Mohon tunggu...
James Gerson Mansula
James Gerson Mansula Mohon Tunggu... Guru - Guru Geografi

Saya hobi menggambar, menulis dan membuat video

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kesimpulan dan Refleksi Penerapan Budaya Positif di Sekolah (Koneksi Antar Materi Modul 1.4)

19 Agustus 2024   10:18 Diperbarui: 19 Agustus 2024   10:45 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru juga berperan untuk mewujudkan keyakinan sekolah atau kelas yang merupakan kesepakatan antara guru dan murid berupa pernyataan-pernyataan universal yang mudah diingat, dipahami dan harus diterapkan di lingkungan sekolah. Keyakinan sekolah atau kelas ini yang akan menjadi pedoman dalm berperilaku di sekolah atau kelas.

Konsep yang paling terakhir yaitu penerapan segitiga restitusi yang terdiri dari tahapan menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Tahapan-tahapan ini yang dipakai oleh guru yang berposisi kontrol sebagai manajer dalam menyelesaikan masalah murid yang terjadi di sekolah. 

Tujuannya adalah untuk mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk menyeselsaikan masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.

Keterkaitan antara konsep budaya positif dengan materi tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dilihat dari tujuan penerapan budaya positif yang berpihak pada murid dan bersifat menuntun anak sesuai dengan kodratnya. Budaya positif ini akan menciptakan karakter peserta didik yang berbudi pekerti baik sehingga sangat sesuai dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Budaya positif dapat terwujud jika seorang guru memiliki lima nilai guru penggerak diantaranya berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif. Dimana guru akan menjadi motor penggerak untuk mewujudkan visi guru penggerak yaitu membangun budaya positif di lingkungan sekolah sehingga tercipta lingkungan belajar yang aman, nyaman, menyenangkan dan berpihak pada murid.

Dokpri
Dokpri

1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Setelah mempelajari modul 1.4 tentang budaya positif, saya banyak mendapatkan pengetahuan yang membuka cakrawala berpikir sehingga merubah mindset saya yang keliru.

Penerapan disiplin positif selama ini, saya berpikir bahwa dengan membuat hukuman maka murid akan memiliki kedisiplinan seperti yang saya alami semasa sekolah dulu. Jika terlambat maka murid harus berlutut dari depan gerbang ke lapangan. Sedangkan jika terlambat masuk kelas maka harus berdiri dengan satu kaki depan kelas agar malu dan memberikan efek jera. Ternyata disiplin positif haruslah lahir dari motivasi diri sendiri atas keyakinan terhadap pentingnya nilai kedisplinan itu sendiri sehingga murid dapat menerapkannya tanpa takut akan hukuman atau iming-iming penghargaan. Tanpa ada pantauan dari guru, murid akan tetap melaksanakan nilai-nilai itu karena telah menjadi keyakinannya bahwa murid harus disiplin.

Untuk menumbuhkan disiplin positif sehingga menjadi budaya positif di sekolah maka perlu adanya keyakinan kelas. Keyakinan ini akan menjadi pedoman warga kelas atau sekolah untuk menerapkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan tentu saja lahir dari motivasi diri, bukan karena takut hukuman atau untuk mendapatkan penghargaan. Keyakinan kelas ini dapat menjadi tolak ukur untuk menyelesaikan masalah yang terjadi lewat segitiga restitusi.

Segitiga restitusi menjadi bagian yang menarik bagi saya karena selama ini saya banyak menempatkan diri dalam posisi sebagai penghukum atau pembuat rasa bersalah tanpa menerapkan restitusi sehingga murid cenderung kembali melakukan kesalahan dan tidak memperbaiki dirinya. Saya seperti terjebak dalam ilusi bahwa saya dapat mengontrol dan merubah karakter murid sesuai dengan keinginan saya sendiri. Saya tidak sadar ternyata yang saya lakukan, tidak dapat merubah karakter murid menjadi lebih baik. Setelah terjadi masalah, murid cenderung seperti baik di depan saja karena takut mendapatkan hukuman, bukan karena motivasi dari dalam diri untuk berubah menjadi lebih baik. Saya belajar bahwa dalam menyelesaikan suatu persoalan menyangkut siswa, kita harus memposisikan diri sebagai manajer yang dapat memperbaiki karakter siswa, membantunya menemukan solusi dan menumbuhkan motivasi pribadi agar siswa tersebut dapat memperbaiki diri sesuai nilai-nilai yang diyakininya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun