Arogansi tidak selalu milik orang yang punya power atau kekuatan. Baik kekuatan dalam arti nyata maupun kekuatan dalam arti konotatif, kekayaan misalnya. Orang bodoh, orang miskin dan kaum marjinal, juga bisa memiliki arogansi.
Konvoi mobil Ferari di jalan raya, sangat bisa menimbulkan arogansi. Karena merasa mobilnya mahal dan hanya orang tertentu yang memilikinya, maka mereka menjadi ekslusif. Mereka merasa orang lain harus memahami dirinya, orang lain harus memahami bahwa mobil sport memang suaranya keras dan oleh karena itu lajunya juga  harus kencang.
Konvoi moge alias motor gede, juga bisa memunculkan arogansi. Karena motornya besar dan berat, serta mahal tentunya, sehingga tidak bisa sembarang berhenti. Maka konvoi moge sudah selayaknya dikawal oleh vorijder supaya bisa bebas menerabas lampu merah, dan pengendara serta pengguna lalu lintas lain diharap memakluminya.
Konvoi bersepeda, entah bersepeda bersama komunitasnya maupun bersepeda rame-rame karena ada event funbike, juga bisa menimbulkan arogansi. Saking arogannya, dengan semena-mena bisa melaju dengan santai saat lampu menyala merah di perempatan dan menyetop kendaraan lain yang sedang dapat lampu hijau. Arogansi juga bisa muncul dalam bentuk permintaan jalur sepeda khusus terproteksi, bukan lagi share the road sebagai interpretasi undang-undang lalu lintas bahwa pesepda harus dilindungi keselamatannya.
Rombongan pejalan kaki bahkan penyeberang jalan juga bisa memiliki arogansi. Â Karena merasa bahwa pejalan kaki adalah kaum paling lemah di jalan raya, maka semua pemakai jalan harus menghormati alias mengalah. Sehingga semua harus memaklumninya jika mereka menyeberang jalan tanpa menunggu menyalanya lampu hijau bagi penyeberang jalan.
Kita semua berpotensi menjadi arogan. Baik dalam kondisi apapun. Baik dalam kondisi mayoritas maupun minoritas. Baik dalam kondisi kaya ataupun miskin. Baik dalam kondisi terpelajar maupun awam. Baik bermobil, bermotor, bersepeda maupun jalan kaki. Partai politik yang besar sangat mungkin menjadi arogan karena kebesarannya, partai politik ang kecil juga bisa menjadi arogan karena kekecilannya.
Lalu apa penyebab semua ini?
Faktor individu dan kelompok adalah biang keladinya. Sifat arogan seseorang atau individu  bisa muncul ketika mereka memiliki power terlebih jika dia memiliki sifat yang reaktif maupun impulsif.
Faktor kelompok juga sangat mempengaruhi timbulnya sifat arogansi seseorang. Karena ikatan psikologis yang kuat antar anggota kelompok dapat memicu timbulnya perilaku massa. Sehingga jika ada seorang dalam kelompok tersebut terpancing emosinya maka akan dengan cepat menular kepada anggota lainnya.
Apapun bentuk dan sumbernya, arogansi tidak akan pernah mendatangkan kebaikan bagi orang lain atau masyarakat dalam arti lebih luas. Karena arogansi dapat dengan mudah berubah menjadi agresivitas yang pada akhirnya akan menimbulkan anarkisme. Oleh karena itu, tetaplah santun ketika sendiri maupun di tengah kelompok.
Bandung, 23 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H