Sejak tahun lalu, kabar Disney yang akan membuat live action film Mulan ramai jadi perbincangan warga net yang sangat menantikan karya selanjutnya rumah produksi film anak-anak tersebut.
Banyak pro dan kontra yang mewarnai proses produksinya bahkan sampai film tersebut rilis di platform streaming Disney+ Hotstar mulai tanggal 4 September kemarin. Dari isu politik, kontroversi lokasi syuting, jalan cerita, dan lain-lainnya yang dibahas oleh netizen setelah menonton film ini. Banyak apresiasi juga hujatan yang dilayangkan penonton, menjadikan Mulan sebagai topik yang cukup panas saat ini.
Salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan tentang film Disney Mulan ini adalah riasan pertunangan yang dikenakan oleh Liu Yifei, sang pemeran utama yang ditampilkan dengan jelas adegannya oleh Disney baik di trailer maupun film penuhnya.
Riasan yang dianggap jelek oleh warga net terutama mereka yang merupakan warga negara asli China tak ayal membuat riasan ini pun menjadi viral dan pada akhirnya dibuat menjadi challenge oleh warga China Daratan di media sosial mereka (Weibo) dengan tagar "Mulan Imitation" dan "Mulan Imitation Contest"
Pada saat itu, riasan wanita-wanita menonjolkan kuatnya warna Dinasti Tang pada wajah mereka terlebih di bagian kening, pipi, dan alis yang tidak akan ditemukan di riasan periode dinasti lainnya. Dahi kuning, alis hijau zamrud merupakan kata kunci yang sangat berhubungan dengan sejarah riasan periode Dinasti Tang menurut Sun Ji, peneliti di Museum of Chinese History.
Dahi kuning ini terinspirasi dari gambaran Buddha yang mana pada masa keemasan Dinasti Tang sangat berkembang dengan pesat di sana. Para wanita mulai mewarnai dahi mereka dengan pewarna kuning dari orpiment, pigmen sayuran, dan mineral timbal massicot, menurut Gao.C (2010:186) melalui Leah Jolifaunt.
Yang paling menarik lagi dari riasan ini adalah detail berwarna merah yang berupa seperti kelopak bunga di tengah kedua alis yang dikenal dengan nama huadian. Asal usul huadian tidak akan bisa lepas dari cerita Dinasti Selatan (420-589 CE) ketika seorang putri Kaisar Wu dari Song (363-422 M), sedang tidur di bawah pohon plum di luar istana.
Angin sepoi-sepoi meniup sebutir bunga plum mekar ke dahi sang putri, mewarnai bagian kulit yang terkena dan membekas selama tiga hari dengan aroma harum yang menarik sehingga pelayan istana meniru tampilan tersebut dan pada akhirnya menyebar ke aristokrat-aristokrat lainnya. Tren ini memang sempat meredup, namun kembali populer saat masa pemerintahan Permaisuri Wu Zetian (624-705 CE).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H