Mohon tunggu...
James P Pardede
James P Pardede Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis itu sangat menyenangkan...dengan menulis ada banyak hal yang bisa kita bagikan.Mulai dari masalah sosial, pendidikan dan masalah lainnya yang bisa memberi pencerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mari Bicara Jujur pada Diri Sendiri

16 Desember 2018   11:01 Diperbarui: 16 Desember 2018   11:11 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman buruk ketika mengurus administrasi kependudukan membuat banyak warga negara Indonesia yang tidak mendapatkan layanan tersebut. Pasalnya. di beberapa tempat ada banyak birokrasi yang harus dilalui. Ini alasan awal kenapa banyak masyarakat yang mau mengurus administrasi kependudukan menempuh jalur ilegal dan siapnya lebih cepat. Biarlah keluar sedikit uang yang penting punya kartu keluarga dan kartu tanda penduduk (KTP). Sekarang berubah menjadi KTP elektronik (e-KTP).

Sedikit gambaran bagaimana pengalaman saya saat mengurus Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) beberapa tahun lalu sebelum diberlakukannya perekaman secara online. Ada tawar menawar antara pegawai kelurahan dengan saya waktu itu. Kalau mau cepat silahkan sediakan uang Rp 250 ribu. Kalau sedikit agak lama Rp 100 ribu atau Rp 150 ribu. Padahal, pada waktu itu sudah ada spanduk di depan kantor kelurahan yang menuliskan 'pengurusan KK dan KTP Gratis". 

Karena beberapa pertimbangan, saya menggunakan jalur birokrasi yang diatasnya. Saya berkeras waktu itu untuk bertemu dengan Lurahnya langsung dan akhirnya KK dan KTP saya selesai dalam waktu 2 hari. Itu cerita masa lalu.

Sekarang sudah berbeda, saat melakukan perekaman administrasi kependudukan secara online sudah dilaksanakan di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kalaupun ada perekaman di kantor kecamatan atau kelurahan mungkin hanya untuk mempercepat prosesnya saja. Yang jadi masalah saat ini adalah setiap kali mengurus KK dan e-KTP alasan klasik yang disampaikan adalah BLANKO-nya habis. Silahkan menunggu beberapa saat dan waktu yang tak jelas sampai kapan.

Karena sulitnya mendapatkan e-KTP, ada banyak oknum yang mencoba mengambil keuntungan dengan keadaan ini. Karena, untuk melakukan segala aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan, perbankan atau instansi lainnya adalah memiliki e-KTP. Untuk mengurus BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dibutuhkan e-KTP, untuk urusan berangkat dengan pesawat terbang harus menunjukkan identitas bernama e-KTP. 

Menggunakan e-KTP palsu sekalipun akhirnya menjadi pilihan masyarakat karena desakan kebutuhan. Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian semia pihak, terutama kementerian dalam negeri yang membawahi pengurusan administrasi kependudukan ini. Jangan beri celah bagi oknum-oknum yang mencoba mencari keuntungan dari pengurusan administrasi kependudukan.

Sudah saatnya kita melakukan evaluasi terhadap diri sendiri, mari kita bicara jujur pada diri sendiri. Kalau memang blankonya habis, kenapa ada blanko e-KTP yang diperjualbelikan? Kalau memang ini caranya oknum untuk mendapatkan uang, buat apa memilih bekerja sebagai pelayan masyarakat sebagai apratur sipil negara (ASN). Lebih baik jadi pengusaha saja atau letakkan jabatan tersebut dan berikan kesempata kepada orang lain yang membutuhkan dan benar-benar mau bekerja untuk melayani masyarakat tanpa pamrih.

Setiap hari sebelum berangkat bekerja atau sehabis mandi, kita akan bercermin. Coba amati wajah kita sendiri dan bicara jujur pada diri sendiri. Apakah hari ini berangkat bekerja akan melayani masyarakat dengan jujur dan tanpa pamrih. Atau apakah hari ini ketika kita berangkat dari rumah hendak mengurus administrasi kependudukan mengikuti jalur yang benar. 

Sistem yang dibuat pemerintah dalam pengurusan e-KTP sebenarnya sudah terpadu, hanya saja ada beberapa daerah atau SDM yang bekerja di dalamnya kurang memahami hal ini. Bukti bahwa masih banyaknya warga negara kita yang belum memiliki e-KTP adalah ketika Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beberapa waktu lalu mengadakan program Gerakan Indonesia Sadar Administrasi (GISA) ada puluhan ribu masyarakat menyerbuu tempat pengurusan KK dan KTP yang datang dari berbagai kabupaten/kota. Masyarakat rela antri berjam-jam demi untuk mendapatkan administrasi kependudukan.

Beberapa dari masyarakat yang merasa kecewa dan terpaksa mundur karena banyaknya waga yang mengurus KK dan KTP berharap, agar proses pengurusan KK dan e-KTP di kabupaten/kota dilakukan dengan jujur dan transparan. Waktu dan tempat pengurusannya juga harus benar-benar disosialisasikan. Karena, ketika mengurus e-KTP di salah satu kota di Sumatera Utara misalnya, bisa sampai 6 bulan e-KTP yang diurus tak siap-siap juga, bahkan ada yang sudah satu tahun tak memiliki e-KTP dan hanya bermodalkan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil saja. 

Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja ASN di kabupaten/kota perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Agar, semua ASN yang bertugas dalam melayani masyarakat tidak mencari celah atau upaya-upaya negatif demi untuk mendapatkan keuntungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun