Mohon tunggu...
JAMRIN ABUBAKAR
JAMRIN ABUBAKAR Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wartawan/penulis

Pegiat literasi sejarah dan budaya. Lahir di Desa Kombo, Damsel, Tolitoli, 7 Mei 1972. Pendidikan SDN Kombo (1985), SMPN 2 Donggala (1988), SMEA Negeri Donggala (1991), dan FISIP Universitas Tadulako (2000). Mengawali karier penulis dari media terbitan Palu; Suluh Nasional Nasional, Mercusuar, Mingguan Alkhairaat, Pelopor Karya dan beberapa media online. Tulisannya pernah dimuat Panji Masyarakat, Pembimbing Pembaca dan INTISARI. Mengikuti pelatihan; Program Pengembangan Eksekutif Manajemen Proyek Pertunjukan Seni (Jakarta, 2004) dan Lokakarya Penulisan Karya Tari dan Teater (Bogor, 2005) oleh Lembaga Manajemen PPM-Kelola), Sekolah Jurnalisme Kebudayaan (SJK) Kemendikbud RI-PWI Pusat (2012). Di antara buku yang diterbitkan; Orang Kaili Gelisah (2010), Menggugat Kebudayaan Tadulako & Dero Poso (2010), Guru Tua Pahlawan Sepanjang Zaman (2011), Misteri Negeri Seribu Megalit (2012), 9 Tokoh Bersejarah Sulawesi Tengah (2012), 13 Tokoh Bersejarah Sulaweai Tengah (2013), 15 Tokoh Bersejarah SulawesiTengah (2015), Donggala Donggala’ta dalam Pergulatan Zaman (2013), Matinya Sang Tadulako (Cerita Rakyat, 2013), Nakhoda Penunggang Badai (2017), Matinya Sang Tadulako Terkutuknya Mpolenda (2018), Ngilinayo (cerita rakyat, 2019), Nalingu (komik cerita anak, 2019), Sang Pionir Jagat Wartawan Sulawesi Tengah (2019), Donggala Kota Pusaka (2021), Kopiah Merah (2021), 22 Tokoh di Lintasan Sejarah Sulawesi Tengah (2022), Tenun Donggala Pusaka Nusantara (2022), Perompak Donggala (2023), Donggala: Sejarah Parlemen & Pemilu 1955-2019 (2023), Datang ke Palu Pergi ke Donggala: Pantun dan Puisi (2024)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kain Sutra Sang Putra Bajak Laut

20 April 2024   05:26 Diperbarui: 20 April 2024   06:37 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebelum rombongan diarak berjalan menuju ke tempat yang disediakan, lebih awal upacara disiapkan. Pettatua alias Tuan Haji memimpin penjemputan ditandai pembentangan kain tenun panjang warna-warni bergaris lurus. Jenis kain ini biasa dijadikan hiasan dinding atau sekat terbuat dari bahan kapas bercampur sutra buatan India. Kain panjang itu dibentangkan dan melingkari rombongan selama diarak dari pelabuhan hingga ke kediaman Putri Donggala.

Pettatua melantunkan syair dan pantun pada tamu rombongan dari Mindanau. Saling berhadapan dan berbalas syair diucapkan pula oleh tetua Mindanau. Tujuh penari berpakaian hitam mengayunkan tombak dan parang seraya berteriak dengan suara melengking.

Hentakan kaki dan badan memutar sesekali mengiringi langkah para tamu. Suara tambur bertalu-talu mengiringi tarian heroik itu disaksikan ratusan warga kota. Hiruk pikuk atraksi sangat meriah di jalan utama sejak dari pelabuhan.

Saat tiba di halaman rumah yang dituju, beberapa tetua negeri berjejer memberi sambutan naik ke rumah. Dari beranda depan hingga ruangan dipenuhi hiasan dinding warna-warni berjumbai.

Ibu-ibu berusia tua dengan pakaian merah dan kuning dilengkapi sarung sutra menghamburkan beras kuning pada seluruh tamu. Sebuah pilingan kain tenun sutra dan kapas diulurkan ke tangan Syariful lalu diarak menaiki tangga rumah.

Tetua negeri kembali melontarkan syair berisi pesan kesyukuran dan kegembiraan menerima tamu-tamu dari negeri seberang. Sebaliknya sesepuh Mindanau membalas sayair mengisahkan suka-duka pelayaran menaklukkan gelombang selama berhari-hari. Kini, semua kelelahan itu, kata sang tetua buyar sudah saat kaki diinjakkan di Donggala, kota yang namanya masyhur.

Beberapa hari kemudian, pesta digelar di alun-alun kota. Atraksi tarian ditampilkan selama dua hari dua malam. Puluhan ekor sapi tumbang buat masakan berbahan rempah-rempah Nusantara hingga aromanya tercium ke segala penjuru mata angin. Ahli-ahli masak di kota itu berkumpul meracik aneka menu yang lezat.

Ratusan tamu berdatangan memeriahkan kebahagiaan sang putra Mindanau dengan putri Donggala. Kedua pasangan pengantin bermahkota emas dan permata berjumbai. Ratusan lembar kain sutra berkilauan menghiasi arena pesta pernikahan.

***

Usai pesta. Beberapa hari berlalu, rombongan keluarga Mindanau bertolak ke negerinya. Pasangan pengantin baru masih menetap di Donggala. Puluhan kerabat pengantin wanita ikut mengantar tamu sampai di pelabuhan.

Peti-peti dari Mindanau diisi kembali. Berlembar-lembar kain sutra buat cenderamata bagi tamu yang kembali ke Mindanau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun