Mohon tunggu...
Jandris Slamat Tambatua
Jandris Slamat Tambatua Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana MSDM, Pemerhati Lingkungan, Competency Assessor

"Manusia Kerdil Yang Berusaha Mengapai Bintang"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghapus Ketimpangan Gender dalam Pendidikan

7 Desember 2023   16:13 Diperbarui: 7 Desember 2023   17:43 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus dijamin bagi semua orang, tanpa membedakan jenis kelamin, usia, ras, agama, atau status sosial. 


Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). SDG 4 bertujuan untuk memastikan akses pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berkeadilan untuk semua, serta untuk meningkatkan peluang pendidikan seumur hidup bagi semua orang.

Namun, kenyataannya masih banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh banyak orang, terutama perempuan dan kelompok rentan, dalam mengakses dan menikmati pendidikan yang layak. 

Ketimpangan gender dalam pendidikan masih menjadi masalah yang serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Ketimpangan gender dalam pendidikan dapat berupa kesenjangan akses, kualitas, relevansi, hasil, dan dampak pendidikan antara laki-laki dan perempuan.

Ketimpangan gender dalam pendidikan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Faktor sosial-budaya:                         Seperti norma, nilai, dan stereotip yang membatasi peran dan potensi perempuan dalam masyarakat. 

Misalnya, anggapan bahwa perempuan lebih cocok mengurus rumah tangga daripada mengejar karier, atau bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan tinggi karena akan menikah dan bergantung pada suami.

2. Faktor ekonomi:                                     Seperti kemiskinan, biaya pendidikan, dan kesempatan kerja yang tidak merata antara laki-laki dan perempuan. 

Misalnya, orang tua yang lebih memilih untuk menyekolahkan anak laki-laki daripada anak perempuan karena anggapan bahwa anak laki-laki akan menjadi tulang punggung keluarga, atau perempuan yang sulit mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi karena kurangnya pendidikan dan keterampilan.

3. Faktor politik-hukum:                        Seperti kebijakan, regulasi, dan implementasi yang tidak mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan. 

Misalnya, kurangnya alokasi anggaran untuk pendidikan, terutama untuk kelompok rentan, atau kurangnya perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami diskriminasi, pelecehan, atau kekerasan dalam lingkungan pendidikan.

4. Faktor pendidikan itu sendiri:          Seperti kurikulum, metode, materi, dan lingkungan pembelajaran yang tidak responsif gender. 

Misalnya, kurikulum yang tidak mencerminkan kebutuhan, minat, dan aspirasi perempuan, atau metode dan materi pembelajaran yang mengandung bias atau stereotip gender, atau lingkungan pembelajaran yang tidak aman, nyaman, dan kondusif bagi perempuan, diantaranya:

1. Ketimpangan gender memiliki dampak yang negatif bagi individu, masyarakat, dan pembangunan. 

2. Ketimpangan gender dapat mengurangi hak, kesejahteraan, dan kualitas hidup perempuan. 

3. Ketimpangan gender juga dapat menghambat pemberdayaan, partisipasi, dan kontribusi perempuan dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. 

4. Ketimpangan gender dapat menurunkan produktivitas, efisiensi, dan inovasi dalam pembangunan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dan komprehensif untuk menghapus ketimpangan gender dalam pendidikan dan memastikan akses yang setara bagi semua orang, terutama orang-orang yang rentan. 

Upaya ini melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, masyarakat, dan media. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

1. Meningkatkan kesadaran dan komitmen semua pihak tentang pentingnya kesetaraan gender dalam pendidikan. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi, advokasi, dan kampanye yang menyampaikan informasi, data, dan fakta tentang kondisi, tantangan, dan manfaat kesetaraan gender dalam pendidikan.

2. Mendorong dan memfasilitasi partisipasi perempuan dan kelompok rentan dalam mengakses dan menikmati pendidikan yang layak. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian bantuan, insentif, dan fasilitas yang dapat mengurangi beban biaya, jarak, dan waktu pendidikan, serta meningkatkan motivasi, minat, dan aspirasi perempuan dan kelompok rentan terhadap pendidikan.

3. Meningkatkan kualitas, relevansi, dan hasil pendidikan yang responsif gender. Hal ini dapat dilakukan melalui penyusunan, pengembangan, dan implementasi kurikulum, metode, materi, dan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan standar nasional dan internasional, serta mengintegrasikan perspektif gender dalam semua aspek pendidikan.

4. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme guru dalam mengajar dengan pendekatan yang responsif gender. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, bimbingan, dan supervisi yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap guru dalam mengajar dengan cara yang menghargai, menghormati, dan memberdayakan perempuan dan laki-laki secara setara.

5. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, masyarakat, dan media dalam mendukung kesetaraan gender dalam pendidikan. 

Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan forum, jaringan, atau mekanisme yang dapat memfasilitasi komunikasi, konsultasi, dan kolaborasi antara berbagai pihak dalam merumuskan, melaksanakan, dan memantau kebijakan, program, dan kegiatan yang berkaitan dengan kesetaraan gender dalam pendidikan.

Dengan menghapus ketimpangan gender dalam pendidikan dan memastikan akses yang setara bagi semua orang, terutama orang-orang yang rentan, kita dapat menciptakan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan berkeadilan, diantaranya:

1. Pendidikan dapat memberikan manfaat bagi individu, masyarakat, dan pembangunan. 

2. Pendidikan dapat membantu perempuan dan laki-laki mengembangkan potensi, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup yang lebih baik. 

3. Pendidikan dapat membantu perempuan dan laki-laki berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif dan positif dalam pembangunan yang berkelanjutan. 

Pendidikan yang demikian adalah pendidikan yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun