Mohon tunggu...
James Martua Purba
James Martua Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Digital Cooperative and Financial Enthusiast

Antusias membantu koperasi melakukan inovasi, revitalisasi, modernisasi, digitalisasi. Indonesia dengan gotong royong, kebersamaan dan kekeluargaan semua akan baik-baik saja. *Love GOD, Indonesia and Family* purbajamesnow@gmail.com, https://wa.me/6281321018197

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Optimisme KOPMA/KOKESMA Digital , Digital Native dan ALUMNI

8 Maret 2024   10:18 Diperbarui: 10 April 2024   15:46 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koperasi Digital (Yoga Hastyadi Widiartanto/Kompas.com)

Jumlah Gen-Z di Indonesia saat ini mencapai 74,9 juta orang, atau setara 28 % dari populasi penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa (kompas.id). Mereka adalah OBJEK layanan produk digital (perbankan, e-commerce, dll). BUKAN SUBJEK.

Jika pendidikan koperasi di-remedial, maka 1-2 tahun ke depan jumlah KOPMA/KOKESMA (digital) akan tumbuh eksponesial pada 2.900 perguruan tinggi dan 7,6 juta mahasiswa (gen-Z). Bayangkan hebatnya kekuatan dan peluang koperasi digital pada Gen-Z dengan smartphone di tangan !

Generasi yang lahir tahun 2000-an sering disebut sebagai Gen- Z adalah generasi digital native, yaitu mereka yang lahir ketika internet sudah mewabah di mana mulai bangun bagi hingga menjelang tidur tak lepas dari smartphone.

Mereka adalah manusia yang sudah mengenal teknologi sejak dini dan terbiasa menggunakan teknologi informasi dan digital dalam akses informasi media sosial (YouTube, Instagram, TikTok dll) dalam kehidupan sehari-harinya. Baca buku juga dilakukan via smartphone, laptop atau tablet.

Digital native secara harfiah diterjemahkan sebagai "warga asli digital", atau "pribumi digital". Sering juga disebut sebagai Gen Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 saat ini berusia antara 10 hingga 24 tahun.

Sang digital native saat ini masih dalam usia sekolah atau kuliah (mahasiswa). Mereka fasih berselancar di internet menggunakan smartphone untuk memperoleh pengetahuan bahkan belajar keterampilan dan tentu juga untuk hiburan dan berdagang (transaksi).

Berdasarkan sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020, jumlah Gen-Z di Indonesia mencapai 74,9 juta orang, atau setara dengan 28 % dari populasi penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa (kompas.id)

Meski sebagian besar belum bankable (belum cukup umur atau belum memenuhi syarat sebagai nasabah Bank), tak lama lagi pribumi digital ini akan menjadi pengguna mobile banking maupun transaksi online (e-commerce).

Mereka akan menjadi nasabah atau pelanggan Bank, Perusahaan Non Bank, Fintech dan bisnis lain yang berbasis digital. Tentu saja sang digital native menjadi objek (pemakai/konsumen ), bukan subjek (pemilik) dari transaksi bisnis Bank atau Perusahaan tersebut.

Sumber : idxcoop.kemenkopukm.go.id
Sumber : idxcoop.kemenkopukm.go.id

KEPEMILIKAN  KOPERASI OLEH GEN-Z

Bagaimana kelak hubungan Bank dengan Koperasi? Hubungannya sih baik-baik saja. Berbahagialah perbankan dan bisnis lain yang berbasis transaksi digital atas kehadiran Gen-Z dan Generasi Milenial (usia 24-39), yang terjaring karena perbankan sukses melakukan transformasi digital melalui pengembangan super apps mobile banking dan nasabah tumbuh secara eksponensial.

Data dari Bank Indonesia hingga kuartal III/2023 merilis jumlah pengguna m-Banking terus bertambah signifikan. Dari 4 Bank terbesar di Indonesia terdapat 97,2 juta (hampir 100 juta Pengguna) m-Banking :

BCA (m-BCA) = 30,8 juta Pengguna

BRI (BRImo) = 29,8 juta Pengguna

Mandiri (Livin') = 21 juta Pengguna

BNI (BNI Mobile) = 15,62 juta Pengguna

Data dari Kemenkop UMKM tahun 2021 menyatakan jumlah Koperasi di Indonesia mencapai 126 ribu koperasi dengan 27 juta orang Anggota. 

Tidak tersedia data jumlah koperasi berbasis digital yang menggunakan super apps mobile koperasi (m-Koperasi), namun diperkirakan telah ada 1.000-an. Mungkin perlu pendataan lagi.

Kegelapan ini perlu disikapi bahwa tantangan agar koperasi melakukan perlu terus didorong, sehingga koperasi yang anggotanya adalah pemilik dapat tumbuh seiring sejalan dengan perbankan.

Kembali kepada sang digital native, yang berjumlah 74,9 juta orang tadi, berpeluang besar menjadi nasabah Bank, namun kurang mengenal koperasi sebagai badan hukum dengan ladang usaha yang hampir sama (jasa keuangan dan perdaganganan barang/non jasa keuangan).

