Setelah mempelajari modul ini, posisi ideal yang saya pakai adalah sebagai manajer. Tetapi terkadang saya juga memposisikan diri sebagai teman dan pemantau sesuai dengan kondisi. Perasaan saya lebih tenang karena murid lebih mandiri dan bertanggungjawab untuk menyelesaikan persoalan, jika dibanding sebelum menerapkan posisi ini. Hubungan guru dan murid juga lebih akrab dan murid tidak tersakiti. Perbedaan yang saya rasakan yaitu sebelumnya, murid hanya berubah sementara waktu karena paksaan dari guru. Beberapa waktu kemudian mereka akan melakukan lagi kesalahan yang sama. Setelah memposisikan diri sebagai manajer, murid menjadi lebih sadar dan berubah karena sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya.
7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Saya tidak pernah melakukan praktek segitiga restitusi. Segitiga restitusi merupakan suatu konsep yang baru bagi saya. Saya hanya sebatas menanyakan alur permasalahan untuk mencari siapa yang salah, kemudian mengambil tindakan sebagai hukuman atas kesalahan yang diperbuat. Dengan memberikan hukuman atau kata-kata yang membuat rasa bersalah, bahkan mempermalukan murid di depan teman-temannya. Motivasi saya adalah untuk efek jera, teryata salah karena tidak sesuai dengan yang saya pelajari dalam  modul.
8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Untuk menciptakan budaya positif dibutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak. Tidak hanya seorang guru penggerak, tetapi semua warga sekolah mulai dari kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Kontribusi dan kerja sama semua pihak wajib dilakukan agar budaya positif ini bisa diwujudkan.
Peran orangtua juga sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kebajikan dari keluarga sehingga murid terus belajar untuk menerapkan budaya positif tidak hanya di sekolah, tetapi juga dari rumah. Perlu adanya kolaborasi antara pihak sekolah dan orangtua murid agar perkembangan murid di rumah juda dapat dipantau. Salah satu contoh yang saya lakukan yaitu melakukan kunjungan ke rumah anak-anak wali saya. Tujuannya agar hubungan guru dan orangtua lebih akrab dan dapat saling bertukar informasi. Orangtua juga dapat turut andil dalam mengawasi murid di rumah dan perkembangan murid di sekolah juga dipantau oleh orangtua lewat guru.
Rancangan tindakan aksi nyata
Judul modul         : Budaya Positif
Nama Peserta        : James Gerson Mansula,S.Pd.,Gr
Latar Belakang
Kita semua sepakat bahwa sekolah harus menjadi lingkungan belajar yang nyaman, aman dan menyenangkan. Tetapi dibutuhkan kerja sama dari semua pihak untuk dapat mewujudkankannya. Guru bertugas untuk menciptakan budaya positif di sekolah sehingga dapat tercipta lingkungan belajar seperti yang diimpikan. Namun, pemahaman warga sekolah tentang budaya positif masih belum merata sehingga perlu adanya upaya pengimbasan materi budaya positif. Untuk itu, saya akan melaksanakan aksi nyata  desiminasi budaya positif di SMAN Bolan.