Sudah hampir dua tahun lalu saya sempat menapakkan kaki saya di Makau untuk menghabiskan hari libur yang saya dapat ketika sedang magang di Shenzhen. Meski hanya sehari, saya dapat berkeliling Macau untuk melihat bagaimana hiruk-pikuk wilayah yang begitu terkenal dengan wisata hobi (kasino)nya tersebut. Sayangnya, ketika saya berkunjung ke sana usia saya belum genap 21 tahun sehingga saya tidak bisa masuk ke dalam untuk sekedar melihat-lihat isi tempat kasino yang paling terkenal dan salah satu yang tertua di Makau yakni Lisboa.
Walau bidang kasinonya yang dianggap paling menonjol oleh banyak orang, menurut saya Makau tidak hanya seputar tempat berjudi saja. Makau adalah tempat yang wajib dikunjungi (tentunya nanti ketika keadaan sudah membaik) karena memiliki keunikan tersendiri di mana budaya barat menikah dengan budaya timur dan hidup berdampingan secara harmonis, menciptakan keindahan serta daya tarik tersendiri untuk Makau.Â
Berikut beberapa tempat yang saya datangi saat berada di Makau:
Sahabat kompasianers pasti sudah cukup familiar dengan bentuk bangunan di foto di atas. Puing Gereja St. Paul's ini dapat dikatakan sebagai landmark-nya Makau. Siapapun yang berlibur ke Makau pasti tidak akan melewatkan objek wisata satu ini untuk sekedar berfoto atau dan juga melihat isi museum kecil di dalamnya yang memajang beberapa puing bangunan dan benda-benda bersejarah peninggalan gereja. Selain menampilkan keindahan eksterior gereja yang selalu dijadikan latar belakang saat foto-foto. Karena dari Ruins of St. Pauls berdekatan dengan Senado Square, saya juga memutari alun-alun tersebut setelah puas berfoto-foto dan melihat isi museum yang sayangnya tidak diperbolehkan untuk diabadikan lewat jepretan kamera.
Catatan sampingan: Saya sarankan ketika berjalan-jalan di Makau nanti, sahabat kompasianers lebih baik menggunakan alas kaki seperti sepatu atau sendal yang membuat nyaman saja. Jangan kenakan heels karena jalanan di Makau banyak bagian tanjakan yang tinggi sehingga akan membuat kaki sakit bilamana menggunakan sepatu yang memiliki hak.
Di alun-alun ini kita bisa menemukan banyak toko yang menjual barang bermerek, berbagai macam restoran yang menyajikan masakan Portugis dan masakan negara-negara lainnya. Awalnya alun-alun ini dibuka untuk perdagangan saja, namun sekarang juga terkenal untuk tempat diadakannya acara-acara publik dan hari perayaan. Alun-alun ini diaspal dengan batu-batuan Portugis yang indah dan dikelilingi oleh bangunan neo-klasik berwarna pastel, menciptakan suasana mediterania yang konsisten dan harmonis. Atraksi ini telah menjadi perpaduan yang indah dari ciri-ciri budaya Cina dan Portugis. Saat belanja atau membayar makanan pun, kita dapat menggunakan mata uang Hongkong Dollar (HKD) maupun mata uang mereka sendiri atau Macanese Pataca (MOP) sehingga jangan heran bila mendapat kembalian dengan mata uang yang berbeda.
Catatan sampingan: Disarankan memiliki banyak recehan atau uang koin karena ketika menaiki transportasi umum di Makau seperti bus, kita langsung membayarkan ongkos jalan dengan memasukan uang ke dalam kotak di samping supir yang tidak menawarkan kembalian. Jadi saat hendak menaiki transportasi umum jangan lupa siapkan uang kecil untuk ongkos jalannya ya, sahabat kompasianers!
Setelah puas memutari Senado Square, saya dan teman saya berpindah tempat lagi. Kali ini kami mengunjungi sejumlah mall yang cukup terkenal juga di Makau. Mall-mall di sana cenderung lebih megah dan mewah dibanding dengan yang di Jakarta karena interior dan eksterior mereka dirancang sedemikian rupa sehingga pengunjung dapat merasakan klasik dan mahalnya Makau.
Yang paling berkesan untuk saya adalah ketika melihat Little Venice di dalam gedung Hotel The Venetian Macau yang juga memiliki pusat perbelanjaan dan kasino di dalamnya. Bila sahabat kompasianers pernah menonton serial drama korea Boys Before Flowers, pasti mengingat adegan di mana para pemeran utama menaiki gondola didampingi dengan merdunya nyanyian Gondolier yang membawa mereka mengitari kanal buatan.
Ketika saya datang waktu itu sedang tidak dalam kondisi peak season dan terlebih bukan weekend sehingga tidak terlalu ramai. Menurut saya kanal buatannya tidak terlalu luas dan tidak terlalu panjang alurnya sehingga untuk menaiki wahana ini tidak menghabiskan durasi yang lama meskipun perlu merogoh kocek yang cukup banyak (sekitar Rp 300.000 untuk dewasa). Karena itu saya hanya melihat dari sisi-sisi samping kanal dan ikut menikmati nyanyian seorang gondolier yang sedang membawa satu keluarga yang menyewa gondola. Jika di kemudian hari sahabat kompasianers berkunjung ke Makau dan ingin menaiki wahana ini maka saya sarankan untuk mereservasi tiket terlebih dahulu lewat online travel agent apabila sedang peak season.
Nah di atas adalah sejumlah tempat yang saya datangi dengan durasi setengah hari di Makau. Barangkali dapat menjadi salah satu inspirasi dan semoga beberapa tips yang diberikan dapat berguna di kemudian hari saat mengunjungi Makau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H