Mohon tunggu...
Jamiatus saadah
Jamiatus saadah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

INTP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pengembangan Regulasi Emosi Sejak Dini

22 November 2022   11:52 Diperbarui: 22 November 2022   11:57 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Pernarkah anda merasa frustasi, kewalahan atau berlarut dalam kesedihan, ketika kita dihadapkan suatu kondisi yang mengakibatkan terjadinya suatu emosi pada diri kita, misalnya merasakan emosi negatif, apa yang harus kita lakukan? Regulasi emosi.
  Emosi jangan di sangkal, di tahan namun diterima dan dikenali lebih dalam. Emosi sebenarnya tidak bisa di hentikan tapi emosi bisa diterima,  regulasi emosi bukan berarti bagaimana caranya agar tidak sedih saat sedih atau agar tidak marah saat marah, akan tetapi bagaimana menangani saat diri kita saat merasakan emosi-emosi  tersebut. Bagaimana supaya kita tidak terus terlarut dalam emosi tersebut. Menurut Paul Ekman enam dasar emosi manuasi meliputi emosi marah, jijik, takur, bahagia, sedih dan terkejut.  Emosi memiliki fungsi, salah satunya adalah sebagai alat komunikasi dengan orang lain dan memberitanda pada orang mengenai keadaan kita, emosi sebaiknya diungkapkan namun perlu adanya pengaturan-pengaturan.


  Regulasi emosi bukanlah keterampilan yang kita miliki sejak lahir. Regulasi dalam KBBI diartikan sebagai peraturan atau cara untuk  mengendalikan. Gross mendefinisikan regulasi emosi sebagai cara individu mempengaruhi emosi yang mereka miliki, kapan mereka merasakannya dan bagaimana mereka mengalami atau mengekspresikan emosi tersebut. Regulasi emosi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi keadaan emosi diri sendiri. Ini dapat melibatkan peningkatan emosi positif, penurunan emosi negatif, atau keduanya. Secara umum, ini melibatkan perubahan pikiran atau perilaku , baik secara sadar ataupun tidak sadar.


Apakah regulasi emosi sama dengan control emosi?


  Mengontrol emosi kita adalah salah satu cara untuk mengatur, mengelola, atau mengubah emosi. Tapi itu bukan satu-satunya cara. Menerima emosi kita atau melakukan sesuatu yang non-emosional adalah cara lain untuk mengubah emosi kita tanpa mengendalikannya secara langsung. pengendalian emosi mungkin tidak selalu berhasil dan mungkin tidak selalu bermanfaat. Misalnya, jenis kontrol emosi tertentu seperti penindasan---atau menyembunyikan perasaan kita---sebenarnya dapat berdampak negatif jangka panjang.
  Pada umumnya strategi mengatur emosi membuat kita merasa lebih baik dalam jangka pendek, namun tidak semua strategi dalam meregulasi emosi membuta diri seseorang merasa lebih baik untuk janggka panjang. misalnya orang yang minum-minuman alkolohol. contoh regulasi emosi seorang anak  adalah ketika dia merasa takut akan dihukum ketika membuat sebuah kesalahan sehingga berusaha menutup-nutupinya padahal pada akhirnya mungkin diketahui juga oleh orang tuanya dan mungkin tetap akan mendapatkan hukuman. Dalam hal ini, anak itu telah memberi respon yang tidak tepat terhadap rasa takutnya karena ternyata apa yang dilakukannya sia-sia. Akan tetapi, apabila kita sedang dikejar hewan buas di hutan, maka berlari sebagai respon terhadap perasaan yang sama, yaitu "rasa takut" dapat merupakan respon yang tepat


 Strategi regulasi emosi

Menurut Garnefski, Kraj dan Spinhoven (2001), terdapat sembilan strategi regulasi emosi kognitif, yaitu: (1) Self-blame, menyalahkan diri sendiri atas kejadian negatif yang dialami. (2) Penerimaan menerima keadaan yang dihadapinya. (3) Ruminasi atau bias berfokus pada pikiran atau perasaan tentang peristiwa negatif yang dialaminya. (4) Penyelarasan positif ketika Anda memilih untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan daripada peristiwa negatif. (5) Fokus kembali pada perencanaan, apa yang harus dilakukan dan bagaimana menghadapi kejadian negatif yang menimpa mereka. (6) Pemikiran re-evaluasi positif tentang manfaat yang akan diperoleh dari peristiwa atau hal-hal yang dipelajari dari peristiwa tersebut. (7) Setting perspektif, yaitu menganggap serius peristiwa yang dialaminya (8) Catastrophizing, yaitu membayangkan bahwa peristiwa negatif yang dialaminya adalah sesuatu yang sangat buruk dan mungkin merupakan hal terburuk yang pernah dialaminya. (9) Menyalahkan orang lain, yaitu menyalahkan orang lain atas peristiwa yang sedang dialaminya.

 
  Kompetensi emosional berfokus pada kemampuan anak untuk mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi yang berbeda. Anak yang mengendalikan emosinya nantinya dapat mengembangkan citra diri yang positif dan menjadi pribadi yang percaya diri. Sejak kecil, manusia sudah mampu mengenali emosi seperti kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, dan kemarahan. Sebagai seorang anak, perasaan ini juga berkembang menjadi rasa malu, terkejut, bersalah, bangga, dan empati. Dengan pengalaman, perasaan ini juga berkembang dan setiap anak menghadapinya secara berbeda, yang merupakan peran penting orang tua dalam mengarahkan perkembangan emosi anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun