Ilustrasi:Â http://www.studentmagz.net/
Padat sesak melindap diantara para penyeka asap
Merogoh jengkal-jengkal naluri yang tersungkal di bebatangan, bebatuan, bahkan di perapian
Bertalang lampion ungu aku hadir tepat di batang hidungmu, menyeka rindu
Mengusap asap yang keluar dari rongga senja yang berwujud nafsu
Apa kau tahu dimana ada kamu, malam menjadi tak memanusia?
Cidera, membiru bahkan kadang membabi buta
melayangkan mata-mata yang terus menginjak garis perawan yang menitikkan darah pertama
***
Tepat di atas pemakaman para penyair jalanan
dibungkus beragam pelana yang kadang menghadirkan ketakhardikan
aku bersama bayanganmu mencumbu ari-ari senja
Teman yang selalu kau hadirkan untuk calon anak-anak kita
Apa kau bangga pernah menjadi bagian pemeran utamanya
Sesaat tertawa, gila, sampai kau pandai mendadah lidah
***
Aku berbisik pada telinga tetangga
mendesis
berdecap
mengedip
lantas menelunjuk
Apa benar dia itu ibu
dari anak-anakku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H