Berapa modal yang dibutuhkan seorang petani untuk tanaman cabainya, hingga panen? Sebenarnya hitungannya beragam, namun, mayoritas para petani cabai merah akan sepakat diangka Rp. 10.000 per batang.
Taruhlah seorang petani menanam 1000 batang cabai merah, maka ia akan menghabiskan modal sekitar Rp. 10 juta hingga tanaman cabai merah itu membuahkan hasil (panen). Angka yang besar, bukan?
Kenapa demikian? Harga pupuk dan obat-obatan yang setiap saat melambung tinggilah yang menjadi penyebabnya. Meski beberapa hari belakangan ada penurunan harga pada pupuk dan obat-obatan kimia sintesis yang dibutuhkan para petani, tapi tidak terlalu signifikan. Harga pupuk per sak (berat 50 kg) masih diatas 850 ribu-an.
Lalu, mari coba perhatikan, berapa harga cabai merah dipasar saat ini. Di pusat pasar Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, harga cabai merah dibeli dari para petani diangka Rp. 10.000 saja, harga yang sejatinya jauh dari harapan para petani. Jangankan untung, harga demikian, balik modal pun susah. Dan, harga cabai merah tersebut sudah mengalami kenaikan, jika dibandingkan dengan harga beberapa minggu lalu, yang sempat menyentuh angka 5.000 rupiah saja.
Sebagai seorang pedagang yang trauma menjadi petani, saya bisa mengkalkulasikan penghasilan para petani cabai merah dengan luas 1.000 batang tersebut. Buah terbanyak yang bisa dihasilkan pada puncak panen adalah sebanyak 100 kg, dengan durasi 4 kali panen, dan berat beragam antara 10 - 50 Kg dibeberapa kesempata panen nya. Biasanya, cabai merah mampu dipanen hingga 12 kali, yang dipanen setiap minggunya (sekitar 3 bulan), dan jika diakumulasikan, dari 1000 batang cabai merah bisa meperoleh 1,t ton hingga selesai. 1.500 Kg x 10.000, maka penghasilan yabg diperoleh seorang petani adalah 15.000.000, dikurang modal 10.000.000, maka pendapatan bersih para petani hanya diangka 5 juta saja dalam rentang waktu 4 bulan. Worth it? Tentu saha tidak.
Lalu, berapa harga cabai merah sesuai standar, agar para petani bisa untung? Diangka 18.000 - 20.000, tidak boleh kurang. Bukan hanya cabai, komoditi pertanian lainnya saat ini juga mengalami penurunan, seperti tomat dan kubis. Meski, harga Wartel masih lumayan.
Siapa yang bisa menerapkan intervensi atas harga tersebut? Pemerintah.
Lalu, kemana Pemerintah? Sibuk safari politik menuju tahun politik pada 2024 nanti. Sementara para petani semakin tercekik, para politisi dipemerintahan sedang sibuk mencitrakan diri sebagai pilihan terbaik.
Pemerintah, secafa kharafiah sejatinya adalah organisasi yang bertugas mencipatakan kesejahteraan pada rakyat, dengan menerapkan peraturan perundang-undangan. Disaat inflasi, Pemerintag hadir melakukan intervensi harga. Disaat krisis ekonomi, pemerintah juga yang harus hadir untuk menstabilkan ekonomi. Itulah sejatinya fungsi dari keberadaan Pemerintah, yakni menciptakan keseimbangan didalam kehidupan warga negaranya.
Namun, yang terjadi saat ini, tidaklah demikian. Disaat para petani,profesi paling besar dinegeri ini hingga mendapat julukan negara agraris, sedang tercekik, para pemerintah malah lebih fokus pada urusan politik demi menyongsong Pemilu 2024 nanti.