Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lulus dan Kerja

4 Desember 2023   13:01 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:26 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Kapan lulus?," sebuah pertanyaan yang dilontarkan baik itu dari keluarga sendiri maupun orang lain. Adakalanya pertanyaan tersebut menjadi masukan, nasehat atau mungkin ancaman. Tergantung bagaimana keteguhan hatinya pendengarnya. Karena mungkin bagi seorang mahasiswa di setiap langkah di bangku kuliah bisa jadi adalah beban kehidupan atau disisi lain anugrah kehidupan.

            Ada mahasiswa dengan niat sekedar mencari ilmu. Ada yang berniat mulia berkontribusi bagi negara. Ada yang terpaksa menjalani hari hari kuliah karena disuruh orang tua untuk dapat pekerjaann yang layak. Atau mungkin ada yang terpaksa menjalani kuliah karena ikut tren alias ikut-ikutan tanpa tau tujuan kemana setelah ia kuliah. Mungkin pilihan terakhir ini banyak yang begitu.

            Lulus, satu hal yang harus digapai bagi mahasiwa-mahasiswi di semua kampus. Sejujurnya sebuah kelulusan adalah keinginan dalam tiap sanubarinya mahasiswa semester tua bahkan mahasiswa tepat waktu yang hampir kena DO. Selain karena tak ingin jadi donatur kampus, tentunya tak ingin mengecewakan orang tua atau membuat mereka menunggu-nunggu begitu lama. Lagipula bukankah event wisuda adalah momen yang paling ditunggu orangtua untuk membangga-banggakan anaknya pada orang lain?. 

            Nyatanya fakta di lapangan semua itu bergantung pada tekad masing-masing. Perlu manajemen diri yang tepat untuk semua itu. Mulai mengatur target skripsi, mengumpulkan keberanian, banyak cari tau dan pastinya biaya. Tapi meskipun tekad sudah membara ada saja halangan dan rintangan yang menerpa mahasiswa. Entah itu dari keluarga atau dirinya sendiri. Seperti penulis alami saat semester tujuh, karena masih banyak mata kuliah yang diambil, tanggung jawab organisasi dan juga skala prioritasnya belum untuk skripsi. Hingga penulis baru bisa menyelesaikannya saat semester sembilan.

            Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai. Pernyataan itu yang sering digaungkan oleh dosen-dosen. Betul memang intinya harus selesai. Realitanya, tak semua tahapan untuk menyelesaikannya itu dapat berjalan mulus tanpa kerikil hambatan. Ada salah satu teman yang sudah mengajukan seminar proposal dari tahun kemarin. Namun karena ia terlalu berhati-hati dan juga sangat perfeksionis sehingga merasa penelitiannya perlu diulang mengakibatkan ia tertinggal dari teman-temannya yang sudah lulus duluan.

            Bahkan yang ada yang sangat berlebihan. Untuk mengajukan judul saja dia tidak berani karena menimbang banyak hal. Dia lebih perfeksionis dari orang yang sebelumnya. Dia tidak mau mengajukan proposal penelitian sebelum membuktikan sendiri kalau penelitiannya itu sudah benar tanpa kesalahan. Akibat pendiriannya itu ia rela cuti satu semester. Padahal kalau dipikir-pikir, sesusah apapun penelitian cukup jalani saja karena itulah gunanya dosen pembimbing skripsi. Penulis pun sempat mengalami masa masa dilema saat hasil penelitian yang cukup meragukan. Tapi ini hanya masalah komunikasi. Pada akhirnya penulis telah melewati badai tersebut.

            Kelulusan bak salah satu pintu keluar dari sebuah labirin keilmuan. Membuat kita mengingat-ingat untuk apa kita masuk labirin tersebut. Mencari harta karun kah di sudut-sudut tertentu atau sekedar menikmati lorong-lorong labirin yang dipenuhi pengetahuan dan kebingungan atau justru karena terjebak dalam kesesatan dan lupa akan jalan masuk. Nampaknya perumpamaan ini cocok bagi mahasiswa yang merasa terlanjur salah jurusan.

            Menurut kacamataku, ada dua tipe mahasiswa saat menyadari kalau dirinya terlanjur salah jurusan. Pertama, mencoba memperbaiki dan mencari jalan agar tidak semakin  jatuh dalam kesesatan salah jurusan. Orang yang seperti ini akan berusaha sebaik mungkin untuk mencari jalan keluar meskipun ia tau jalan yang ia tempuh akan sulit dan akhirnya lulus. Kedua, tidak peduli dan biarlah bagaimana nanti saja. Orang yang seperti ini cenderung menganggap enteng suatu perkara dan malas untuk menyelasaikan tanggungjawabnya.

            Contohnya sebut saja namanya F, dia satu jurusan denganku di jurusan Fisika. Tapi jiwanya bukan anak fisika melainkan hukum atau mungkin filsafat. Orangnya senang berdiskusi banyak hal dan dianggap pintar bicara. Apapun itu akan ia jawab saat ditanya. Sehingga hal itu membuat ia tertarik masuk UKM yang berfokus pada penelitian dan kajian. Tapi ia fokus pada kajian karena senang bicara. Semua jenis kajian ia kuasai. Saat kutanya kenapa ia bersemangat saat di UKM dan sebaliknya saat belajar di jurusannya. Ia menjawab kalau itu bukan passion. Lagi pula ia bingung jadi apa dan ia pun berpikir tanpa kuliah pun ia akan mewarisi bisnis ayahnya sebagai pedagang mebel. Jadi ia tak ambil pusing dan tetap santai menjalani kuliah meskipun teman-temannya berlomba-lomba untuk lulus karena memang sudah waktunya.

            Setelah kata "lulus" sudah usang dilempar. Muncullah kata "kerja". Orang-orang di sekitar lambat laun akan berkata "nanti kerja apa?" atau "udah kerja belum?". Kalimat tersebut nampak seperti sebuah perhatian seseorang. Tapi percayalah bagi orang yang berada dalam kondisi mental yang kelelahan, kalimat itu sangat mengintimidasi dan mengancam. Mereka bertanya tanpa berpikir apa yang tengah dialami oleh sang "graduated". Tanpa mengurangi rasa hormat, masa mencari kerja bisa dibilang masa-masa sulit dan diperlukan mental baja untuk terus bertahan.

            Jadi hendaknya memahami terlebih dadulu kondisi mental orang-orang yang baru lulus dan tunggu mereka me-recover mental mereka untuk transisi ke masa kerja. Lagi-lagi perihal mental. Semua dukungan dan motivasi orang-orang terdekat sangat dibutuhkan bagi mereka ini. Karena urusan memilah-milih pekerjaan itu tergantung kesanggupan si pencari kerja.

            Melihat teman-teman penulis yang sudah lulus. Beberapa orang diantara mereka sudah ada yang bekerja dan ada poin penting yang penulis temukan. Dimana sebuah pekerjaan tidaklah melulu soal lulusan mana atau keahlian sesuai jurusan. Nyatanya ada temanku yang tak segan bekerja menjadi pelayan resto. Menurutnya lebih baik mencari pekerjaan semampunya dulu dan tidak membebani orang tua. Dalam artian ia tidak gengsi. Sebagian lagi bekerja menjadi guru meskipun tau pekerjaan itu tak menjanjikan di negeri ini.

            Semua itu bukan perihal profesionalitas pekerjaan. Yang terpenting kerja saja dulu. Kuliah di berbagai jurusan hanya menjadi batu loncatan saja. Nekad itu yang penting. Penulis jadi teringat dengan salah satu teman yang kelihatannya begajulan dan nakal dalam kesehariannya. Toh kenakalannya tidak mempengaruhi jalan hidupnya karena ia berhasil mendapat pekerjaan di Jakarta. Semua itu karena dia menggunakan kesempatan sebaik mungkin. Terlepas dari akhlaknya yang baik atau buruk karena Allah yang tau.

            Dari semua pengalaman yang penulis alami, ada sebuah nasehat dosen yang mengetuk isi kepala. Beliau berpesan kalau keberhasilan itu didapatkan dengan kegigihan dan disiplin atau rajin. Kepintaran itu nomor sekian. Karena barangkali dengan rajinnya kita mencoba meskipun gagal berkali-kali itu akan menjadi sebab keberhasilan di akhir nanti. Bisa jadi Allah SWT akan merasa iba dan kasihan pada hambanya yang telah berkali-kali berusaha sehingga Dia meridhoi dan mengabulkan keinginan hambanya. Jadi karena rahmat-Nya, usaha kita membuahkan hasil.

            Tentunya nasehat dosenku sangat familiar di kalangan orang-orang sukses. Kepintaran tak menjamin keberhasilan tapi ada unsur kerajinan dan disiplin. Seperti kata Presiden Habibie "tak ada gunanya kamu ber-IQ tinggi tapi pemalas". Semua tak kan tercapai kalau bermalas-malasan dan selalu menunda-nunda. Harus ada progress dan yakin bisa menggapainya.

            Keyakinan juga menopang keberhasilan. Yakin pada jalan yang ditempuh tanpa harus membanding-bandingkan pada orang lain. Jangan iri jika melihat teman sebaya sudah berpenghasilan tinggi, bisa jadi dia telah melewati masa-masa susah payah mencari pekerjaan. Jangan iri jika melihat teman berfoya-foya dengan uangnya, bisa jadi ia sudah bertahun-tahun membangun bisnisnya dari nol. Salah satu komika SUCI yang disering disapa bang Abdur pernah berkata "kita semua berada di timeline-nya masing-masing, jadi buat apa membandingkan diri dengan orang lain". Betul kata beliau, bisa dibilang kita sendiri yang membangun timeline dan kita sendiri yang menentukan alur kehidupan mau kemana. Dengan menyadari hal itu, kita akan semakin bersyukur bukan.

            Lulus lalu kerja dengan kata lain kuliah untuk mendapatkan kerja. Sebuah siklus yang dialami semua mahasiswa. Maupun apa pun jurusan pada akhirnya bisa kerja dimana saja dan mengenyampingkan kompetensi. Meskipun begitu beberapa kalangan akademisi menyayangkan hal demikian. Salah satunya dosen senior yang berkata padaku jika tujuan hidup untuk membantu dan menghidupi keluarga maka jangan berhenti pada S1 saja tapi lanjutkan sampai S2. Karena pekerjaan dengan gelar S2 lebih menjanjikan apalagi lulusan luar negri. Beliau sangat mendorong mahasiswanya untuk lanjut studi keluar negri dan menyayangkan jika mahasiswanya langsung kerja setelah lulus S1. Tentunya beliau beralasan karena kerja di Indonesia hanya begitu saja dan ujung-ujungnya tak bisa mensejahterakan keluarga karena gaji yang sedikit.

            Syahdan, pada akhirnya semua kembali ke diri masing-masing mahasiswa. Di usia yang sudah terbilang dewasa ini, semua setuju untuk tidak membebani orangtua dan ingin berpenghasilan sendiri. Semua tindakan dan keputusan dapat diambil sendiri. Tentunya harus dengan berbagai pertimbangan. Ada saatnya suatu keputusan baik di satu orang namun tidak bagi yang lain. Timeline kita berbeda, jadilah MC di masing-masing kehidupan. 

Malang, 3 Desember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun