Kalau dipelajari lebih dalam dan seksama memang pelaksanaan uji kompetensi dalam UU Pendidikan Kedokteran belumlah diatur secara rinci. Oleh karena hal tersebut maka kemudian Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengeluarkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) No. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia dan Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang di dalamnya sudah menjelaskan dan mengatur tentang kompetensi yang harus dikuasai DLP. Diharapkan dengan adanya aturan yang jelas tersebut, maka akan mudah untuk melaksanakan uji kompetensi.
Hal lain yang dikuatirkan oleh para dokter umum adalah tentang masalah pendidikan lanjutan tersebut. Menurut mereka lama pendidikan sarjana kedokteran, ditambah program profesi dokter dan internsip totalnya rata-rata 7-8 tahun. Bagaimana lagi kalau ditambah sekolah 2 tahun, lalu kapan mereka akan praktek nantinya. Belum termasuk biaya hidup, transportasi dan keluarga mereka jika melanjutkan pendidikan DLP. Kenapa tidak dibiarkan saja seperti saat ini, dimana mereka sudah bekerja dengan baik dan jika ada kekurangan, toh mereka dapat menutupinya dengan pelatihan dan pendidikan dokter berkelanjutan. Mereka juga mengatakan bahwa pengetahuan dan pengalaman mereka mendiagnosis dan mengobati penyakit-penyakit di layanan primer sebenarnya bukanlah kurang, akan tetapi faktor sarana-prasarana serta sosio-demografilah yang sering menyulitkan, belum lagi ditambah dengan kekurangan tenaga kesehatan dan obat-obatan, hal itulah yang akhirnya menyebabkan masih kurangnya mutu pelayanan di beberapa daerah tertentu.
Adapun Gandes Retno Rahayu Dosen FK UGM yang berperan sebagai ahli dari Pemerintah mengatakan, “Sebenarnya sebagian besar (sumber penyakit) ada di komunitas, sehingga layanan di komunitas ini perlu dikuatkan. Jadi, penguatan layanan primer ini menjadi penting agar tingkat kesehatan masyarakat lebih baik, pelayanan kesehatan lebih terkendali, dan ada peningkatan kesetaraan pelayanan kesehatan,” katanya. (Hukumonline, Selasa 03/02/2015)
Akhirnya setelah melalui beberapa persidangan, maka pada Senin, tanggal 7 Desember 2015. Kesembilan Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Arief Hidayat, dengan anggota Anwar Usman, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Patrialis Akbar, Aswanto, Suhartojo dan I Dewa Gede Palguna memutuskan bahwa menolak permohonan pemohon (perwakilan PDUI) untuk seluruhnya.
Dengan demikian, babak baru antara yang menerima dan menolak adanya pendidikan (spesialis) DLP telah dimulai. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) selaku induk semangnya PDUI melalui keputusan Muktamar Medan November 2015 membawa amanat untuk menolak adanya pendidikan dan pembentukan kolegium DLP. Sedangkan Kementerian Kesehatan membawa hasil keputusan Mahkamah Konstitusi R.I.
Semoga apapun yang nantinya akan terjadi ke depan, kesemuanya itu semata-mata hanya untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia dan juga kepentingan seluruh dokter Indonesia yang juga menjadi bagian dari rakyat Indonesia itu sendiri. Indonesia adalah bangsa yang besar dan beradab, jiwa arif dan bijaksana adalah warisan luhur para nenek moyang kita. Semoga keputusan apapun ke depan selalu berlandaskan kebijaksanaan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Bravo!
James Allan Rarung
Insan Dokter Indonesia