Program kebun gizi apung menjadi langkah nyata dalam mewujudkan SDGs 2 dan memberikan harapan baru bagi masyarakat Asmat untuk masa depan yang lebih sehat dan sejahtera.
Kabupaten Asmat di Provinsi Papua Selatan menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan gizi bagi warganya, terutama anak-anak.Â
Wilayah ini, yang dikelilingi oleh rawa air tawar, mengalami kesulitan akses pangan bergizi dan air bersih, yang mengakibatkan tingginya angka stunting di kalangan balita.Â
Stunting, kondisi kurang gizi kronis yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U), merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.Â
Mayoritas penduduk membangun rumah dan fasilitas umum di atas rawa, dan bergantung pada sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.Â
Proses pengumpulan bahan makanan dari hutan yang memakan waktu 2-3 minggu seringkali memaksa masyarakat menggunakan sumber air yang sama untuk berbagai keperluan seperti mandi, kakus, memasak, dan minum.Â
Akibatnya, anak-anak di kampung sering tidak mendapatkan gizi yang cukup, dan minimnya pendampingan dari orang dewasa memperburuk kondisi ini.Â
Terlebih lagi, tanaman hortikultura sulit tumbuh di halaman rumah karena terendam air pasang, dan akses pasar yang jauh ke Kota Agats, memerlukan perjalanan empat jam dengan perahu mesin.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan standar antropometri WHO 2005 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Asmat mencapai 54,5% pada tahun 2022, jauh melebihi ambang batas yang disarankan.
Mengatasi masalah ini, program kebun gizi apung muncul sebagai solusi inovatif.Â
Kebun gizi apung dirancang untuk memanfaatkan lahan yang tidak terpengaruh oleh pasang surut rawa, sehingga dapat menyediakan sumber pangan alternatif yang dekat dengan rumah dan mengatasi kekurangan gizi yang ada.
Kebun Gizi Apung sebagai Solusi
Untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2, yaitu "Tanpa Kelaparan," masyarakat Asmat meluncurkan program kebun gizi apung.Â
Kebun ini adalah kebun sayur-sayuran kecil yang dibangun di sekitar rumah warga dan dinamakan "apung" karena pagarnya terbuat dari kayu yang menjaga kebun tetap tidak hanyut meskipun terjadi pasang surut air.Â
Kebun gizi apung bertujuan menyediakan sumber pangan bergizi secara lokal, memungkinkan tanaman seperti kangkung, bayam, tomat, dan semangka tumbuh dengan baik meskipun dalam kondisi pasang surut.
Tantangan dan Solusi
Program ini menghadapi beberapa tantangan:
1. Kondisi Lahan:
Pasang surut rawa memengaruhi lahan di perkampungan, memerlukan inovasi dalam desain kebun.
2. Pengetahuan Budidaya:
Masyarakat perlu edukasi tentang teknik budidaya tanaman sayur yang efektif.
3. Literasi Keuangan:
Keterbatasan pengetahuan tentang manajemen keuangan dapat menghambat pengelolaan kebun.
4. Kekurangan Nutrisi:
Akses terbatas ke sumber protein hewani, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan.
Langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi tantangan ini meliputi:
1. Inovasi Media Tanam:
Penerapan desain kebun gizi apung yang tahan terhadap pasang surut air.
2. Edukasi dan Pelatihan:
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang budidaya sayur dan pengelolaan kebun melalui pelatihan langsung.
3. Pengelolaan Keuangan:
Edukasi tentang literasi keuangan dan menabung meskipun dengan keterbatasan.
4. Edukasi Gizi:
Pemberian informasi mengenai pengolahan makanan yang sehat dan bergizi.
Dengan mengimplementasikan kebun gizi apung, diharapkan dapat mengurangi angka stunting dan mendukung pencapaian SDGs 2 dengan menyediakan akses pangan yang bergizi dan lokal.Â
Program ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Asmat untuk masa depan yang lebih sehat dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya