Sumber foto : kompas.com
SEJAK KECIL di Siantar, saya sudah sering mendengar CU dari orang tua saya, belum tahu kalau CU itu adalah Credit Union atau Koperasi., tempat meminjam uang yang ada di Gereja Katolik. Karena orangtua saya petani berpenghasilan kecil, tetapi semangat merubah nasib dengan menyekolahkan anak-anaknya, maka ketergantungan terhadap CU berhasil menyekolahkan anak-anaknya. Setelah dewasa saya baru tahu kalau CU adalah lembaga koperasi gotong royong berazaskan kekeluargaan. Budaya arisan keluarga  untuk saling membantu  sangat kuat dan turut membantu . Di kampung saya juga ternyata banyak yang "menjalankan uang" alias rentenir. Pemilik modal (uang) dengan kekayaannya terus makin kaya. Kata rentenir rupanya makin tidak enak terdengar dan entah kenapa berubah jadi "par koperasi". Ternyata itu kata halus dari orang  yang "menjalankan uang" tadi.  Bah, ngeri-ngeri sedap !
Namun belakangan terdengar bahwa CU tadi makin besar dan tidak hanya melayani umat di gereja, namun semangat kekeluargaan dan gotong royongnya telah menyebar ke mana-mana, lintas agama, suku dan  dan profesi termasuk kalangan milenial. Bahkan, saya mendengar makin banyak CU terintegrasi secara teknologi, bahkan sebuah perusahaan penyedia aplikasi berhasil mengintegrasikan lebih dari 300 CU dengan jumlah anggota mencapai 1.000.000 orang !
SEMANGAT KEKELUARGAAN DAN GOTONG ROYONG
Berbahagialan Indonesia memiliki bapak Koperasi Bung Hatta, yang ajarannya tentang semangat gotong royong dan kekeluargaan dalam koperasi hingga kini masih dan makin relevan untuk ekonomi kerakyatan. Selain masih banyak yang bermasalah, maka tak kurang koperasi sukses berjalan dan mensejahterakan anggotanya, di antaranya CU (Credit Union) tadi yang telah hidup di bumi Indonesia sejak 1960-an. Â
Pegiat koperasi pasti sudah tahu bahwa pelopor CU di Indonesia  adalah seorang pastor bernama  Romo Carolus Albrecht, SJ, kelahiran Altusried, Augsburg, Jerman S, 19 April 1929 yang ditugaskan ke Indonesia pada Desember 1958 di Girisonta, Jawa Tengah. Dimulai dengan Seminar Social Economic Life in Asia (SELA) Romo Carolus Albrecht SJ, memprakarsai lingkaran studi (Study Circle) mengenai Credit Union dengan menghimpun beberapa orang relawan diantaranya Bapak Robby W Tulus, Michael Wuryadi (Alm), Ibu Daisy Tanireja, dll. Setelah meyakini bahwa CU dapat menjadi sarana pembangunan manusia, melalui pemberdayaan sosial ekonomi berbasis masyarakat, pada tahun 1970, didirikanlah Biro Konsultasi Koperasi Simpan Pinjam/Credit Union Counselling Office (CUCO). Lembaga yang berfungsi mempersiapkan Program Motivasi dan Pendidikan Pelatihan Credit Union bagi masyarakat, dikelola oleh para relawan, dipimpinan oleh Romo Carolus Albrecht sebagai Direktur Utama dan Pak Robby Tulus sebagai Managing Director. Dari Kursus/Pelatihan yang telah diselenggarakan, pada tahun 1971 lahirlah 3-5 CU di Jakarta dan Bandung, dan Periangan Timur Jawa Barat, hingga sekarang mencapai ribuan CU di Indonesia.
PENDIDIKAN PERKOPERASIAN
Apa yang menarik  dari perjalanan CU yang semakin menggurita mensejahterakan anggota tsb? Pendidikan dan Pelatihan ! Ya, semua Pengurus dan Anggota CU setelah mendaftar wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tujuannya agar memahami filosofi, maksud dan tujuan dari pendirian Koperasi. Koperasi ternyata bukan sekedar simpan-pinjam tetapi telah  berperan besar dalam memberdayakan ekonomi rakyat.
Prinsip  Koperasi dalam UU no 25 Tahun 1992 dari 7 prinsip tsb terdapat salah satu prinsip pendidikan perkoperasian. Jadi jika ada koperasi yang mengabaikan prinsip tersebut, pantas kita ragukan keberlanjutan usaha dari Koperasi tsb. Bayangkan jika menjadi anggota koperasi tidak tau apa, mengapa, bagaimana Koperasi dan  semata hanya meminjam dan mencari keuntungan, maka hal tsb tidak lebih dari memperkuat karakter individualisme dan kapitalisme.
Salah satu hal penting ketika Koperasi melakukan transformasi digital adalah kesiapan SDM (Pengurus dan Anggota)  memahami filosofi dan prinsp-prinsip pendirian  koperasi, dan hal tersebut perlu dilakukan secara internal melalui pendidikan perkoperasian. Ketua,Pengurus dan Pengawas khususnya perlu memiliki mindset digital. Jadi, jika ketika Anda mendaftar menjadi Anggota Koperasi dan tidak diwajibkan mengikuti  pendidikan perkoperasian, maka mintalah Pengurus agar mengadakan kegiatan tsb. Â
MAKIN MERDEKA DENGAN DIGITALISASI
Jadi bukan Kampus saja yang terkenal dengan jargon KAMPUS MERDEKA, ternyata relevansinya dengan koperasi juga sangat erat. Kampus Merdeka lahir di era di gital (era Menteri Milenial Nadiem Makarim) , maka Koperasi yang lahir di era kolonial, dapat  menjadi Koperasi Merdeka yang lahir kembali  di era digital. Meskipun teknologi digital hanyalah  sebuah alat yang mendorong peningkatan pelayanan, namun karena alat tersebut sudah tersedia, maka Koperasi penting  memakai dan menerapkannya
Sederhananya, koperasi merdeka adalah koperasi yang lepas dari belenggu stigma tradisional, kolot, jadul, banyak fraud,  tergantung pemerintah dan tidak mau berubah. Memasuki era koperasi digital, semuanya akan semakin transparan dan akuntabel. Koperasi tidak hanya bergerak dalam simpan pinjam, namun sebagai sebuah organisasi close loop, koperasi dapat bergerak dalam berbagai  jenis usaha dan industri seperti UMKM, pertanian, perikanan, peternakan, industri kreatif dsb.
NKRI bulan ini berusia 77 tahun, Koperasi sudah lebih dulu berulangtahun ke- 75 . Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77  dengan jargon "Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat " sangat relevan dengan semangat kemerdekaan dan kebangkitan pada insan Koperasi. Maka  dengan regulasi yang ada, termasuk kemudahan-kemudahan dari Omnibuslaw,  Koperasi penting  menyesuaikan dengan jaman, memerdekakan diri dan bangkit dengan tidak meninggalkan semangat gotong royong dan kekeluargaannya!
MERDEKA !
#ayoberkoperasi
#koperasitukeren
BdgAntapani 0408.1339
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H