Alarm ku berbunyi menunjukkan pukul 04.30 pagi. Aku bangun lebih pagi hari ini, karena ada rapat. Aku tinggal sendiri, jadi semuanya harus ku urus dan siapkan sendiri. Tak mau terlambat aku berangkat pukul 07.00.Â
Sampai di gedung ternyata masih sepi, ku perhatikan sekeliling gedung. Gedung yang luas dengan banyak kursi. Aku tidak menyangka bisa duduk di salah satu kursi ini. Rapat mulai pukul 08.30 mengkaji ulang tentang undang-undang permusikan. Terjadi berdebatan antar anggota dewan antara yang pro dan kontra.
Selesai rapat, aku melanjutkan acara ke panti jompo. Aku ingin bertemu dengan tetanggaku yang nasib tuanya harus tinggal di panti karena anaknya tak mau mengurusnya yang sakit. Selama di perjalanan ku amati keadaan sekitar. Pengamen yang meramaikan jalanan, pemulung yang mengais sampah, tukang koran berseliweran, pedagang asongan yang naik turun kendaraan umum, salah satu dari mereka mungkin dulu memilihku sehingga aku bisa duduk di kursi parlemen.
 Aku pun berhenti di kerumunan. Ternyata ada penertiban pedagang jalanan. Beberapa Satpol PP membawa barang dagangan dan  para pedagang mencoba menghalau meskipun tak berhasil juga.
Aku berusaha berbicara dengan Satpol PP supaya ada kebijakan yang saling menguntungkan. Mereka bilang hanya menjalankan tugas. Pedagang sudah diberi peringatan berkali-kali namun tetap saja tak mau pindah ke tempat yang sudah disiapkan.Â
Setelah itu aku berbincang dengan salah satu pedagang. Aku dengarkan ceritanya. Katanya lokasi baru yang ditawarkan kurang ramai. Dia pun berkeluh kesah menagih janji anggota dewan yang dulu pernah menemui pedagang di daerah itu. Meskipun bukan aku tapi aku malu sendiri karena belum bisa membantu mereka. Namun aku berjanji akan menyampaikan keluh kesah mereka pada pemerintah daerah.
Aku melanjutkan perjalananku ke panti jompo. Aku bertemu dengan pak Ngadiman tetanggaku. Ingin rasanya aku membawanya bersamaku. Namun niat itu selalu dia tolak, karena takut anaknya marah padaku.Â
Setelah mengobrol dengannya, aku bertemu dengan kepala panti. Seperti biasa aku menyisihkan gajianku untuk orang lain yang membutuhkan. Sudah menjadi nazarku jika aku terpilih menjadi anggota dewan, setiap aku gajian akan menyisihkan setengahnya untuk disumbangkan.
Esok harinya, aku menemui Mawar. Gadis pengamen yang aku temui setiap hari di lampu merah. Umurnya 8 tahun dan dia sudah tidak sekolah lagi. Hari ini aku mengajaknya ke toko baju dan perlengkapan sekolah.Â
Sebelumnya, aku sudah menemui kepala sekolah dan guru kelasnya supaya bisa sekolah lagi. Mulai sekarang, selama Mawar sekolah semua kebutuhanya aku yang menanggung. Anggaplah dia sebagai anak angkatku. Sesampainya di toko dia memilih sendiri, mulai dari baju, sepatu, tas, dan perlengkapan lainnya. Bahagia rasanya bisa melihat senyum manis Mawar.
Aku pulang begitu malam. Kendaraan yang aku tumpaki menelusuri jalanan sepi. Lampu motorku tak terlalu terang. Aku tak mau memakai fasilitas mobil yang disediakan. Menurutku naik motor lebih asik, lebih mudah bagiku melihat kondisi masyarakat di sekitar dan lebih dekat dengan mereka.Â