"Musuh kita bukan individu, tapi sistem orde baru yang membelenggu masyarakat" katanya.
Hati seputih apa yang dimiliki oleh Budiman? Ia memaafkan meski tidak melupakan. Ia fokus pada perjuangannya, yang salah satunya dinikmati oleh semua desa di Indonesia saat ini. UU Desa itu, lahir dari perjuangannya bersama kawan-kawannya di DPR sana.
Ia memilih berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, demi masa depan yang cerah.
Pun, dengan Prabowo, Danjen Koppasus saat pergolakan reformasi saat itu.
Kemarin, Budiman menemui Prabowo, berseloroh, saling lempar pujian, seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan mereka dimasa lalu.
Lagi-lagi, Budiman memberi contoh kepada kita, bagaimana mengaplikasikan pesan "jika orang menampar pipi kirimu, berilah pula pipi kananmu". Lagi-lagi, Budiman mampu menyingkirkan ego pribadinya, seperti saat ia rela melihat ibunya menangis dipelukannya kala itu, demi melihat Indonesia yang beradab, maju dan sejahtera.
Tujuannya apa? Demi Indonesia yang lebih baik dan tenteram dikemudian hari. Budiman menulis begini di akun twitternya;
" dalam mengarungi samudera yang menggelombang terkena badai, rusaknya pelabuhan tua yang hendak dikunjungi terkena bom dan penumpang yang baru pulih terkena wabah penyakit, semua awak kapal harus kompak.Â
Minimal harus saling bicara untuk menentukan arah".
Budiman Sudjatmiko itu, simbol perdamaian bagi negeri ini, bagi kita manusia Indonesia, yang ngakunya paling agamis seantero dunia.
Awalnya, saya berharap, Ibu Megawati mencalonkan beliau menjadi Presiden Republik ini, namun, lagi-lagi elektabilitas menjadi penentu siapa yang bisa memberi suara maksimal pada Pemilu nanti.