Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

Beasiswa Pemerintah Buat si Cina: Patahkan Stigma Buruk Pemerintah Indonesia

12 September 2016   20:25 Diperbarui: 12 September 2016   20:31 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu, ingin rasanya saya membantah dengan berkata: "Bukan. Salah. Saya tidak lolos seleksi bukan karena saya adalah seorang keturunan Tionghoa seperti yang kalian pikirkan, melainkan karena saya tidak mempersiapkan diri dengan baik.", tapi tentu akan sia-sia kalau tidak dibuktikan melalui tindakan. Maka, saat pendaftaran tahap kedua seleksi LPDP di tahun 2016 dibuka, saya berusaha mempersiapkan diri lebih baik dan kembali mendaftar. Saya tidak lagi hanya bersemangat lebih besar untuk meraih kesempatan belajar dan membangun kualitas diri yang kelak dapat menyumbangkan kontribusi bagi Indonesia, tetapi juga untuk membuktikan bahwa prasangka tersebut salah besar.

Tepat pada tanggal 10 Juni 2016, saya berhasil membuktikannya. Saya lolos seleksi substantif yang merupakan seleksi terakhir program Beasiswa Pendidikan Indonesia dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan - Kementerian Keuangan RI. Saya lolos.

Dan terakhir kali saya cek, saya masih keturunan Tionghoa tuh. *badumtsss*

Saya memang keturunan Tionghoa, tapi saya orang Indonesia, lahir dan dibesarkan di tanah air ini. Saya percaya, beasiswa yang dipercayakan kepada saya ini hanyalah bentuk dari kemenangan kecil terhadap satu dari banyaknya stigma sosial yang sepatutnya diberantas. Harapan saya, stigma negatif pemerintah Indonesia akan semakin memudar, seiring dengan bertambahnya instansi pemerintahan yang menjunjung tinggi integritas, profesionalitas, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.

Saya percaya, beasiswa yang dipercayakan kepada saya ini hanyalah bentuk dari kemenangan kecil terhadap satu dari banyaknya stigma sosial yang sepatutnya diberantas.

 ---

Epilog

"Ci! Ci! Cina! Cina!" sekelompok remaja laki-laki dari seberang jalan berteriak-teriak sambil tertawa dan menunjuk-nunjuk saya dan dua orang teman saya yang kebetulan juga keturunan Tionghoa, di perjalanan menuju sekolah. Bagi mereka hal itu lucu -- bagi saya, itu sangat menakutkan. 

Sebenarnya saya memahami bahwa mungkin setiap keturunan Tionghoa di Indonesia memiliki setidaknya satu pengalaman yang buruk dengan adanya diskriminasi terhadap etnis, budaya, maupun agama. Saya pun tidak mudah mengabaikan panggilan-panggilan iseng yang dianggap harmless tapi menurut saya mengintimidasi. Maksud saya, tidak mungkin mereka paham bahwa hal kecil seperti itu membuat saya ngilu mengingat cerita kerusuhan di tahun 1998, dimana banyak wanita keturunan Tionghoa menjadi menjadi korban pemerkosaan.


Jadi, saya tidak akan memaksa para pembaca, khususnya yang pernah mengalami diskriminasi ataupun bullying dalam bentuk apapun di masa lampau, untuk melupakan begitu saja apa yang telah terjadi. Yang terjadi memang sudah terjadi. Tetapi negeri ini hanya akan semakin maju apabila kita berpikiran terbuka dan pelan-pelan meninggalkan prasangka buruk terhadap orang-orang yang memiliki perbedaan dengan kita. Jika seseorang melakukan hal yang tidak adil kepada orang lain, itu kesalahannya, bukan kesalahan sukunya, etnisnya, agamanya, atau apapun golongan lainnya yang cenderung digeneralisasikan.

Bayangkan, tanpa ribuan penilaian keliru yang kita buat, berapa juta musuh yang dapat seketika berubah menjadi sahabat?

"Our privilege to make personal judgment based on our experiences should never stop us from being open-minded and kind to everyone.” – Janet Valentina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun