Seiring waktu, popularitas batu akik mulai meredup. Kini, barang yang dulunya dianggap berharga itu jarang terlihat, baik di pasar maupun dalam percakapan publik.Â
Batu akik pernah menjadi primadona di Indonesia, menjadi tren yang begitu mendalam dan mencakup berbagai lapisan masyarakat.Â
Pada puncak popularitasnya, sekitar tahun 2014 hingga 2015, batu akik bukan hanya menjadi barang koleksi, tetapi juga simbol status, daya tarik spiritual, serta identitas budaya.Â
Setiap sudut kota dipenuhi oleh pedagang yang menawarkan berbagai jenis batu akik, mulai dari yang berharga terjangkau hingga yang bernilai tinggi.Â
Masyarakat dari berbagai latar belakang ikut dalam hiruk-pikuk ini, membuat fenomena batu akik menjadi salah satu yang paling menarik di Indonesia pada masa itu.Â
Namun, tren ini ternyata tak berlangsung lama. Sekarang, batu akik lebih sering menjadi kenangan akan masa lalu daripada tren yang masih hidup di masyarakat.Â
Kita akan mengulas perjalanan batu akik dari masa keemasannya hingga sekarang, saat popularitasnya mulai meredup.
Pada Masa Keemasannya.
Batu akik begitu diminati karena keindahannya dan kepercayaan akan manfaat spiritual yang melekat pada setiap jenis batu.Â
Batu akik dipercaya memiliki kekuatan khusus, seperti menarik rejeki, menolak bala, dan memperkuat aura positif pemiliknya.Â
Kepercayaan ini didukung oleh budaya lokal yang kuat di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.Â
Selain itu, keindahan warna dan motif yang unik pada setiap batu akik menjadi daya tarik tersendiri.Â
Jenis-jenis batu akik seperti Bacan, Kalimaya, dan Kecubung menjadi buruan utama para kolektor, yang tidak hanya melihat batu akik sebagai perhiasan, tetapi juga sebagai investasi.
Booming Batu Akik Mulai Meredup.Â
Salah satu penyebabnya adalah sifat alami tren yang umumnya memiliki siklus naik-turun.Â
Ketika tren batu akik mencapai puncaknya, banyak orang mulai memproduksi batu akik dalam jumlah besar, bahkan hingga menghasilkan produk tiruan.Â
Masuknya batu akik imitasi ini merusak citra batu akik asli, membuat banyak orang merasa skeptis akan nilai dan keaslian batu yang mereka beli.Â
Selain itu, pasar yang jenuh dengan berbagai macam batu akik menyebabkan harga turun secara drastis, mengakibatkan banyak kolektor dan pedagang mengalami kerugian.
Perubahan Gaya Hidup.Â
Perubahan gaya hidup juga mempengaruhi penurunan tren batu akik.Â
Batu akik, meskipun indah, memerlukan perawatan khusus agar tetap terjaga keindahannya.Â
Di tengah era modern yang serba cepat dan praktis, banyak konsumen yang lebih memilih perhiasan yang mudah dirawat dan lebih sesuai dengan gaya hidup kontemporer.
Perhiasan dengan desain minimalis, modern, dan global mulai menggantikan popularitas batu akik yang dianggap lebih tradisional dan sulit menyesuaikan dengan tren fashion internasional.
Tak hanya itu, perkembangan tren perhiasan global turut mempengaruhi pergeseran selera masyarakat Indonesia.Â
Tren mode yang cepat berubah dan semakin terhubung dengan dunia luar membuat konsumen lebih tertarik pada produk-produk yang mencerminkan gaya hidup global dan modern.Â
Batu akik yang dulu dipandang sebagai barang eksklusif, kini tampak kurang relevan dalam konteks tren perhiasan yang terus bergerak dinamis.
Dari sisi ekonomi, penurunan minat terhadap batu akik juga terjadi karena fluktuasi harga yang tak menentu.Â
Pada masa puncaknya, harga batu akik bisa melonjak tinggi, membuatnya menjadi komoditas yang menggiurkan bagi para pedagang.Â
Namun, ketika tren mulai memudar, harga-harga ini jatuh drastis, membuat para pelaku bisnis batu akik kehilangan potensi keuntungan yang sebelumnya diharapkan.Â
Pasar batu akik yang dulunya begitu ramai, kini sepi peminat dan banyak pengrajin serta pedagang yang beralih ke bidang lain.
Meskipun tren batu akik telah meredup, bagi sebagian orang, batu akik masih memiliki nilai penting.Â
Kolektor dan pecinta batu akik masih menghargai keindahan dan nilai spiritual yang melekat pada setiap batu.Â
Bagi mereka, batu akik bukan sekadar tren yang lewat, melainkan bagian dari identitas budaya dan warisan yang harus dilestarikan.Â
Mereka terus mengoleksi dan merawat batu akik sebagai bagian dari sejarah pribadi dan budaya.
Kesimpulannya, batu akik, yang dulu menjadi tren gemerlap di Indonesia, kini telah memasuki fase senyap.Â
Fenomena ini mencerminkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berubah.Â
Meskipun batu akik tidak lagi menjadi perbincangan utama, jejaknya masih tersimpan dalam ingatan masyarakat dan tetap menjadi bagian dari kekayaan alam serta budaya Indonesia.Â
Pergeseran tren ini menunjukkan betapa dinamisnya selera dan gaya hidup masyarakat yang selalu dipengaruhi oleh waktu, ekonomi, dan perubahan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H