Dalam menjalankan program dan kegiatan pelayanan kesehatan kepada Rakyat Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sangatlah dipengaruhi atau membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak (pemangku kepentingan/ stakeholders).
Banyak sekali organisasi ataupun lembaga yang mempengaruhi pelayanan dan kebijakan Pemerintah dalam menjalankan program kerja di bidang kesehatan. Dari semuanya dapat disederhanakan (demi pemahaman perspektif yang lebih luas) menjadi 3 kekuatan, yaitu: PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Pemerintah Daerah (Kabupaten/ Kota) dan PDIB (Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu).
Kenapa bisa demikian? Bila membicarakan tentang PERSI ataupun Pemerintah Daerah, hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Akan tetapi, bukankah terlalu sederhana dan bahkan berlebihan apabila sebuah organisasi kemasyarakatan yang baru resmi berdiri dan berusia lebih dari 3 tahun yaitu PDIB dimasukkan sebagai salah satu dari 3 kekuatan di atas? Apakah tidak akan memunculkan perdebatan bahkan bisa saja cemooh sampai yang menjurus pada ujaran kebencian? Tapi, jangan dulu apriori, marilah perlahan-lahan membaca dan menyimak tulisan ini.
PERSI
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia adalah wadah resmi dari kurang lebih 2800 rumah sakit di seluruh wilayah di tanah air. Luar biasa! Ini adalah kekuatan dari hampir seluruh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) yang ada di Indonesia, kalau kita tidak mau katakan bahwa semuanya sudah dikuasai oleh organisasi ini. Mulai sedikit memahami bukan?
Dengan kekuatan yang demikian dashyat dimana baik rumah sakit milik Pemerintah maupun Swasta semuanya menjadi anggota dari PERSI. Bukankah apabila Kementerian Kesehatan tidak bisa "menguasai" organisasi ini, maka akan sangat sulit untuk menjalankan program kerja mereka apabila organisasi ini tidak mendukung apalagi menentang?
Oleh karena itu, sangatlah kasat mata terlihat bahwa pimpinan Pengurus PERSI hampir semuanya adalah "Orang Pemerintah". Ya, jelas sekali. Ketua Umum PERSI kalau bukan sebagai Pimpinan dari Direktorat Jenderal di Kemenkes (Dirjen, Sekjen, Direktur, dll. Terlebih khusus Ditjen BUK yang saat ini berubah nama menjadi Ditjen Yankes), maka adalah pensiunan setingkat itu ataupun pimpinan atau mantan pimpinan rumah sakit besar milik Pemerintah. Hal yang sama juga terjadi pada Pimpinan Pengurus di daerah-daerah (hampir semuanya adalah Pimpinan RS Vertikal  Kemenkes di daerah ataupun RS Provinsi).
Sampai di sini makin terlihat jelas bukan? Hal ini tidak ada yang salah. Justru dengan melihat hal ini, maka makin menguatkan kita bahwa PERSI adalah "jantungnya" Kemenkes di luar institusi resmi. Pemerintah Pusat jelas sekali sangat perlu melakukan langkah strategis ini dengan selalu harus menguasai organisasi ini. Karena dengan demikian akan melancarkan dan mengamankan semua rencana maupun implementasi program dan kebijakan Pemerintah Pusat. Ini adalah sesuatu yang realistis dan bagus, selama tidak terjebak menjadi sistem "kartel".
Pemerintah Daerah
Ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Pemerintah daerah adalah pemilik hampir semua (bahkan semuanya) dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan semua rumah sakit daerah di seluruh Indonesia. Puskesmas adalah wujud nyata dari pelayanan kesehatan dasar dan primer, dimana di seluruh Indonesia kurang lebih telah berdiri 10.000 Puskesmas.Â
Dengan kekuatan ini, maka jelas terlihat bahwa Pemerintah Daerah mengkoordinir fasilitas kesehatan (faskes) dengan jumlah terbesar di Indonesia. Tidak bisa dibayangkan lagi apabila faskes-faskes ini tidak bekerjasama dengan sepenuhnya atau tidak bisa menjalankan program-program Pemerintah Pusat di daerah?