Negara di seluruh dunia saat ini sedang ancang-ancang untuk menaikkan pajak rakyatnya.
Orang-orang yang tergolong kaya akan menanggung pajak yang lebih tinggi dari biasanya.
Ini dilakukan karena kas negara hampir seluruh negara di  planet bumi mengalami kekeringan akibat membiayai penanganan pandemi covid-19 dan stimulus yang harus dikeluarkan untuk menahan laju turunnya pertumbuhan ekonomi agar tak resesi terlalu dalam.
Kita di Indonesia, wacana ini tengah digodok oleh pemerintah bersama DPR sebagai lembaga legislatif. Dan kita tahu bahwa rencana kenaikan pajak ini menjadi heboh, dan yang lucunya adalah orang-orang yang tidak akan pernah tersentuh kenaikan pajak yang paling heboh. Sedangkan yang akan terkena kenaikan pajak masih anteng-anteng saja. Â Sungguh negeri anomali.
Kalau menjelaskan kegunaan pajak dengan berbagai jargonnya, sepertinya kurang pas - sulit untuk dipahami. Tapi saya mencoba mendekatinya dengan ilustrasi yang lebih mudah dicerna dan dimengerti.
Katakanlah seorang ayah memiliki 5 orang anak. Semua anak-anaknya sudah mandiri dan masing-masing telah berkeluarga.
Ayah yang sudah berumur ini masih aktif bekerja, karena tubuhnya masih sehat dan pikirannya masih jernih. Ia juga terkenal sebagai pekerja keras sejak usia muda.
Kelima orang anaknya juga sudah mandiri semuanya, tidak lagi bergantung kepada orang tuanya.Â
Memang secara ekonomi keadaanya tidak semuanya baik, anak pertama paling kaya raya - anak kedua lebih kurang kayanya, begitu seterusnya sampai yang bungsu. Yang bungsu paling miskin secara ekonomi diantara saudaranya.
Satu hari si ayah mengalami stroke, dan tidak lagi bisa bekerja. Ia hidup sendiri ditemani oleh seorang suster yang membantunya beraktifitas sehari-hari, karena memang kemampuan bergeraknya menurun sekali.