Mohon tunggu...
janardana 05
janardana 05 Mohon Tunggu... -

Good things come to those who wait ~ I still believe it!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Susno di Antara Jupe dan Maria Eva

12 Mei 2010   10:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Susno (image from vivanews.com)

Konon hanya ada dua hal yang menarik untuk dibicarakan para lelaki, yaitu obrolan politik dan obrolan berbau seks. Seks disini tentu saja secara spesifik menempatkan perempuan sebagai obyek, entah sehat atau tidak sehat. Begitu menariknya dua hal tersebut sehingga WS Rendra mengemas indah dalam Sajak Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta. Cuplikan yang bagi saya paling menyengat ada dalam bait berikut:

Maria Eva (image dari kompas.com)

… Sarinah

Katakan kepada mereka

Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri

Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu

Tentang perjuangan nusa bangsa

Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal

Ia sebut kau inspirasi revolusi

Sambil ia buka kutangmu…

Bahwasanya pria suka politik dan seks juga tampak sedikit terdukung bukti di media kompasiana ini. Lihat saja postingan yang memiliki intensitas tinggi untuk dibaca, mayoritas tidak jauh dari urusan burung garuda (politik negeri) dan burung kenari (politik bawah perut). Pada suatu kutub, berbicara tentang politik negeri yang tentunya harus memikirkan dampak-dampak ikutannya, kemudian berbicara seks. Pada kutub yang lain ingin mendapat legitimasi bahwa pembicaraan seks yang dilakukan adalah benar dan wajar. Tampak standard ganda yang sangat mencolok mata, seolah-olah tidak ada hubungan sama sekali antara seks dan politik, atau juga sebaliknya, antara politik dan seks. Jika kedua hal tersebut dipandang secara netral, maka politik merupakan wilayah public yang tujuannya untuk kebaikan public sementara seks secara umum dipandang sebagai wilayah privat yang perlu memperhatikan cara pandang publik. Kalau anda ingin menguji ini, coba saja berhubungan badan di tengah pasar kemudian berpidato politik di tangah pasar juga. Apa yang terjadi? Begitulah kontradiksi yang ada dalam keseharian kita akhir-akhir ini. Penjelasan ini mungkin malah membuat kabur kontradiksi sebagaimana disajikan dalam sajak WS Rendra diatas.

Sekarang, mari kita tempatkan bahasan tersebut dalam dunia perpolitikan Indonesia akhir-akhir ini. Fenomena artis “berbau sex” seperti Jupe dan Maria Eva tiba-tiba “ngebet” ingin terjun ke dunia politik. Tidak perlulah membuat berbagai argument sah dan tidaknya mereka terjun ke ranah politik. Syah-syah saja karena mereka juga warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan rakyat pada umumnya. Juga tidak perlu membuat pembelaan tentang masa lalu Jupe dan Maria Eva. Bagaimana pun masa lalu akan tetap diperhitungkan. Seleksi karyawan saja selalu dicek bagaimana masa lalunya apalagi menjadi tokoh masyarakat yang memimpin negara. Justeru disini masa lalu menjadi penting sebagai salah satu bahan pertimbangan layak tidaknya seseorang untuk memimpin sebuah bangsa yang besar.

Seperti kasus Susno yang semakin memanas akhir-akhir ini. Masa lalu selalu relevan untuk menjadi salah satu pertimbangan bagi rakyat untuk tidak terlalu cepat menyimpulkan seseorang bersalah atau tidak bersalah. Masa lalu juga relevan untuk mencegah seseorang mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Proses hukum Bibit-Chandra pada kasus kriminalisasi KPK pernah terintervensi sehingga menyisakan masalah kejelasan siapa yang sebenarnya salah atau benar. Masa lalu harus selalu diingat sehingga orang yang menginginkan dirinya menjadi pemimpin bangsa yang besar benar-benar teruji secara public. Tidak terkecuali untuk Susno, Jupe maupun Maria Eva.

Akan menjadi sangat menarik jika Jupe dan Maria Eva secara gamblang memaparkan prinsip-prinsipnya. Rakyat sebaiknya ditantang untuk memilih antara sex dan politik. Secara sederhana, bolehlah mereka mengatakan, “maukah anda memilih saya sebagai pemimpin dengan kondisi saya menyukai sex atau sebagai symbol sex”.

Jupe (image from vivanews.com)

Dari transaksi yang jujur ini kita bisa melihat bagaimana sesungguhnya cara pandang masyarakat kita. Memilih daya tarik seksual atau kemampuan yang sesungguhnya dari seseorang. Jika popularitas dan kemenangan justeru memihak pada kenikmatan seksualitas, maka tidak terlalu mengejutkan karena di kompasiana pun yang berbau seks-lah yang laris manis terjual. Pilihan tersebut merepresentasikan apa yang ada di benak kita yang ternyata lebih menyukai “bau seks”. Jadi, jangan salahkan Jupe dan Maria Eva jika mereka mencalonkan diri. Jangan menyalahkan partai yang tahu kebodohan rakyat. Jangan menyalahkan siapa pun jika Negara semakin terpuruk, karena sesungguhnya rakyatnya sendiri yang menyukai untuk selalu terbelakang dan terpuruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun