Setelah cerita tentang Supergirl sekarang izinkan saya untuk ceritakan tentang Superman dalam hidup saya tak lain adalah Ayah saya.Â
Ayah saya bernama Sadikun dia lahir di Pacitan pada tanggal 13 Maret 1971 yang sekarang sudah menginjak usia 51 tetapi masih sehat bugar seperti umur 30. Ayah saya hanyalah seorang tamatan SMA. Dengan tamatan SMA dia sangat hebat didalam karirnya.
Mari saya ceritakan sedikit kisah tentang Ayah Saya. Dulu ketika awal ke Jakarta ayah saya bekerja sebagai security atau satpam di sebuah tempat yang sudah sangat terkenal sekarang ya SCBD atau Sudirman Central Business District. Sedikit flashback ke beberapa hari sebelum tanggal sekarang, ketika ayah saya sedang mengantarkan saya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk cek rutin terkait penyakit saya kita melewati Jl. Jendral Sudirman Jakarta Pusat.
Ayah saya bercerita bahwa dulu ketika dia bekerja menjadi satpam di SCBD dia dulu dipercayakan oleh atasannya untuk membuka lahan SCBD dan dari hasil membantu membuka lahan tersebut Ayah saya mendapatkan bonus untuk membeli sebuah rumah yang saya dan keluarga saya tempati saat ini.
Ayah saya walaupun hanya lulusan SMA tetapi dia bisa mengerjakan semua hal yang luar biasa, mulai dari perlistrikan, permesinan, membangun rumah, membuat desain sebuah bangunan, bahkan sampai ke akuntansi yah walaupun masih gaptek dengan teknologi tetapi ayah saya masih mau belajar dengan teknologi. Ayah saya pernah bercerita bahwa ia pernah bekerja dari satpam, kuli bangunan, kontraktor, dan sekarang bekerja di sebuah perusahaan konstruksi milik BUMN di bidang keuangannya.
Kalau di urutkan semua pekerjaan yang dilakukan ayah saya itu tidak ada relevansinya sama sekali. Dia selalu berkata kepada anaknya "Nggak ada kata gak bisa, semuanya pasti bisa". Dan dia selalu menginginkan anak-anaknya jauh melampaui dia.
Hal yang membuat saya semakin kagum lagi ialah dia selalu berusaha dan tak pantang menyerah dengan masalah yang ia hadapi. Pada saat parah -- parahnya pandemi kemarin, perusahaan ayah saya memPHK sejumlah karyawannya, alhamdulillahnya ayah saya tidak di PHK tetapi ayah saya harus dipotong gajinya sekitar 50% agar perusahaan bisa membayar pesangon kepada karyawan yang di PHK.
Dan pada saat pandemi kemarin ayah saya sempat berpikiran untuk menjadi driver taksi demi bisa menutupi segala kebutuhan keluarga. Dan pada saat menghadapi berbagai masalah yang ada ayah saya selalu menutupi segala masalahnya ketika di depan keluarganya.
Sedikit cerita lagi, pada saat terjadi masalah yang cukup serius kepada saya ayah saya tidak segan -- segan untuk izin dari pekerjaannya hanya untuk menemani saya menghadapi masalah tersebut. Yang mana pekerjaan saya tau pekerjaan ayah saya juga sangat penting bagi perusahaanya.
Jika ditanya bagaimana sifat ayah ku, bisa dibilang dia sangatlah tegas dalam segala hal. Sebagai contoh, ketika makan kami dilarang untuk makan sambil memainkan handphone karena kata dia "segala sesuatu itu harus fokus".
Dan hal yang membuat saya kagum lagi ialah, dia selalu memberikan pandangan dari pengalamannya ketika anak -- anaknya sedang bimbang akan sesuatu, sebagai contoh ketika awal masuk kuliah saya sempat bimbang dengan universitas mana dan jurusan apa yang akan saya tempuh. Tetapi dia memberikan gambaran tentang bagaimana saya akan bekerja jika masuk jurusan itu, dimana saya akan bekerja, sampai tempat bekerjanya ia beri tau semua.
Dulu ketika pendaftaran kuliah, sempat terbesit dalam pikiran saya bahwa saya ingin masuk ke dalam jurusan pertanian, sedangkan ayah saya menginginkan saya untuk masuk kedalam teknik sipil. Tetapi ayah saya berkata "semua keputusan ada di tangan kamu, bapak tidak memaksakan".Â
Tapi saya gagal ketika masuk jurusan pertanian akhirnya saya mencoba untuk masuk ke uin. Awalnya saya mendaftar di salah satu uin di Jawa Tengah di jurusan Ilmu Falaq alhamdulillahnya diterima. Dan lagi ayah saya memberikan pandangannya tentang jurusan tersebut, dan dia lebih merekomendasikan untuk masuk UIN Malang ke Jurusan Perbankan Syariah, akhirnya saya putuskan untuk masuk ke UIN Malang lewat jalur mandiri.
Tetapi masalah baru muncul ketika baru pertama kali masuk UIN Malang. Yang mana uang yang disiapkan ayah saya untuk masuk UIN itu ternyata tidak cukup sehingga ia terpaksa berhutang kepada saudaranya. Kenapa saya bisa tau ? karena waktu itu saya melihat riwayat transaksinya dan di riwayat transaksi itu tertulis dengan jelas untuk keperluan saya. Dan pada saat itulah saya sadar bahwa ayah saya sudah rela untuk melakukan apa saja demi anaknya untuk bisa meraih masa depan yang lebih tinggi dibandingkan dirinya sendiri.
Hal yang membuat saya merasa sedih adalah ketika momen dimana adik ayah saya meninggal, dan baru pada saat itu saya melihat ayah saya meneteskan air matanya di depan mata saya sendiri. Dia bahkan sampai rela tidak bisa melihat saudaranya untuk terakhir kalinya dikarenakan pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan juga.Â
Barulah ketika weekend ayah saya mengajak kami semua untuk pulang kampung untuk berziarah ke makam adiknya. Dari nada bicaranya saja ketika berbicara dengan istri adiknya saya bisa merasakan bahwa dia merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Tetapi dia masih professional dengan pekerjaannya ketika dihadapkan masalah yang sangat berat.
Mungkin itu saja yang dapat saya ceritakan apa saja hal -- hal yang dapat saya teladani dari ayah saya. Satu hal yang pasti ayah saya tidak pernah putus asa dalam menghadapi segala permasalahan yang ada didepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H