Mohon tunggu...
Janice Wiyanto 0805133
Janice Wiyanto 0805133 Mohon Tunggu... Penjahit - Janice

Janice

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyimpangan dari Sistem Tanam Paksa dan Dampaknya bagi Petani Pribumi

9 April 2023   22:00 Diperbarui: 9 April 2023   22:36 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak wilayah nusantara diambil alih oleh pemerintah hindia belanda pasca pendudukan inggris dibawah pimpinan gubernur jenderal Thomas Raffles. Pemerintahan hindia belanda dibawah kekuasaan Van Den Bosch, ia langsung mengeluarkan kebijakan tanam paksa atau Cultuurstelsel, yang mengutamakan sektor perkebunan untuk menjadi komoditi ekspor utama dari wilayah hindia belanda. Kebijakan ini diambil untuk memulihkan perekonomian belanda yang terpuruk akibat pendudukan perancis oleh Napoleon Bonaparte. 

Sistem tanam paksa sendiri mengharuskan para petani-petani pribumi untuk menanam jenis tanaman komoditi yang paling dicari di dunia, seperti kopi, teh, gula, jarak, nila, lada, tembakau, dan kayu manis untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Tujuan Van Den Bosch yang dijadikan Gubernur Jenderal adalah "mentransformasikan pulau Jawa menjadi eksportir besar-besaran dari produk-produk agraria, dengan keuntungan dari penjualannya terutama mengalir ke keuangan Belanda. Tujuan Van Den Bosch dengan sistem cultuurstelsel di Jawa itu adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang menjadi permintaan di pasaran dunia. 

1. Penyimpangan Sistem Tanam Paksa/CultuurStelsel

Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah. 

Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain. 

Selain itu, penyimpangan dari sistem Cultuurstelsel juga disebabkan oleh adanya Cultuur Procenten yaitu jumlah upah pejabat pengawas perkebunan akan meningkat seiring meningkatnya produksi perkebunan yang dikelolanya. Hal ini justru menimbulkan kecemburuan dikalangan pejabat karena wilayah mereka yang kurang subur, sehingga pejabat tersebut melakukan pemerasan dan paksaan kepada rakyat untuk menggunakan lebih dari 20% tanah petani, yang mana hal tersebut bertentangan dengan Staatsblad No. 2 Tahun 1834 dan justru merugikan pihak pribumi, bahkan upah untuk mereka harus dikorupsi oleh pejabat tersebut .


2. Dampak Sistem Tanam Paksa Bagi Pribumi

Banyak dampak yang disebabkan oleh sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel yang dilakukan oleh belanda bagi pribumi. 

a. Memakan Waktu

Waktu yang dibutuhkan dalam penggarapan budidaya tanaman ekspor sering mengganggu kegiatan tanam padi Akibatnya rakyat lebih fokus pada komoditi yang dipaksa untuk ditanam alih-alih untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

b. Kelaparan  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun