Mohon tunggu...
Healthy

Hemofilia Sembuh Tidak, Ya?

24 November 2017   23:14 Diperbarui: 24 November 2017   23:23 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pertama-tama, mari kita bahas dulu apa yang menjadi fokus pada tulisan kali ini, yaitu hemofilia. Adakah dari kalian yang mengalami penyakit ini? Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang umumnya dialami oleh para pria. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua. Manusia memiliki 2 kromosom, 2 kromosom X pada wanita (XX), 1 kromosom X dan 1 kromosom Y pada pria. Kromosom X inilah yang berperan dalam mengatur produksi faktor pembekuan darah. Kromosom yang mengandung gen hemofilia dilambangkan dengan Xh. Umumnya kelainan genetik ini tidak dialami oleh para wanita, mereka sebagai carrier atau pembawa sifat saja (XhX). Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa wanita juga bisa menunjukkan gejala hemofilia.

Pak Edward memiliki kelainan genetik hemofilia dengan kromosom XhY menikah dengan Bu Suzy yang memiliki kromosom normal yaitu XX. Kemudian Bu Suzy melahirkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Anak laki-laki memiliki kromosom normal XY yang artinya ia tidak mengalami kelainan genetik hemofilia.

 Sedangkan anak perempuan merupakan carrier atau pembawa sifat karena memiliki kromosom XhY. Lalu, sang anak perempuan menikah dengan pria normal berkromosom XY dan melahirkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan juga. Anak laki-lakinya akan mengalami kelainan genetik hemofilia dengan kromosom XhY. Sedangkan anak perempuannya normal dengan kromosom XX. Jadi, penyakit bawaan ini akan diturunkan kepada anak yang berlawanan jenis dengan pembawa sifat atau pengidap hemofilia.

Hemofilia dibagi menjadi 3 macam, yaitu hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C. Hemofilia A atau biasa disebut juga sebagai hemofilia klasik terjadi akibat defisiensi faktor VIII faktor pembekuan. Artinya, tubuh tidak memiliki cukup faktor VIII yang merupakan protein untuk pembekuan darah. Padahal, protein ini berperan dalam pembuatan gumpalan darah dan menghentikan pendarahan. Hemofilia jenis ini sangat mendominasi dengan presentase sebesar 80% kasus. Hemofilia B atau Christmas Diseaseadalah hemofilia yang terjadi akibat defisiensi faktor IX faktor pembekuan. 

Artinya, penderita memiliki protein darah yang rendah. Penderita hemofilia jenis B ini akan mudah berdarah karena kehilangan protein pembekuan darah dan tidak efektif memberhentikan pendarahan sehingga dapat terjadi pula pendarahan berkepanjangan. Yang terakhir adalah hemofilia C, yaitu hemofilia yang terjadi akibat defisiensi faktor XI faktor pembekuan. Artinya, penderita hemofilia ini memiliki Anteseden tromboplastin plasma dan faktor antihemofilia C yang rendah padahal keduanya memiliki peran dalam pembekuan darah (sistem intrinsik).

Hemofilia juga diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkatannya. Ringan, sedang, dan berat yang dibedakan berdasarkan jumlah faktor pembekuan yang ada di dalam tubuh. Penderita hemofilia ringan memiliki faktor pembekuan sebanyak 5-50% dengan beberapa gejala seperti pendarahan berkepanjangan hanya berlangsung saat penderita mengalami luka atau setelah melakukan tindakan medis (parca operasi). Penderita hemofilia sedang memiliki faktor pembekuan darah sebanyak 1-5% saja di dalam tubuhnya. Penderitanya akan menunjukkan beberapa gejala seperti kulit mudah memar, pendarahan di area sekitar sendi, kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku, dan pergelangan kaki (sendi). 

Penderita hemofilia berat hanya memiliki faktor pembekuan kurang dari 1% sehingga sering mengalami pendarahan secara spontan seperti gusi berdarah, mimisan atau pendarahan hidung, pendarahan sendi dan otot dan tanpa sebab yang jelas. Serta ada 1 pendarahan yang harus diwaspadai oleh penderita hemofilia berat ini. Pendarahan ini adalah pendarahan intracranial atau pendarahan di dalam tengkorak kepala (cranium). Tanda seseorang menderita pendarahan ini yaitu sakit kepala berat, muntah, leher terasa kaku, kelumpuhan di sebagian atau bahkan seluruh otot wajah dan penglihatan ganda.

