Mohon tunggu...
James P Pardede
James P Pardede Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis itu sangat menyenangkan...dengan menulis ada banyak hal yang bisa kita bagikan.Mulai dari masalah sosial, pendidikan dan masalah lainnya yang bisa memberi pencerahan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pertambangan jadi Daerah Tujuan Wisata Baru

1 Januari 2014   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:15 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_302971" align="aligncenter" width="650" caption="Tambang PT NNT"][/caption]

Foto-foto diambil dari www.ptnnt.co.id dan Facebook Newmont Nusa Tenggara

Awal tahun 2013 lalu, saya berkesempatan untuk pulang ke kampung halaman di Kabupaten Mandailing Natal. Bertemu dengan orang tua dan sanak saudara. Ada yang menggelitik saat saya berbincang-bincang dengan masyarakat di sana. Topik hangat dan menarik yang selalu jadi ‘head line’ di warung kopi adalah penambangan emas di kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal. Lokasi penambangan tidak begitu jauh dari tempat tinggal saya.  Lokasi ini bisa ditempuh dengan bersepeda motor, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.

Ibu saya waktu itu menceritakan nama orang-orang yang telah berhasil mendapatkan emas dan meraih keuntungan sampai puluhan dan ratusan juta rupiah. Jauh di lubuk hati saya waktu itu, terlintas satu keinginan untuk ikut terjun dan mencoba keberuntungan siapa tau saya juga bisa dapat emas. Tapi itu hanya keinginan di dalam hati dan tidak diungkapkan secara langsung kepada orang tua.

Mendengar dan menyaksikan para penambang liar menjadi orang kaya baru, punya rumah bagus dan mobil baru, ada juga informasi yang menggiurkan bahwa dalam 1 karung bijih emas bisa menghasilkan 1 kg emas, masuk akal jika banyak warga lokal yang tergiur ikut menambang. Apalagi Muspida setempat tak serius melakukan penertiban. Saya pun mulai melakukan investigasi kecil-kecilan. Saat melintasi jalan menuju lokasi tambang melewati Desa Tambuski, Humbang Satu dan Tarutung Panjang. Lokasi penambangan ada di Kecamatan Naga Juang Madina, beberapa tempat di sisi kiri dan kanan jalan yang dijadikan sebagai tempat pemisahan biji emas dari batu, pasir dan tanah (mesin galundung). Saya melihat proses pemisahan emas dari bebatuan, yang menurut salah seorang pekerja bisa memakan waktu sampai berjam-jam.

Bukti orang-orang yang telah berhasil mengeruk keuntungan dari penambangan liar di kawasan hutan itu memang nyata dan terlihat dengan jelas bahwa mereka telah memiliki rumah mewah, mobil dan simpanan uang di bank. Orang-orang yang telah berhasil mendapatkan keuntungan dari penambangan itu menjadi trending topik ibu saya dan membandingkannya dengan keberadaan saya yang hanya seorang dosen dan pengajar di perguruan swasta. Sempat juga saya hampir emosi ketika ibu saya membandingkan penghasilan saya dengan penambang emas liar itu.

Saya pun mulai memberikan argumentasi positif kepada ibu saya, bahwa penambangan secara liar itu merusak lingkungan. Keuntungan yang diperoleh juga hanya keuntungan sesaat karena mereka melakukan penambangan secara liar yang sewaktu-waktu bisa dihentikan ketika pemerintah dan aparat berwenang melakukan tindakan tegas. Atau ketika musibah longsor terjadi dan memakan korban.

Berdasarkan informasi dari masyarakat yang menambang, sebelumnya tambang emas yang dilakkukan PT SM sejak 1998 memperoleh izin dari Presiden RI (waktu itu) HM Soeharto. Hingga saat ini, kabarnya perusahaan tambang ini belum berproduksi, walaupun dikabarkan sudah menanamkan investasi dalam jumlah tidak sedikit. Keberadaan tambang emas ini justru membuat bingung dan heran sejumlah warga di Madina. Belum ada tanda-tanda perusahaan tambang raksasa ini akan berproduksi.

Setelah masyarakat mengetahui PT. SM baru tahap eksplorasi dalam rentang bertahun-tahun, lantas beberapa warga mencoba melakukan penyelidikan. Kemudian tersiar kabar, perusahaan telah mengeruk emas dari wilayah kontrak karya. Spontan, mendengar ini, warga dari berbagai penjuru di wilayah Mandailing Natal mulai masuk ke lokasi kontrak karya, apalagi kawasan ini diklaim warga sejak dulu dikelola warga secara turun-temurun. Kawasan itu menjadi kebun masyarakat dari zaman nenek moyang. Tak berlangsung lama, masyarakat pun mulai melakukan penambangan dan mengeruk keuntungan.

Februari 2013 lalu, kawasan tambang ini longsor dan memakan korban. Lubang-lubang yang dibuat penambang telah memakan korban, karena tidak resmi dan mereka hanya memiliki safety seadanya. Gambaran dan pengamatan  langsung ke lokasi tambang ini membuat saya jadi bingung. Apakah penambangan di tempat lain juga mengalami hal serupa ? Dimana masyarakat justru menguasai kawasan tambang setelah mereka tahu di lokasi itu ada emas atau bahan tambang lainnya, walaupun pada prinsipnya perusahaan yang memiliki izin resmi telah beroperasi sebelumnya.

Lantas, saya pun mulai berselancar di dunia maya untuk mencari informasi apakah di Indonesia ada perusahaan tambang resmi yang memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan, kesejahteraan masyarakat di sekitarnya dan kontribusi positifnya dalam mendukung percepatan pembangunan daerah tempat dimana perusahaan itu berpijak.

Dari banyaknya perusahaan tambang emas di negeri ini, saya menemukan perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang beroperasi di projek Batu Hijau Maluk kabupaten Sumbawa Barat dan Elang Dodo Rinti Sumbawa yang sangat peduli dengan keberlangsungan lingkungan di sekitarnya.

Karena kepeduliannya terhadap pelestarian alam, PTNNT menerima penghargaan “Penanaman Satu Milyar Pohon Tahun 2010” dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI) dalam peringatan “Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional Tahun 2011” di Bukit Merah Putih, Indonesia Peace and Security Centre, Sentul, Bogor, Jawa Barat.

[caption id="attachment_302974" align="aligncenter" width="683" caption="Penanaman Pohon di Areal Tambang"]

1388591114558702907
1388591114558702907
[/caption]

Terkait dengan penghargaan ini, PTNNT telah melakukan reklamasi meski operasi tambang masih berjalan, yaitu dengan menanam 1800 pohon per hektar di dalam 689 hektar lahan yang sempat terganggu. Dimulai dari proses pembibitan 48 jenis pohon lokal dan selanjutnya ditanam sesegera mungkin pada lahan-lahan yang dibuka untuk meminimalkan luas tanah terbuka dan mencegah erosi yang dapat mempengaruhi mutu air.

Tidak hanya penanaman pohon, PTNNT sedang menyiapkan program kerja reklamasi dalam rangka melaksanakan kewajiban yang tertera dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P63/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Selain reklamasi lahan bekas tambang, PTNNT juga mendukung program One Man One Tree dan One Billion Indonesian Trees yang dicanangkan oleh Kementerian Kehutanan.

Dalam kategori lingkungan, PTNNT telah memperoleh penghargaan PROPER Hijau lima kali berturut-turut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan dua kali penghargaan Aditama dari Kementerian ESDM.

Keberadaan tambang tidak hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, tetapi juga mampu untuk membuka peluang usaha khususnya bagi masyarakat yang pandai membaca peluang bisnis. Kita bisa melihat ada berapa banyak warung nasi khususnya yang berlokasi di gate ini. Atau berapa ratus tukang ojek yang setiap harinya mangkal baik untuk mengantar masuk kerja maupun mengantar pulang karyawan. Aktifitas ini berlangsung setiap hari, belum lagi pengusaha lokal yang memiliki modal cukup besar. Bisa dengan mudah memsukkan barang yang menjadi kebutuhan perusahaan dengan menjadi Subkon. Berdasarkan informasi yang diolah dari www.ptnnt.co.id, adanya wacana PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) tutup pada awal Januari 2014 cukup meresahkan 9.000 karyawan yang selama ini menggantungkan hidup pada perusahaan yang terletak di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat itu. Pemberitaan yang simpang siur tentang tutupnya PTNNT, menurut perspektif pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Prayitno Basuki, harus dilihat dari beberapa sisi. Mulai dari keprihatinan kita terhadap nasib ribuan karyawan sampai kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang mencapai Rp 40 - Rp 60 miliar per tahun. Dari jumlah itu, 60 hingga 80 persen PAD didapatkan dari sektor pertambangan. Menyikapi tuntutan pemerintah bahwa PTNNT harus membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), harus ditelaah lebih dulu. Pembangunan satu smelter, membutuhkan biaya paling tidak Rp. 5 triliun, sedang waktu pembuatannya memakan waktu 18 bulan. Pembangunan smelter tidak bisa di sembarang tempat, karena limbahnya harus menjadi produk yang berguna. Kalau di Sulawesi, limbah dari smelter yang berupa tanah liat atau batu, akan diolah menjadi bahan baku semen pada perusahaan Tonasa. Kementerian Energi dan Mineral dan PTNNT telah membahas bersama mengenai hilirisasi pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Meski pembangunan smelter khusus untuk tambang Batu Hijau tidak layak secara ekonomi karena berbagai aspek, PTNNT tetap bersedia melakukan diskusi untuk membentuk konsorsium dengan Pemerintah, para pelaku usaha dari industri lain, dan para ahli independen untuk melakukan studi menyeluruh tentang kemungkinan pembangunan smelter baru di dalam negeri. Untuk keberlangsungan PTNNT, pemerintah, pihak PTNNT serta stakeholder harus duduk bersama untuk mencari kata sepakat agar kesejahteraan masyarakat dan karyawan yang bekerja bisa terjamin dan berkesinambungan. [caption id="attachment_302975" align="aligncenter" width="600" caption="Berwisata sambil belajar tentang pertambangan di PT NNT"]

1388591295563783044
1388591295563783044
[/caption] Menulis tentang pertambangan PTNNT secara lebih rinci rasanya tidak akan lengkap dan original kalau hanya mengadopsi beberapa informasi yang ada di www.ptnnt.co.id. PTNNT secara berkesinambungan mengundang berbagai elemen untuk melihat lebih dekat operasi tambang dan kehidupan sekitarnya. PTNNT menawarkan konsep keterbukaan dengan membuat program Sustainable Mining Bootcamp IV. Dengan mengundang beberapa masyarakat dari berbagai kalangan ‘berwisata’ sekaligus belajar tentang pertambangan akan memberikan pemahaman yang tepat tentang pertambangan kepada masyarakat. Melihat dan merasakan langsung, menjadikan PTNNT sebagai salah satu daerah tujuan wisata sekaligus beroleh ilmu tentang pertambangan. Mendapatkan kesempatan menjadi salah seorang peserta Sustainable Mining Bootcamp IV akan memudahkan kita dalam menuliskan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pertambangan PTNNT. Sambil menyelam minum air, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sepertinya pepatah ini yang akan menjadi kenyataan bagi peserta yang bisa melihat dan merasakan langsung seperti apa PTNNT, selain melihat langsung bagaimana operasionalnya, keindahan alam sekitarnya, merasakan tinggal besama masyarakat setempat serta berinteraksi dengan masyarakat, peserta juga bisa mengetahui lebih dekat peran serta pertambangan bagi masyarakat dan daerahnya. Dari uraian ini, PTNNT menawarkan sebuah peluang menjadi salah satu daerah tujuan wisata baru di Indonesia. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun