Mohon tunggu...
HERRY SETIAWAN
HERRY SETIAWAN Mohon Tunggu... Konsultan - Creative Coach

membantu menemukan cara-cara kreatif untuk keluar dari kebuntuan masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Tinggal Kota, Halo Desa Aku Datang

2 Juni 2021   09:18 Diperbarui: 2 Juni 2021   09:43 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada momentum yang paling tepat kecuali saat ini - mari kita berbondong-bondong kembali ke desa. Tentunya untuk mereka yang masih punya desa, kalaupun tidak punya desa, jangan bersedih hati. Ada puluhan ribu desa di Indonesia yang siap menanti kehadiran kita sebagai warganya.

Mengapa saat ini menjadi waktu yang paling tepat? Semua karena pandemi - tren dunia saat ini menunjukkan bahwa masa depan berada di desa atau didaerah dengan lingkungan yang masih asri. 

Kota yang penuh sesak dengan segala kebisingannya sudah tidak lagi menjadi daya tarik untuk ditinggali.

Arah sejarah umat manusia mulai bergerak memutar, gelimang kemewahan kota-kota besar ternyata tidak membuat orang menjadi lebih bahagia dan sehat, apalagi mereka yang masih berjuang dan tinggal didaerah-daerah kumuh kota.

Kita yang tinggal di Indonesia sungguh beruntung, seperti orang yang memenangkan lotere. Daerah kita luas sekali, untuk menggambarkan betapa besarnya wilayah Indonesia, bisa dilihat dari zona waktunya - kita berada di 3 zona waktu. Sehingga kita tidak perlu kebingungan untuk menjadi selaras dengan tren dunia saat ini.

Kita bukan Singapura atau Hongkong - yang hanya punya tanah seiprit untuk ditinggali. Sehingga mereka harus membangun suasana alam artifisial agar merasa tinggal ditengah-tengah "desa".

Kita pasti bisa bertahan bahkan berkembang maju jika tinggal di desa, jangan lagi memiliki gambaran kehidupan desa 20 atau 30 tahun lalu. Sekarang desa dan kota sudah hampir tak lagi berjarak. Semua karena teknologi.

Didesa, kita tidak perlu bangun pagi-pagi sekali untuk pergi ke kantor berdesak-desakan di angkutan umum dan pulang kantor yang juga berdesakan bahkan kerap tertindih kaki orang lain.

Didesa, kita tak harus tidur dikamar-kamar yang kecil dan panas karena tak berpendingin udara. Atau harus membayar mahal yang menghabiskan uang yang banyak dari gaji yang diterima setiap bulan untuk mendapatkan kamar yang besar dan berpendingin udara. 

Didesa kita bisa mendapatkan udara yang segar ke mana pun kita pergi dan tidur di tempat yang luas, bahkan kadang beratapkan langit. Dan ini sebuah kemewahan di kota.

Didesa, kita bahkan tetap bisa makan walaupun di kantong tak tersisa rupiah - yang mana ini tidak mungkin bisa kita dapatkan jika tinggal di kota.

Jadi, desa memang lebih baik dari kota.

Untuk berkembang didesa, semua sarananya sudah ada kalau kita mau memandangnya dengan cara yang kreatif. Karena kreatif sudah menjadi energi hidup yang harus dimiliki untuk bertahan di masa sekarang dan yang akan datang.

Listrik - hampir semua desa sekarang sudah diterangi oleh listrik, kalaupun listrik ada tapi masih belum mencukupi, bisa menggunakan panel surya atau pembangkit angin dan pembangkit air.

Internet - hampir sama dengan listrik, hambatan untuk mendapatkan akses internet hampir tak ada lagi.

Pekerjaan - wah, ini hampir tak lagi berkendala. Mau pekerjaan yang tersedia didesa ataupun pekerjaan di luar desa.

Pekerjaan didesa banyak sekali, mulai yang tradisional - bercocok tanam sampai dengan yang bersentuhan dengan teknologi, semua ada.

Biaya hidup - didesa tidak membutuhkan uang yang banyak untuk tetap bisa hidup. Semua barang esensial tentunya lebih murah daripada di kota.

Jadi mau apalagi tinggal di kota. Beranikan diri untuk berpindah, mungkin awalnya tidak begitu nyaman, tapi lama kelamaan kita tak mampu lagi meninggalkannya sedetik pun - karena kebahagiaan dan damai yang disodorkannya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun