Kemacetan lalu lintas menjadi masalah sehari-hari yang tak kunjung mendapatkan solusi. Hampir disebagian kota besar di Indonesia utamanya Ibukota Jakarta, kemacetan selalu menghiasi ruas-ruas jalan. Utamanya saat-saat jam sibuk, yakni saat berangkat dan pulang kantor. Fenomena seperti ini, jelas akan dapat menganggu aktivitas yang tentunya akan berdampak pada aspek kehidupan yang luas. Produktivitas dijamin akan turun dengan sendirinya.
Kemacetan disinyalir, berdampak besar terhadap tingginya biaya distribusi barang dan jasa. Selain juga mengakibatkan polusi udara serta menimbulkan stress bagi para pengguna jalan. Akibatnya, membuat para sopir mudah kelelahan sehingga rentan terhadap kecelakaan. Bahkan untuk kasus Jakarta, umur kita bisa jadi habis di jalanan.
Fenomena kemacetan yang terus meningkat tentu akan membawa permasalahan yang lebih kompleks dan menyulitkan. Akan tetapi, permasalahan mendasar dari semakin meningkatnya kemacetan, tidak lepas dari sistem transportasi kita yang masih amburadul. Kemacetan dijalan raya, diprediksi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penjualan motor dan mobil yang tidak terkendali.
Tahun lalu, jumlah penjualan motor tercatat hingga mencapai sekitar 8 juta unit, meningkat pesat dari dari 2010 yang hanya 7,3 juta unit. Bahkan ditahun ini, diprediksi penjualan motor akan genap mencapai 8,4 juta unit. Tak kalah dengan motor, penjualan mobil juga melesat mendekati angka 900 ribu unit pada 2011. Diperkirakan pada tahun 2012 penjualan mobil tumbuh 10% dari tahun 2011 (Kontan edisi khusus, Desember 2011).
Bahkan, di Jakarta dan Bandung, Kondisi kemacetan yang parah sudah dapat dilihat di Kota Jakarta dan Bandung, rasio jumlah kendaraan pribadi lebih tinggi dibanding kendaraan umum, dengan perbandingan 98% dan 2%. Meskipun demikian, rasio jumlah kendaraan pribadi yang tinggi tersebut hanya mampu mengangkut 49,7% perpindahan manusia perhari, sedangkan kendaraan umum malah mampu menampung hingga 50,3% (Sutiyoso, 2007).
Pertumbuhan kendaraan pribadi di Jakarta sangat pesat, setiap tahunnya mencapai angka 11% (Rahayu, 2007).  Disisi lain, hampir 90 persen angkutan barang dan penumpang di Indonesia ditopang dari jalan raya. Ditengah, peningkatan mobil dan motor pribadi yang juga tidak terkendali kebutuhan akan moda transportasi lain sudah sangat tinggi, terutama kereta api bahkan monorel yang di katakan Jokowi saat kampanye tinggal ngecor. Tetapi hinggi kini masih terhambat regulasi dan kesepakatan antara para investor.
Karena itu, sudah saatnya pengembangan infrastruktur kereta api diprioritaskan. Mempercepat pembangunan monorel untuk Jakarta merupakan langkah yang jenius untuk mengurangi berbagai dampak dari kemacetan yang semakin meluas dan akut. Jepang dan China adalah contoh negara yang berhasil mengurangi angka kemacetan dengan memperbaiki infrastruktur kereta api, utamanya monorel. Inilah waktu yang paling tepat. Jangan lagi terlalu ribet mengurus soal siapa yang mengelola dan siapa yang mengerjakan proyek. Kemacetan makin dalam dan mengular.
Selamat datang Monorel !!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H