Pasal 2 ayat 1 selama ini telah mengakibatkan terjadinya kekuasaan yang sentralistis dan pada gilirannya nanti melemahkan makna kedaulatan rakyat serta menghancurkan moral serta etika bangsa pada pemimpin dan rakyatnya. Kehancuran moral dan etika bangsa akan menyebabkan terjadinya krisis kepemimpinan bangsa atau sebaliknya.
Keadaan ini bertambah parah dengan adanya amandemen pada UUD’45 yang dilakukan MPR RI pada tahun 2002. UUD’45 merupakan landasan untuk tegaknya kedaulatan rakyat. Sehingga amandemen pada UUD’45 akan menghilangkan peran dan fungsi MPR yang sekaligus berarti menghilangkan kedaulatan rakyat seperti yang tercermin dalam pasal 1 ayat 2 UUD’45 hasil amandemen. Disamping itu juga tercabutnya asas musyawarah mufakat dalam proses menentukan kepemimpinan nasional akibat pasal 6 ayat 2 UUD’45 hasil amandemen telah mengakibatkan siapapun yang menjadi pemimpin dinegeri ini akan berhadap – hadapan dengan rakyat dalam sebuah pertarungan eksistensial. Rakyat akan terus mendesak pemimpinya sehingga pemimpin kehilangan karakter. Yang dimiliki pemimpin hasil amandemen UUD’45 adalah perilaku kekuasaan bukan karakter kebangsaan. Dan inilah yang terjadi pada saat ini
Persoalan – persoalan inilah yang menjadi pokok pikiran yang harus dicari jawabannya. Konstitusi harus dikembalikan pada UUD’45 ( asli ) dengan ‘breakdown’ pada pasal 2 ayat 1 menjadi MPR adalah wakil – wakil rakyat.
Harus ada keberanian anak – anak bangsa menjadikan MPR sebagai perwakilan rakyat yang dihasilkan melalui proses musyawarah mufakat rakyat secara berjenjang mulai dari Rukun Tetangga ( RT ), Rukun Warga ( RW ) sampai tingkat kabupaten. MPR ini harus ada disetiap kabupaten diseluruh Indonesia. Dengan demikian MPR memiliki fungsi lumbung, sebuah tempat untuk rakyat bermusyawarah mufakat didalam menghitung dan mendistribusikan aset bangsa yang dimiliki, dibangun dan dikembangkan sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dapat terjamin. Sistem pola distribusi pembangunan lumbung harus ditentukan oleh nilai pengembangan lingkungan yang telah distandarkan oleh sistem tanah adat sehingga lumbung dapat menjadi upaya agar perubahan lingkungan yang terjadi tidak bertentangan dengan budaya setempat
Oleh karena itu anggota – anggota MPR ditingkat kabupaten ( lumbung ) sehari – harinya mereka harus berada dan bekerja didaerahnya masing – masing dan sedikitnya sekali dalam 5 tahun perwakilan – perwakilan MPR kabupaten ( lumbung ) ini bersidang diibukota negara untuk mengangkat dan memberhentikan presiden, membuat garis – garis besar haluan negara ( GBHN ), menetapkan Undang – Undang Dasar. Bentuk MPR seperti inilah yang semestinya harus kita perjuangkan bersama. Agar MPR benar – benar mencerminkan kedaulatan rakyat, agar sistem politik dapat menggambarkan keragaman budaya bukan ideologi, agar wakil rakyat benar – benar menjadi perwakilan rakyat bukan perwakilan partai dan tahu persoalan rakyat yang diwakilinya, agar kelak lahir pemimpin – pemimpin yang berhikmad ( berilmu ) kebijaksanaan dengan keberpihakannya pada rakyat bukan pada kekuasaan dan uang.
Tulisan ini tidak berpretensi menjadi sebuah pemikiran yang bersifat sophiscated thinking. hanya sekadar upaya seorang rakyat membentangkan peta tentang makna Pancasila, UUD’45 dan kedaulatan rakyat secara sederhana, sejauh tidak tersesat memahaminya. Bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah hidupnya, UUD’45 menjadi ideologi yang mengimplementasikan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, negara yg dilahirkan oleh ideologi menjadi alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya dan hanya bisa berdiri kokoh bila ditopang oleh kedaulatan rakyat. Karena itu berbicara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dilepaskan dari filsafat, ideologi serta kedaulatan rakyat sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Tergusurnya asas musyawarah mufakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan bentuk deformasi pada design kebangsaan kita yang pada gilirannya nanti hanya melecehkan kehormatan rakyat Indonesia yang berdaulat dan merdeka. Tulisan ini hanyalah sekedar ‘terompet’ yang mengajak anak - anak bangsa untuk berdiri tegak, kemudian mengepalkan tangan sambil berteriak ”Mari Bung Rebut Kembali……! Rebut kembali kedaulatan rakyat dari tangan partai !”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H