Pada sisi lain tentu sang digital native kelak berpeluang besar menjadi subjek (pemilik) usaha bernama koperasi. Persoalan klasiknya koperasi masih dikuasai senior-senior Gen-x dan Baby Boomer (non digital native) yang mindset dan cara berkerjanya berbeda dengan Milenial dan Gen-Z (digital native).

Perlu dijelaskan kembali bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Pada koperasi, anggota adalah pemilik dan sekaligus sebagai konsumen. Koperasi sudah sering disebut sebut sejak SD, tapi pendidikan dan praktek perkoperasian mungkin belum terlaksana dengan baik sehingga yang berkuasa di koperasi adalah generasi X (usia 40-55) dan generasi yang lebih tua alias baby boomer.

KOPERASI TIDAK BERSAING DENGAN BANK

Mindset yang perlu dibangun adalah bahwa Koperasi dan Bank dapat berkolaborasi. Bukan jamannya lagi berkompetisi karena jumlah manusia yang menjadi target adalah sama.

Tentu digital mindset penting perlu ditanamkan kepada Gen-Z dalam konteks manfaat dan kepemilikan adalah bahwa di koperasi, Gen Z sebagai anggota adalah subjek (pemilik), sedang pada Bank dan Usaha lainnya Gen-Z tetap sebagai objek (konsumen/pengguna).

Karena yang dibahas tentang perilaku dan cara pandang digital (digital mindset) masyarakat, Gen-Z khususnya , maka ketika koperasi melakukan transformasi digital sangat besar peluang koperasi tumbuh eksponensial (jumlah anggota dan transaksi) layaknya perbankan yang sudah lebih dulu serba digital. Artinya Koperasi digital akan berjalan bergandeng tangan dengan perbankan.

"Racun" yang perlu ditelankan kepada Gen-Z sang digital native tadi adalah bahwa dengan koperasi mereka adalah pemilik yang sekaligus berpeluang untuk membesarkan koperasi sendiri demi menghasilkan manfaat finansial yang lebih besar daripada hanya sebagai Nasabah atau Konsumen. Belanjalah di warung sendiri daripada di warung orang lain.

SAATNYA KOPERASI (MAHASISWA) BANGKIT

Data dan informasi di atas menjadi tantangan dan peluang bagi perkoperasian, dalam hal ini koperasi di lingkungan sekolah dan kampus khususnya. 

Tentu saja pendidikan literasi keuangan, khususnya pendidikan perkoperasian dapat segera dieksekusi pada kelompok Gen-Z tadi, meskipun saat ini dominasi masih berada pada Milenial dan Gen-X.

Jadi menurut saya, langkah atau solusinya seperti ini :

  • Digital mindset dari sang digital native (khususnya mahasiswa) bahwa berkoperasi (sebagai pemilik) perlu terus dikampanyekan dan dipraktekkan sejak pertama terdaftar menjadi mahasiswa. Senior-senior koperasi perlu bantuannya.
  • Transformasi digital khususnya Koperasi Mahasiswa (Kopma) sudah saatnya dilakukan melalui penerapan m-Koperasi seperti Bank dengan m-Banking-nya. Tidak perlu disebut naik kelas karena sudah sekelas dalam teknologi digital.
  • Usaha koperasi (digital) bukan hanya Simpan Pinjam (jasa keuangan), namun lebih luas dari itu. Koperasi dapat menjalankan usaha perdagangan (komoditi) atau sektor riil. Sehingga pada usaha/bisnis koperasi terjadi flow money (alirang uang) dan flow off good (aliran barang).
  • Mindset kolaboratif bahwa Bank dan Koperasi hubungannya baik-baik saja. Digital native sebagai Anggota koperasi perlu menjadi Nasabah Bank, tetapi perlu fokus memajukan koperasi di mana Gen-Z adalah pemilik. Contoh realnya: belilah token listrik di mobile apps koperasi milik sendiri, jangan di tempat lain lagi..
  • Kepemilikan (ownership) koperasi. Simpanlah uang di koperasi milik bersama karena tidak ada biaya administrasi, bahkan memperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagai profit anggota sebagai pemilik koperasi.

Kesimpulannya bahwa, jika pendidikan koperasi di-remedial, maka dalam beberapa waktu ke depan jumlah KOPMA (digital) akan tumbuh eksponesial pada 2.900 perguruan tinggi dan 7,6 juta mahasiswa (gen-Z). Jumlah tersebut belum termasuk ALUMNI yang berpeluang besar menjadi Anggota Koperasi di kampus Almamaternya.

Coba periksa, apakah di kampusmu koperasi mahasiwa masih on atau off? Ditinggal begitu saja oleh kating (kaka tingkat) Pengurus yang sudah jadi Alumni atau belum ada koperasi mahasiwa?

Saatnya dirikan atau revitalisasi koperasi mahasiswa berbasis digital karena ada 7,6 juta mahasiswa bagian dari 74,9 juta Gen-Z yang akan antri menjadi anggota pemilik koperasi!

Bdg, 08.03.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun