Mohon tunggu...
Janitra Khosyimabel Wahono
Janitra Khosyimabel Wahono Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa universitas airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Dukun Santet Banyuwangi yang Kembali Terangkat

2 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 2 Januari 2025   18:35 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyuwangi, sebuah kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Jawa, dikenal dengan keanekaragaman budaya dan tradisi masyarakatnya yang kaya. Kota dengan berbagai julukan, mulai dari Osing city, The Sunrise of Java. Namun, salah satu isu yang mengemuka di daerah ini adalah praktik dukun santet. Oleh karena itu julukan bagi Banyuwangi yang paling dikenal adalah "Kota Santet". Sebutan ini kembali menjadi perbincangan hangat baru-baru ini mengingat banyaknya praktisi supranatural yang viral di sosial media, dengan demikian kembalilah isu ini disangkutpautkan. Ketenaran film KKN Desa Penari pun ikut mengangkat isu ini sebab konspirasi tentang lokasi KKN yang dipercaya ada di Banyuwangi.

Jika dilihat bagaimana bisa nama banyuwangi dikenal sebagai kota santet adalah bermula dari tragedi pembantaian masyarakat pada Februari hingga September 1998, yang menewaskan sekitar 1.000 orang. Dari beberapa keterangan, pembunuhan tersebut dilakukan oleh dukun yang melakukan praktik ilmu hitam. Santet, yang sering dipahami sebagai bentuk sihir atau ilmu hitam, menjadi bagian dari kepercayaan tradisional masyarakat. Meskipun banyak yang menganggapnya sebagai mitos, dampak sosial dan psikologis dari praktik ini sangat nyata dan perlu perhatian serius.

Praktik dukun santet di Banyuwangi sering kali berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dukun untuk mempengaruhi kehidupan orang lain, baik secara positif maupun negatif. Dalam banyak kasus, dukun santet dianggap sebagai solusi instan untuk mengatasi masalah, mulai dari sakit fisik hingga konflik sosial. Namun, kepercayaan ini juga dapat menimbulkan ketakutan dan ketegangan dalam masyarakat. Tuduhan santet sering kali diikuti dengan stigma sosial, konflik antarwarga, dan bahkan tindakan kekerasan.

Dampak dari praktik ini tidak dapat diabaikan. Banyak individu yang merasa tertekan atau bahkan mengalami gangguan mental akibat merasa terancam oleh praktik santet. Selain itu, masyarakat yang terjebak dalam kepercayaan ini sering kali mengabaikan pengobatan medis yang sah, yang dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk menangani isu ini secara komprehensif.

Solusi untuk mengatasi isu dukun santet di Banyuwangi, diperlukan pendekatan yang melibatkan berbagai pihak, antara lain :

1. Edukasi Masyarakat

Edukasi adalah langkah pertama yang krusial dalam mengubah pola pikir masyarakat. Pemerintah, bersama dengan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat, dapat mengadakan seminar dan lokakarya untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif dari praktik dukun santet. Materi edukasi harus mencakup pemahaman tentang kesehatan mental, risiko yang terkait dengan mengandalkan dukun santet, dan alternatif solusi yang lebih positif. Kampanye melalui media sosial dan media lokal juga dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi ini.

2. Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial

Salah satu faktor pendorong masyarakat untuk mencari bantuan dukun santet adalah ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, program pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, dan akses pasar perlu digalakkan. Ketika masyarakat memiliki penghasilan yang stabil dan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, mereka cenderung lebih percaya diri dan tidak merasa perlu kembali pada praktik supranatural.

3. Pendekatan Kultural

Menghormati dan menghargai tradisi lokal dalam penyelesaian masalah bisa menjadi solusi yang efektif. Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan tokoh adat dan agama untuk menyediakan alternatif positif, seperti ritual pembersihan atau doa bersama. Dengan cara ini, masyarakat dapat merasa terhubung dengan budaya mereka tanpa terjebak dalam praktik yang merugikan. cara ini juga dapat mengurangi stigma terhadap mereka yang pernah dituduh melakukan santet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun