"Fenomena quiet quitting di kalangan generasi muda, antara produktivitas dan kesehatan mental"
Fenomena quiet quitting belakangan menarik perhatian karena melibatkan pergeseran signifikan dalam cara generasi Milenial dan Gen Z mendekati pekerjaan.Â
Istilah ini, yang pada dasarnya berarti bekerja sesuai deskripsi pekerjaan tanpa upaya tambahan atau komitmen melebihi tanggung jawab yang diminta, mencerminkan bentuk protes terhadap tuntutan kerja yang berlebihan.Â
Bagi banyak orang di generasi muda, konsep bekerja dengan keras untuk mencapai "kesuksesan" konvensional mulai dipertanyakan karena berdampak langsung pada kesehatan mental dan kehidupan pribadi.
Generasi Milenial dan Gen Z tumbuh di tengah era digital, yang membuat mereka memiliki akses informasi yang lebih luas, termasuk pemahaman yang mendalam mengenai isu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.Â
Kebutuhan akan fleksibilitas waktu dan keseimbangan hidup semakin tinggi, seiring banyaknya contoh dari generasi sebelumnya yang mengalami burnout dan gangguan kesehatan akibat jam kerja panjang dan tekanan untuk terus produktif.Â
Quiet quitting hadir sebagai bentuk upaya generasi muda dalam menghindari kondisi ini, sekaligus memperjuangkan hak atas kehidupan yang lebih seimbang.
Fenomena quiet quitting bukan berarti generasi muda bekerja tanpa semangat atau malas, melainkan mereka berfokus untuk melakukan pekerjaan sesuai tuntutan dan batasan yang jelas.Â
Fenomena ini sebenarnya menggambarkan tuntutan baru dari generasi yang menginginkan lebih dari sekadar gaji, tetapi juga pengalaman kerja yang positif dan bernilai.Â
Generasi muda menghargai pekerjaan yang memberi makna serta mendukung perkembangan pribadi.Â
Kesuksesan bukan sekadar soal jenjang karier, tetapi juga kualitas hidup, kebebasan waktu, dan kesehatan mental.
Dari sudut pandang perusahaan, quiet quitting mungkin terlihat sebagai tantangan, karena karyawan mungkin kurang proaktif dalam menyelesaikan pekerjaan di luar batas yang sudah ditentukan.Â
Namun, ada pelajaran yang bisa diambil. Fenomena ini menandakan pentingnya perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung karyawan secara holistik.Â
Fleksibilitas jam kerja, kesempatan belajar, dan lingkungan yang sehat secara mental menjadi aspek yang semakin diperlukan.Â