Sebagian orang berkata bahwa penyakit genetik ini dapat disembuhkan dengan melakukan berbagai macam terapi gen. Terapi gen ini sendiri adalah pemberian infus protein sehingga penderita menerima infusi gen faktor pembekuan darah. Ada pula terapi gen yang dilakukan dengan penggantian gen.  

Juru Bicara Masyarakat Hemofilia menyatakan "Hasil penelitian menunjukkan bahwa melakukan terapi penggantian gen pada sel-sel sumsum tulang pasien dapat menyebabkan produksi, penyimpanan dan pelepasan faktor VIII dari trombosit langsung di lokasi pembuluh darah yang terluka untuk mencegah perdarahan yang tidak terkendali selama beberapa tahun setelah pengobatan. Ini bisa sangat meningkatkan kualitas hidup bagi hampir satu dari 10.000 orang yang terkena gangguan ini , akhirnya membantu pasien untuk menyimpan banyak uang dalam biaya medis".

Terapi gen secara umum adalah terapi untuk memperbaiki gen-gen yang rusak. Sekarang mari kita ulas lebih lanjut mengenai terapi gen untuk menyembuhkan hemofilia jenis A dan B. Setelah penulis melakukan pencarian informasi, penulis menemukan banyak macam dan pengertian dari terapi gen yang dipakai untuk menyembuhkan penderita hemofilia. Dari salah satu referensi yang penulis baca, terapi gen untuk menyembuhkan penyakit hemofilia dibagi menjadi 2, yaitu terapi hemostatik untuk pendarahan dan terapi imunologi untuk memusnahkan (eradikasi) penghambat. 

Kedua terapi ini telah diuji cobakan pada para pasien dengan menganalisis terapi hemostatik untuk pendarahan terlebih dahulu dengan rFVIIa, aPCC, FVIII, dan DDAVP. Hasilnya adalah 2.9% pasien yang mendapat rFVIIa mengaku mengalami trombosis atau proses bembekuan darah dalam pembuluh darah berlebihan sehingga mengakibatkan aliran darah terhambat atau bahkan berhenti. Studi terus berlangsung dengan menerapkan terapi imunologi pada 6 pasien, terapi hemostatik dengan rFVIIa pada 4 pasien (rFVIIa dalam dosis yang sangat rendah yaitu 20 mg), dan tanpa rFVIIa pada 3 pasien. 

Tentunya terapi ini memiliki beberapa kelemahan, terapi imunologi yang belum memiliki kepastian mengenai jaminan kesembuhan pasien yang menjalaninya, dan terapi hemostatik dengan rFVIIa yang harus sangat berhati-hati dalam memberikan dosis rFVIIa-nya karena akan mengakibatkan komplikasi trombosis apabila dosis yang diberikan melebihi dosis yang diperlukan.

Sekarang kita akan membahas terapi gen yang lain, terapi gen yang fungsinya memperbaiki kerusakan genetik dengan mengganti gen yang rusak. Namun, terapi gen yang satu ini hanya bersifat sementara atau tidak permanen sehingga perlu dilakukan secara berkala. Pemindahan gen pada terapi gen yang satu ini pun dibedakan menjadi 2, in vivo transfer untuk pemindahan gen yang dilakukan di dalam tubuh dan ex vivo transferuntuk pemindahan gen yang dilakukan di luar tubuh.

Namun, terapi ini juga memiliki kelemahan, yaitu memungkinkan terjadinya viral vectoryang bekerja seperti virus sehingga menyebabkan infeksi.

