Mohon tunggu...
Janes Surya Dinata
Janes Surya Dinata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Mahasiswa Ilmu Hukum di Universitas Singaperbangsa Karawang. Tertarik membahas mengenai hukum secara umum dan berita terkait mengenai hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perspektif Hukum Terkait Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga

30 Desember 2022   15:00 Diperbarui: 30 Desember 2022   15:52 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernikahan merupakan suatu momentum yang paling berharga dan sebuah momen yang penuh kebahagiaan. Pernikahan merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang telah menginjak usia dewasa ataupun dianggap telah dewasa dalam ikatan yang sakral (Marlina, 2013) Menikah merupakan titik awal dari kehidupan berkeluarga dan tujuan yang ditetapkan dalam pernikahan akan berdampak pada kehidupan pernikahannya secara keseluruhan (Manap, Kassim, Hoesni, Nen, Idris, & Ghazali 2013).  Namun dalam sebuah pernikahan mempunyai konsep tujuan yang berbeda – beda walaupun hakekatnya menikah bertujuan untuk menjadi sebuah keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan di karuniai anak, tetapi pada fakta sebenarnya sebagian besar pernikahan banyak yang tidak sesuai dengan ekspetasi dan keluar dari konsep tujuan sebenarnya sehingga menjadi masalah. Adapun beberapa masalah dalam penikahan yakni;

  • Perbedaan pendapat antara orang tua dan anak;
  • Masalah Ekonomi;
  • Kurangnya kepercayaan atau rasa hormat pada pasangan;
  • Perbedaan pola asuh anak;
  • Kekerasan dalam rumah tangga;
  • Belum memiliki anak;
  • Intervensi Mertua;
  • Komunikasi.

Berdasarkan masalah yang telah disebutkan diatas pada kesempatan kali ini penulis melakukan pembahasan mengenai KDRT dan mengambil contoh kasus dari kasus valencya.

Kronologi Kasus

Pada awalnya kehidupan perkawinan mereka harmonis dan penuh dengan kebahagiaan walaupun kehidupan ekonomi yang minim dalam menjalani kehidupan di Taiwan selama 5 tahun hingga pulang ke Indonesia pada tahun 2006. Di tahun tersebut juga mereka masih dalam kondisi keluarga yang harmonis dan untuk urusan Kewarganegaraan Valencya yang menanggung itu semua dibuktikan dari Pencatatan Sipil Kabupaten Karawang.

Namun setelahnya Valencya mengetahui perilaku buruk suaminya yakni suka bermain judi dan suka minum alkohol sempat juga terjadi perdebatan hebat antara Valencya dan suaminya tercatat pada bulan Februari 2018 dan masalah tersebut masih ditoleransi oleh Valencya karena ia mementingkan kondisi anak – anaknya. Seiring berjalannya waktu perilaku suaminya makin parah yakni selain suka bermain judi dan minum alkohol, suaminya juga jarang pulang sampai tidak menafkahi anak dan istri sepanjang 6 bulan selain perilaku buruk diatas suaminya juga mengintimidasi serta mengeluarkan kata – kata kasar yang mengancam kondisi mental valencya namun ia tetap berharap bahwa suaminya bisa merubah perilakunya dan perkawinannya semakin membaik mengingat kondisi psikologis anak – anak mereka.

Kejanggalan terjadi pada tanggal 7 Agustus 2019 dimana Valencya kehilangan Akta Perkawinan Nomor 26/A-I/2000 dari tempat penyimpanan dokumen keluarga di rumahnya dan tidak ditemukan, lalu pada tanggal 20 Agustus 2019 ia melakukan konsultasi kepada kuasa hukum dan disarankan untuk membuat laporan kehilangan dan pada tanggal 21 Agustus 2019, Valencya akhirnya melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Teluk Jambe Timur yang dibuktikan Surat Tanda Penerimaan Laporan Kehilangan Barang/Surat-surat Nomor: STPL/427/VIII/2019/Sek.Tlj Timur.

Dengan apa yang ia alami selama ini akhirnya berketetapan tidak lagi mempertahankan perkawinannya karena tidak ada harapan dapat hidup rukun kembali, sehingga adalah wajar dan benar apabila Valencya memilih untuk mengajukan perceraian ke hadapan Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Karawang.

Berdasarkan Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menyatakan: ..."Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan isteri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri..." Berdasarkan apa yang ia alami di atas, maka Valencya telah memiliki alasan yang cukup untuk mengajukan dan menandatangani gugatan perceraian a quo, karena antara Valencya dan suaminya tidak mungkin hidup rukun sebagai suami isteri.

Mengenai kasus valencya ada beberapa informasi lanjutan mengenai putusan pidana. Berdasarkan Putusan No. 335/Pid. Sus/2021/PN Kwg bahwasannya menyatakan Terdakwa Chan Yung Ching tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif, sehingga terdakwa dibebaskan dari dakwaan alternatif yang didakwakan Penuntut Umum. Lalu untuk tidak menghilangkan kepastian hukum ditetapkannya barang bukti berupa selembar Kutipan Akta Perkawinan (Asli) No. 26/A-I/2000 tanggal 11 Februari 2000 oleh Kantor Catatan Sipil Kotamadya Pontianak.

Perspektif Hukum Mengenai Kasus Valencya

Dalam perspektif hukum perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak dibenarkan dikarenakan sesuai dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga berbunyi ; Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga. Dan apabila itu yang dialami oleh Valencya maka bisa diputus pernikahannya (perceraian) berdasarkan Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menyatakan: ..."Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan isteri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri..."

Beberapa langkah penting yang harus dilakukan jika adanya KDRT yakni yang paling utama adalah komunikasikan dengan kepala dingin apabila hal ini tidak berhasil seperti kasus diatas maka langkah selanjutnya yakni dengan menceritakan semua permasalahan yang terjadi bertujuan untuk meringankan beban pikiran agar mencegah kerusakan kesehatan mental salah satunya depresi. Apabila kondisinya semakin runyam dan sampai pada tindakan yang mengancam segera lakukan upaya penyelamatan diri dan membuat rencana untuk melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib.

Berdasarkan pemaparan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya Pernikahan itu menjadi suatu momentum paling berharga dan suatu kebahagiaan yang tiada tara seumur hidup, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menuju ke jenjang pernikahan yaitu saling beradaptasi satu sama lain, pendekatan secara faktor pribadi, keluarga sehingga saling memahami satu sama lain, dan juga sebelum berlangsungnya pernikahan harus mempersiapkan mental karena kondisinya akan berbeda dari yang sebelumnya. Karena yang dikhawatirkan dalam Pernikahan nanti bukan menjadi suatu momentum yang berharga justru menjadi masalah dari kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun