Dalam kondisi seperti ini, perusahaan yang beradaptasi dan merespons kebutuhan generasi muda dapat menjaga karyawannya lebih lama dan meningkatkan kepuasan kerja mereka.
Salah satu alasan utama munculnya quiet quitting adalah kurangnya pengakuan dan penghargaan atas upaya ekstra yang telah dilakukan karyawan.Â
Rasa tidak dihargai atau tidak mendapat dukungan dari atasan menjadi faktor pendorong bagi banyak orang untuk mengurangi komitmen pada pekerjaan.Â
Oleh karena itu, budaya kerja yang menghargai karyawan dan memberikan apresiasi atas kontribusi mereka, baik kecil maupun besar, menjadi penting dalam mengatasi tren ini.
Generasi Milenial dan Gen Z juga menginginkan pekerjaan yang memiliki visi dan dampak yang berarti bagi masyarakat atau lingkungan.Â
Mereka cenderung tidak tertarik pada perusahaan yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan.Â
Perubahan paradigma ini dapat menjadi peluang bagi perusahaan untuk menyesuaikan visi dan misi dengan nilai-nilai yang sejalan dengan generasi muda, misalnya dengan mendukung program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) atau mempromosikan keberlanjutan.
Quiet quitting merefleksikan perubahan paradigma kerja generasi Milenial dan Gen Z yang berfokus pada pemenuhan diri dan keseimbangan hidup.Â
Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, perusahaan perlu mengubah pendekatan, tidak hanya menuntut hasil, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan karyawan.Â
Pemahaman mendalam terhadap fenomena ini memungkinkan perusahaan dan generasi muda menemukan keseimbangan antara kepuasan pribadi dan produktivitas kerja, sekaligus membangun masa depan kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H