Satu hal menarik dan membuat pikiran kita fresh lagi adalah saat memutuskan untuk meninggalkan rutinitas seharian yang menyita tenaga dan pikiran. Pilihan menarik menikmati udara segar adalah wisata alam ke hutan atau ke kawasan pegunungan yang memiliki hawa dingin dan segar.Â
Salah satunya adalah saat memasuki kawasan hutan wisata Bukit Lawang, Tangkahan di Langkat atau kawasan Tahura menuju Berastagi. Pohon-pohon berbagai jenis menjulang tinggi, daunnya hijau dan terasa sangat segar ketika sedang berada di kawasan hutan yang masih lestari.
Seperti kita ketahui bersama, pohon atau tanaman ketika melakukan fotosintesis, maka ia akan membutuhkan Carbon Dioksida (CO2) yang kita keluarkan melalui saluran pernafasan. Sebaliknya, manusia yang juga hidup dimuka bumi ini membutuhkan Oksigen (O2) yang dihasilkan oleh tanaman.Â
Manusia dan tumbuhan memiliki kekerabatan yang tak bisa dipisahkan karena saling membutuhkan. Seringkali kita melupakan satu hal, bahwa secara holistic kita bagian dari alam semesta. Kita lupa bahwa alam beserta isinya Tuhan ciptakan untuk bersinergi.
Kita lupa bahwa menjaga-merawat-melestarikan alam berarti menjaga hidup kita sendiri. Menjaga-melestarikan mengandung makna menyempurnakan karya penciptaan Tuhan. Maka, alampun berbuat yang sama menyediakan yang kita butuhkan. Bila 10 tahun terakhir alam menuntut balas dengan banjir bandang di sembarang tempat, tanah longsor, Â salah satu penyebabnya adalah karena manusia menjadi "musuh" alam: tidak bersahabat dengan alam.
Ketika kita hidup harmonis dengan alam berarti kita juga harus harmonis dengan sesama manusia. Hidup harmonis ditandai dengan tanggung jawab menjaga kualitas udara dan air yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Apabila kita memusuhi alam dengan membabatnya sampai habis, perlahan namun pasti alam juga akan gusar dan menjadikan kita kekeringan, kesulitan air minum, musim tanam berubah-ubah, hasil panen yang tidak banyak serta akibat buruk lainnya ketika kita benar-benar memusuhi alam ciptaan Tuhan.
Isu paling hangat saat ini diperbincangkan adalah isu pemanasan global. Berdasarkan penelitian para ahli selama beberapa dekade menunjukkan bahwa makin panasnya suhu bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. PBB sendiri telah membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan International Panel on Climate Change (IPCC).Â
Dimana setiap beberapa tahun sekali ribuan ahli dan peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan pemanasan global dan membuat kesimpulan dari hasil pertemuan tersebut.
Salah satu temuan IPCC adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggungjawab langsung terhadap pemanasan global yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan serta pembangkit listrik.
Planet kita pada dasarnya membutuhkan gas-gas tersebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan gas rumah kaca, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali karena tidak adanya lapisan yang mengisolasi panas matahari. Sebagai perbandingan, planet Mars yang memiliki lapisan atmosfer tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca.
Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen  Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan karena pohon-pohon yang mati (ditebangi) akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer.