Mohon tunggu...
Rony Firmansyah
Rony Firmansyah Mohon Tunggu... -

aroma wangi tanah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Orang Pesisir part 2

22 September 2012   04:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DI TIBAN*

Di Tiban, lembab-berhadap

Lelaki pucat,purnama nyingkap

Genangan dahaga yang tak habis-habis

Beribu puluh wirid-wirid

Seperti menyanyikan bilangan Tauhid

Rumpun sajak yang tak mati-mati

Di Tiban, bertemu hadap

Peluk lumat merengkuh-MU

Tiang itu makin kokoh menopang

Aku berhadap-menghadap

Lupa sejatinya hidup cuma berharap

Tuhan, Aku pelacur di tuba-tuba

Di Tiban, rumpun sajak satire amis

Buleleng, 02052012

*Sebuah masjid yang berada di Probolinggo

CATATAN AWAL JUNI

Guguran daun musim angin, pula

panasnya membakar aspal keluhan

Ini kami terpanggang bola

Oranye Jinggomania pilu tertahan

Ini bola sepak kami turut punya

Biarpun bara, sising dan sedia

Serak suara teriak terus lantang

Mimpi prestasi bukan cuma bayang

Ini bola sepak kami turut punya

Apa jadinya kami tanpa bola

Tak berbentuk, tak bisa apa-apa

Karena hanya ini yang kami suka

Ini gelanggang kami turut punya?

09062012

PROBOND-U?

AKU BELUM BERI JUDUL

Kupu-kupu berebut dikincup, Ia

terbang

Tahu mereka ingin mempermainkannya

Pada indah warna pelanginya

Ia tidak bodoh seperti yang kalian kira

14062012

Probolinggo : Perempuanku Bangkit

ORANG PESISIR PARSEAN

:Buat Semangkok buah hati

Orang nabur harap pada lautan

Menderit mesin tua pada buritan

Kencang ombak nguji keahlian

Kepalan lengan narik-sulur jaring penghidupan

Aku, Dia

Muntah diayun lautan

lagi, berapa jam ke tepian?

Pagi belumlah sampai, ujungnya masih

tak ngembun

Kenapa memaki bulan yang enggan

Pergi

Ah

Aku dan Dia

Muntah diayun lautan

Sepertinya pesisir bukan jawaban

Atas segala penasaran kehidupan

Hidup hanya menumpang kenangan

Lalu sia untuk dilupakan

17052012

Parsean, Randuputih, Dringu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun