Mohon tunggu...
Jantje Laimeheriwa
Jantje Laimeheriwa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jantje Laimeheriwa

Jadilah orang yang berempati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Motivasi Membakar Diriku, Catatan Masa Kecil di Yawuru Kisar

14 Maret 2021   22:08 Diperbarui: 14 Maret 2021   22:30 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Cikimm.Com

Saya dilahirkan di dusun Yawuru Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya 64 Tahun yang lalu. 

Secara geografis dusun Yawuru sangat terisolir, terbelakang, termiskin, tertutup, terparah dan tersedih.

Anda bisa membayangkan suasana hidup yang bagaimana yang berlangsung tahun tahun itu, tahun 1960 an saat saya mulai sekolah dasar, tentu suasana yang sungguh sangat menyedihkan, sungguh sangat menyulitkan, sungguh sangat susah manusia yang hidup dalam lingkungan hidup yang seperti itu.

Suasana yang serba susah dan  tertutup dari dunia luar, suasana yang serba sulit akan membuat orang pasti hidup dalam status quo, tidak akan bisa merubah hidup yang lebih baik ke masa yang akan datang. Kita sadar bahwa lingkungan sangat berpengaruh signifikan terhadap hidup seseorang, lingkungan baik pasti hidupnya jauh lebih baik.

Yawuru, Pulau Kisar yang adalah tanah tumpah darahku, tanah kelahiranku. Pada waktu itu sudah ada Sekolah Dasar di beberapa Desa Dusun dan hanya ada 1 SMP di tingkat Kecamatan, yang dapat memberikan kesempatan bagi anak anak Kisar untuk bersekolah. 

Kebetulan di  Yawuru ada Sekolah Dasar GPM Yawuru dan ketika saya capai umur Sekolah Dasar, orang tua daftarkan saya ke SD untuk mulai bersekolah. 

Dan  mulailah sekolah dan  mengikuti proses belajar mengajar dengan kondisi seperti yang sudah digambarkan, pokoknya menyesuaikan dengan keadaan , pakaian bebas rapih, tidak menggunakan alas kaki, tidak ada buku bacaan/pelajaran, tidak ada alat tulis menulis, buku tulis, pensil dan altus lainnya yang  tidak ada.

Selama 3 tahun saya dan teman teman SD gunakan Batu Tulis dan Kalam Tulis dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 SD. 

Pulang sekolah tidak ada pelajaran yang dibawa pulang ke rumah.   Karena selesai belajar satu pelajaran harus dihapus agar Kalam dan Batu Tulisnya digunakan lagi untuk pelajaran berikutnya. 

Begitulah proses belajar mengajar selama 3 tahun, sampai kelas 3, tetapi luar biasa apa yang diberikan guru tetap saya  mengerti dan ingat, tidak pernah lupa, bahkan ingat sampai sekarang. 

Tidak ada virus yang menghapus atau menghilangkan pelajaran itu di otak. Kelas 4 SD mulai menggunakan buku tulis dan pensil tetapi umumnya masih sangat kurang dan sulit.

Belajar di rumah juga tidak ada fasilitas yang mendukung untuk belajar dengan baik dan tenang. Siang hari mencari tempat yang teduh di bukit, dibawah pohon pohon hanya untuk tenang belajar.

Jika malam tiba, belajar dengan lampu buatan biji bintanggur dan biji kusambi, pelita minyak tanah tidak ada, apa lagi bicara lampu listrik, nama saja tidak tau.

Tetapi dalam situasi yang serba kekurangan dan susah tersebut   saya tetap ada dorongan kuat dalam  hati dan pikiran untuk belajar dan belajar. Tidak terbetik dalam pikiran dan hati,  belajar supaya nanti bisa menjadi polisi, tentara, pegawai dan lain lain. Tetapi yang ada dalam pikiran hanya ada kemauan keras untuk belajar dan belajar setiap hari. 

Dorongan kuat hati dan pikiran,  motivasi diri yang  kuat untuk saya harus belajar. Apalagi saya didukung dan di dorong  oleh tete saya yaitu  Tete Pahi  untuk belajar agar kehidupan saya di masa depan jauh lebih baik.

Puji Tuhan dalam situasi yang susah dan sulit tetapi saya berhasil lulus Sekolah Dasar lewat Ujian Negara. 

Setelah lulus Sekolah Dasar  SD saya lanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama SMP di tingkat Kecamatan yang jaraknya dari kampung sekitar 6 km dan tiap hari jalan kaki, tidak ada kenderaan, semua orang Kisar  jalan kaki.

Selama 3 tahun di SMP mengikuti proses belajar mengajar tetap dengan fasilitas yang kurang. Kelas 1 masih pakaian bebas, bebas pake alas kaki jika punya sendal atau sepatu, saya masih tetap kaki kosong. 

Fasilitas belajar di rumah masih sama seperti pengalaman di SD. Serba sulit, serba susah tetapi suasana hati saya pada masa itu enjoi saja, saya menikmati dengan suka cita, belajar dengan suka cita. Saya tidak tau kenapa saya tetap dalam suasana damai, suasana sukacita.

Apakah memang karena lingkungannya begitu ? ya mungkin saja demikian.

Pendek cerita setelah tamat SMP selama 3 tahun dalam perjuangan dan pergumulan dengan situasi yang serba kurang, baik di sekolah maupun di rumah tetapi satu hal yang tetap menyala adalah Api Motivasi Yang Membakar Jiwa dan Raga saya untuk belajar dan belajar.

Setelah melewati perjuangan keras di SD dan SMP di Kampung halaman dusun Yawuru Pulau Kisar dan atas perkenaan dan seizin Tuhan, saya keluar dan merantau  ke Ambon untuk melanjutkan pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi. 

Puji Tuhan dari semua proses perjuangan ini saya bisa menikmati dan menjalani hidup sebagaimana layaknya kebanyakan orang sampai sekarang.

Semua cerita dan perjuangan keras semasa SMA dan Perguruan Tinggi ada dalam memory tersendiri (jl)

Lateri, 14 Maret 2021

Jantje Laimeheriwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun