Mohon tunggu...
Jamesallan Rarung
Jamesallan Rarung Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dokter Tak Melanggar Sumpahnya Jika Melakukan Kebiri Kimiawi

28 Mei 2016   20:33 Diperbarui: 30 Mei 2016   14:32 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika seorang dokter melakukan tindakan untuk menyuntikkan anti androgen pada pria adalah melanggar Sumpah Dokter, lalu bagaimana dengan dokter yang selalu menyuntikkan anti estrogen kepada wanita? Apakah juga melanggar Sumpah Dokter?

Ada yang mengatakan bahwa jika ada dokter yang melakukan suntikan anti androgen (kebiri kimiawi), dalam konteks melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) "kebiri" maka dokter tersebut telah melanggar sumpah jabatannya dan melakukan tindakan biadab. 

Benarkah? Terlalu naif menurut saya. Selama suatu peraturan itu sah dan mengikat di negara kita ini, maka semua warga negara termasuk dokter wajib untuk melaksanakannya. Jadi, jika ada perintah undang-undang bagi seorang dokter untuk melakukan tindakan melaksanakan tugas berdasarkan hukum, maka dokter harus mematuhinya. 

Tentunya dalam konteks pelaksanaan hukuman "kebiri kimiawi" ini, hal tersebut dilakukan terhadap terpidana yang sudah miliki putusan yang berkekuatan hukum tetap, atas kasus pelanggaran berat tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak-anak bahkan disertai dengan pembunuhan.

Jika ini dilaksanakan maka itu bukanlah pengingkaran terhadap kode etik dan sumpah dokter. Karena demi keadilan maka dokter haruslah melaksanakan perintah undang-undang yang berlaku tersebut. 

Berbeda halnya jika tindakan ini dilakukan oleh dokter terhadap orang bebas atau tak bersalah secara hukum, maka tentunya selain melanggar hukum dokter tersebut otomatis melanggar kode etik dan sumpahnya. 

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sangatlah jelas dalam pasal 50 bahwa seseorang tidaklah melanggar hukum jika melaksanakan perintah undang-undang, begitupun pada pasal 51 yang menyatakan hal yang sama dalam hal melaksanakan tugas jabatannya.

Adapun Sumpah Dokter adalah lafal yang didasari oleh Sumpah Hippokrates. Dalam kedokteran modern sumpah dokter ini sesuai dengan Deklarasi Geneva (1948) dan selanjutnya diratifikasi oleh Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara Departemen Kesehatan RI dan Panitia Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kala itu. Lafal sumpah ini diucapkan pertama kali oleh lulusan Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1959. Lafal sumpah ini, kemudian dikukuhkan dengan PP No.26 Tahun 1960.

Pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 14-16 Desember 1981 oleh Departemen Kesehatan RI telah disepakati beberapa perubahan dan penyempurnaan lafal sumpah dokter, sehubungan dengan berkembangnya bidang kesehatan masyarakat. Sehingga isinya sama seperti yang saat ini dilafalkan. 

Salah satu isi dari Sumpah Dokter adalah "Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat". Jadi sangat jelas bahwa seorang dokter telah bersumpah untuk menjalankan tugasnya demi kepentingan masyarakat. 

Adapun mengenai menjalankan perintah undang-undang terhadap para pelaku keji, yang telah melakukan pemerkosaan, kekerasan bahkan pembunuhan kepada anak di bawah umur, maka jika melaksanakan tindakan suntikan anti androgen sebagai "kebiri kimiawi" adalah jelas demi kepentingan melindungi masyarakat dari berulangnya tindakan keji tersebut. Di sini malah jelas-jelas dokter bukan hanya tidak melanggar sumpahnya, malah sebaliknya telah memenuhi salah satu butir dari lafal Sumpah Dokter.  

Kita semua tahu bahwa jika Presiden mengeluarkan Perppu, maka jelas hal ini adalah suatu situasi yang mendesak dan harus segera dibuat aturan untuk mengisi "kekosongan" aturan hukum yang berlaku saat ini. Hal yang sangat mendesak dari suatu tindak kriminal juga dapat dikategorikan bahwa tindak pidana tersebut telah menjadi "extraordinary crime". 

Tentu saja suatu "extraordinary crime" adalah hal yang wajar untuk diberikan sanksi yang berat. Akan menjadi hal yang aneh atau tidak wajar, jika suatu "extraordinary crime" hanya diberikan hukuman yang ringan, seperti misalnya ada kasus yang sudah melakukan perkosaan puluhan anak atau melakukan perkosaan berjamaah dan bahkan dengan kekerasan sampai membunuh dengan sadis, tetapi para pelakunya misalnya hanya diberikan hukuman 5 tahun atau 10  penjara saja dengan alasan itulah hukuman yang tertinggi menurut pasal yang berlaku saat ini. 

Jika demikian adalah sangat wajar dan perlu diapresiasi jika Presiden mengeluarkan Perppu untuk kasus seperti ini. Tindakan Presiden ini haruslah kita hormati dan dukung, bukannya malah membuatnya menjadi polemik dengan berbagai teori argumentasi, yang tidak menyelesaikan masalah malah menambah ruwet.

Dan masih banyak juga yang tidak memahami atau mengetahui bahwa hukuman "kebiri kimiawi" ini adalah hukuman tambahan, setelah para pelakunya mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap. 

Begitu pula "kebiri kimiawi" ini diberikan tentunya setelah ada diagnosis dari psikiater bahwa terpidana ini memiliki kecenderungan untuk melakukan perbuatannya berulang-ulang. Dan waktu tindakannya pun adalah paling kurang dua bulan sebelum sang pelaku dibebaskan dari penjara, hal ini untuk memastikan bahwa efek kerja obat sudah tercapai. 

Jadi bukanlah otomatis diberikan saat terpidana mulai masuk di penjara dan misalnya dia dihukum 20 tahun, maka selama 20 tahun dipenjara dia disuntik anti androgen, bukanlah demikian. 

Tindakan ini sebenarnya lebih ke arah pencegahan, di mana setelah dinilai profil perilaku terpidana oleh Psikiater, maka bagi yang berisiko tinggi mengulangi perbuatan yang terkutuk ini, maka beberapa waktu sebelum dia dikeluarkan dari penjara, yang bersangkutan diberikan suntikan anti androgen sebagai prosedur "kebiri kimiawi".

Demikianlah sedikit pendapat mengenai hubungan antara Sumpah Dokter dan tindakan dokter melaksanakan perintah undang-undang ini. Jika ada yang tidak sependapat, itu adalah hal yang biasa dalam dunia intelektual. Tetapi janganlah melupakan tentang betapa keji dan kejamnya tindakan sadis yang memperkosa, menyiksa dan membunuh anak di bawah umur. Mereka yang terbukti berbuat, haruslah dihukum seberat-beratnya.

James Allan Rarung

Dokter Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun