indonesia masa depan. Saya percaya bahwa setiap mereka yang studi di luar negeri akan sangat merindukan Indonesia, bangsa besar yang akan menjadi salah satu negara berpengaruh di dunia. Saya yakin setiap dari kami akan kembali ke Indonesia untuk mengabdikan diri.
Kami perlu kembali ke Indonesia
Saya merasa nyaman dan aman selama tinggal di Inggris. Terlepas dari peristiwa Brexit, Inggris tetap menjadi pilihan utama untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Apa yang baik akan saya bawa pulang ke Indonesia, termasuk ilmu dan sumber-sumber lainnya. Saya ingin Indonesia juga maju, dimulai dari kualitas manusianya. Kualitas manusia dapat ditingkatkan dengan kualitas pendidikan bagi setiap warga negaranya. Para sarjana yang lulus dari dalam ataupun luar negeri adalah pelopor-pelopor yang akan memajukan negeri ini. Kami perlu kembali ke Indonesia, bukan karena Indonesia perlu kami. Bawalah sumber-sumber ilmu yang berguna, bawalah hasil-hasil penelitian selama studi di luar negeri untuk diimplementasikan di Indonesia. Bawalah profesor-profesor yang dapat berbagi ilmu di universitas-universitas dalam negeri. Agar mereka juga dapat merasakan secercah kualitas pendidikan dari luar negeri. Bawalah sumber-sumber lainnya yang berguna untuk institusi pendidikan di Indonesia.
Saat ini dan esok, Indonesia adalah tempat terbaik untuk mengabdi, tempat baik untuk berinovasi. Apa yang menjadi potret Indonesia saat ini adalah PR kita bersama. Semoga kita dapat membantu pemerintah, berbenah agar lebih baik. Dengan kemampuan yang kita miliki, dengan kekuatan jaringan yang kita miliki selama ini, dan dengan doa serta harapan agar Indonesia akan jauh lebih baik dari hari ke hari.
Pergi untuk kembali,
Di Inggris, saya belajar hakikat memimpin untuk melayani. Disini saya juga belajar, bahwa nasionalisme akan semakin menguat ketika di negeri rantauan. Memiliki visi yang jelas, bersinergi bersama, dan dimulai dari aksi sederhana akan menjadi 3 bekal penting sebelum kembali. Mereka yang memilih untuk kembali, semoga saja akan mendapatkan tempat yang sesuai sekembalinya di Indonesia nanti. InsyaAllah :) Yuk berikan optimisme untuk republik kita. Secercah senyum, mimpi, harapan, dan dedikasi itu akan begitu berharga. "Percayalah, masih banyak orang baik yang bisa dititipkan untuk mengelola Republik ini" - Anies Baswedan -
Dibuat selepas submit tugas kuliah dengan harapan 4 bulan lagi akan lulus kuliah,hehe
Birmingham, 10 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H