                Ada pula terapi pengganti faktor pembekuan, terapi ini memberikan faktor pembekuan pada pasiennya yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1 minggu. Hal ini bertujuan untuk menghindari kecacatan fisik terutama sendi mengingat penderita penyakit hemofilia, apalagi penderita penyakit hemofilia ditingkat berat yang sering mengalami pendarahan di area persendian. Juga agar para penderita penyakit hemofilia dapat melakukan aktivitas mereka secara normal. Terapi ini dilakukan dengan memberikan FVIII yang merupakan faktor pembekuan darah pada pasien. Terapi ini adalah terapi yang paling popular menurut penulis. Ada juga terapi gen yang memberikat infus protein pada pasiennya sebagai pengganti faktor pembekuan darah dengan pengembangan yang akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

                Terapi pengganti faktor pembekuan untuk penderita hemofilia A yaitu dengan menyuntikkan octocog alfasetiap 48 jam yang berfungsi untuk mengontrol faktor pembekuan VIII. Pelaksanaan terapi ini tentunya akan menimbulkan efek samping seperti gatal, peradangan dan perubahan warna pada kulit (ruam kulit), rasa nyeri dan kulit kemerahan pada area yang disuntik. Sedangkan penderita hemofilia B akan mendapat suntikan nonacog alfasebanyak 2 kali dalam 1 minggu. 

Suntikan ini juga menimbulkan beberapa efek samping layaknya suntikan yang diberikan pada penderita hemofilia A, diantaranya adalah mual, pembengkakan pada area yang disuntik, pusing, dan rasa tidak nyaman. Suntikan ini biasanya diberikan seumur hidup, mempertegas fakta bahwa hemofilia adalah penyakit permanen yang belum bisa disembuhkan dengan berbagai terapi sekalipun.

                Terapi-terapi yang telah penulis jelaskan diatas hanya membantu penderita hemofilia untuk mengurangi pendarahan yang dialaminya atau mengurangi debit darah yang keluar saat luka. Bahkan terapi pengganti faktor pembekuan dengan menyuntikkan octocog alfa dan nonacog alfa bisa saja tidak efektif karena obat tersebut dapat memicu pembentukan antibodi pada pasien itu sendiri. 

Menurut penulis, menjalani terapi-terapi semacam ini memiliki beberapa manfaat, tapi juga kelemahan. Namun, untuk mencegah pendarahan berkepanjangan yang mungkin hanya terjadi beberapa kali terutama penderita hemofilia ringan, pasien harus menerima suntikan selama hidupnya dengan harga yang tidak murah, menurut saya hal ini kurang bermanfaat. Tetapi, terapi-terapi tersebut bisa saja sangat brmanfaat bagi penderita hemofilia berat, atau pasien yang sering mengalami pendarahan berkepanjangan.

Perjumpaan kita tidak usai sampai disini, penulis membawa berita mengejutkan bagi penderita hemofilia B. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris memberikan harapan bagi penderita hemofilia B. "Hanya dengan satu kali suntikan, maka pasien hemofilia B tidak perlu lagi terapi lainnya", begitu katanya. Studi ini melibatkan 6 pasien yang diberikan sebuah virus yang memiliki cetak biru yang dapat memproduksi protein pembekuan darah. 

Virus ini akan menginfeksi tubuh manusia tapi tanpa menimbulkan gejala, virus ini adalah adenovirus. Adenovirus akan menginfeksi sel hati dan membawa materi gen untuk produksi faktor IX yang nantinya akan menetap dalam sel hati sehingga sel hati dapat memproduksi faktor pembekuan IX sendiri. Dari studi ini, 4 orang pasien dapat memberhentikan berbagai terapi hemofilia yang sudah mereka jalani sebelumnya. Terapi ini memang belum menjamin 100% pasien yang menjalaninya akan benar-benar lepas dari terapi hemofilia lainnya. Sebab, 2 dari 6 pasien yang juga diberikan suntikan berupa adenovirusini tidak berhasil lepas dari terapi hemofilia lainnya.

Menurut penulis, bagi penderita hemofilia baiknya menjaga tubuhnya sendiri. Hal ini akan lebih efektif daripada melakukan berbagai macam terapi yang harus dilakukan terus menerus bahkan apa juga yang menimbulkan gejala-gejala atau efek samping. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan para penderita hemofilia untuk menjaga sendiri tubuhnya :

* Menghindari mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit (contoh : aspirin, ibuprofen, dll). Baiknya jika dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter yang menangani.

* Sebisa mungkin menghindari cedera.

* Konsultasi dengan dokter mengenai jenis olahraga apa yang boleh dilakukan terutama olahraga yang menguatkan sendi.

Demikian penjelasan penulis mengenai terapi hemofilia kali ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kalian. Terima kasih :D

Referensi :

wikipedia.org

TanyaDok.com

doktersehat.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun