Acara nasional yang satu ini cukup menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia. Banyak fenomena yang terjadi pada Pemilu 2014, salah satunya adalah partai politik yang mengalami kerusakan. Banyak parpol yang anggotanya sering mengalami permasalahan, diantaranya kasus korupsi , perselingkuhan dan masih banyak lagi. Permasalahan tersebut mengakibatkan turunnya popularitas parpol sehingga mengalami kerusakan sangat parah dalam hal perekrutan politik, kaderisasi politik, dan pendidikan politik. Tanpa merasa risih atau malu para pejabat, suami, istri, anak, menantu, keponakan, dan kerabat, serta para artis dan para penguasa uang ramai-ramai mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif.
Tanpa melakukan seleksi kader-kader yang memiliki kompetensi dan kualitas teruji, serta memiliki integritas tepecaya dan siap beraksi di atas panggung politik pemilu. Bukannya mengatasi masalah, justru menambah masalah. Tidak itu saja, dana yang harus dimiliki oleh setiap caleg untuk “menyogok” rakyat supaya memilih sang caleg saat pemilu pun tidak sedikit. Bunyinya miliaran rupiah. Tentu saja bagi sang penguasa, bunyi miliaran itu tidak menjadi masalah. Terkadangpenyogokan berupa bantuan sembako, jalan-jalan, uang tunai dan lainnya. Namun semua itu tergantung pada persepsi rakyat masing-masing.
Hal ini tentunya sudah menjadi hal yang biasa dalam Pemilu, sehingga asas LUBERJURDIL tidak lagi menjadi acuan. Hal ini membuktikan bahwa uang juga telah menjerumuskan partai politik di Indonesia menjadi “pilar korupsi”, dan bukan lagi menjadi pilar demokrasi. Parahnya lagi, para politikus yang tersangkut masalah korupsi yang masih sedang dalam proses, namun tetap saja disebut dengan praduga tak bersalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H