Tupperware Party bahkan menjadi fenomena global, memberdayakan jutaan perempuan di berbagai negara.
Faktor-Faktor Kebangkrutan
Namun, di balik kesuksesan historisnya, Tupperware menghadapi berbagai tantangan besar pada abad ke-21.Â
Salah satu faktor utama adalah ketidakmampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan gaya hidup dan preferensi konsumen.Â
Dalam era digital, pola belanja konsumen telah bergeser dari penjualan langsung ke platform e-commerce.Â
Sayangnya, Tupperware terlalu lama bergantung pada strategi tradisional mereka dan terlambat mengadopsi teknologi digital untuk memperluas jangkauan pasar.
Selain itu, persaingan yang semakin ketat dari merek-merek lain, baik lokal maupun internasional, turut memperparah situasi.Â
Banyak perusahaan baru menawarkan produk serupa dengan harga yang lebih terjangkau, menggerus pangsa pasar Tupperware.Â
Tidak hanya itu, persepsi masyarakat tentang plastik sebagai bahan yang kurang ramah lingkungan juga menambah tantangan, karena banyak konsumen kini lebih memilih alternatif seperti kaca atau stainless steel.
Masalah keuangan yang memburuk, ditambah dengan utang yang terus meningkat, memaksa Tupperware untuk mengajukan kebangkrutan.Â
Meski demikian, hal ini tidak serta-merta menghapuskan nama besar Tupperware yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer.
Nama Tupperware yang Tetap Abadi
Terlepas dari kebangkrutan perusahaan, Tupperware telah meninggalkan warisan yang mendalam.Â