Jam masih menunjukkan jam 12.00 malam lewat sedikit, tapi keramaian di pasar induk sudah hampir mencapai puncaknya. Orang berlalu lalang memikul barang dan menjinjing tas berisi sayuran dan rempah-rempah.Â
Canda tawa lepas terdengar renyah ditelinga  antara pedagang dan pembeli -- seolah mereka hendak saling berbagi kegembiraan. Itulah gambaran paling jelas bagaimana mereka sudah memulai kegiatan hariannya sedangkan sebagian besar masih meringkuk diperaduan: mungkin sedang mimpi indah atau bahkan tak bisa lelap karena banyak persoalan yang masih harus dipikirkan, sehingga kantuk enggan menghampiri.Â
Usaha: mereka melakukan atau berkegiatan untuk sebuah maksud dan tujuan.Â
Ada yang terbebani untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa  ada kesempatan untuk menabung sisanya. Lalu  ada lagi yang harus berputar-putar otaknya memikirkan bagaimana bisa membayar gaji karyawan yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan pemasukan turun tidak mencukupi. Ada yang harus mencari hutangan untuk membayar tagihan yang tak bisa lagi diabaikan -- karena yang dihutangi sudah tak bisa lagi memberi hutang. Hutang menutup hutang. Itulah sekelimut hidup keseharian manusia, belum lagi masalah-masalah lainnya yang tak kalah banyak dan rumitnya.Â
Tapi bagimanapun besar atau kecilnya masalah tetap harus diusahakan untuk diselesaikan. Masalah tak boleh dibiarkan -- tapi boleh ditunda untuk diselesaikan.Â
Lalu pertanyaannya -- sampai dimana kita boleh berusaha?, dan apabila melewati batas itu kita harus berhenti untuk berusaha.Â
Setiap orang memiliki ketahanan yang unik. Satu orang akan berbeda dengan yang lain, sehingga mungkin lebih baik diberikan batasan yang bersifat sangat subjektif sekali.Â
Batas usaha: berusahalah sampai dengan titik dimana fisik, akal budi dan akal sehat Anda sudah maksimal. Jangan melewati batas maksimal tersebut, karena jika dipaksakan justru akan mendatangkan masalah yang lebih besar lagi. Contoh ekstrim mungkin adalah mereka yang bunuh diri atau menjadi gila.Â
Lalu sisi yang berikutnya adalah berharap.Â
Semua dari kita pasti berharap. Karena katanya dengan berharap "energi hidup" kita akan meningkat. Apakah itu berharap untuk pekerjaan yang lebih baik, berharap mendapatkan pasangan yang sesuai, berharap memiliki rumah baru, berharap untuk liburan dan mungkin jangan dilupakan yaitu berharap agar pandemi covid-19 segera berakhir. Tapi jangan salah juga, jika harapan yang tidak bisa terpenuhi akan memberikan feedback yang negatip terhadap kehidupan kita. Bahkan pada orang-orang tertentu bisa menyebabkan timbulnya sikap apatis akan hidupnya. Lalu bagimana bentuk harapan yang baik?.Â
Harapan yang memberikan manfaat adalah harapan yang memampukan kita memulai hari-hari dengan bergairah. Â
Harapan itu tidak boleh terlalu kecil dan juga tidak boleh terlalu besar. Masing-masing orang memiliki batas ambangnya masing-masing.Â
Konon katanya -- mereka yang mampu menyeimbangkan antara berusaha  dan berharap, adalah orang-orang yang secara materi berkecukupan dan secara spiritual berkelimpahan.Â
Orang-orang tipe ini memiliki kegembiraan, kehangatan, kepercayaan diri, kecerdikan dan kepintaran diatas rata-rata orang biasa. Kehadiran mereka selalu memberikan nuansa dan suasana baru bagi sekelilingnya. Vibrasi yang mereka pancarkan mampu mendatangkan sinar-sinar kebaikan untuk mereka yang terhubung dengannya. Bukankah dalam hidup ini itu yang kita cari?. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H