Mohon tunggu...
James Aditya
James Aditya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar yang belajar untuk menulis

Seorang mahasiswa yang berusaha melihat dunia dari berbagai sisi dan menyampaikan opininya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Setan, Kesetiaannya pada Tuhan dan Bagaimana Kita Belajar Darinya

20 November 2020   09:20 Diperbarui: 20 November 2020   09:26 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/vectors/setan-merah-kartun-iblis-jahat-29973/

Membaca judul tulisan ini mungkin kebanyakan orang akan berpikir

“Lho setan kok setia pada Tuhan?”

Setan kan jahat, kerjanya menjerumuskan manusia, harusnya kita ga ngikutin setan dong”

Sebelum saya melanjutkan, ada beberapa poin yang perlu dipahami pembaca terlebih dahulu. Pertama, saya tahu bahwa dalam Kitab Suci (secara umum, karena saya tidak belajar semuanya juga) cerita tentang bagaimana serta mengapa setan menjadi oposisi Tuhan sudah dituliskan dengan jelas (misalnya setan yang merupakan malaikat yang dibuang Tuhan), sampai akhirnya dimana akan ada pembantaian akan setan. Sehingga bukannya saya ingin menentang Kitab Suci, tapi hanya ingin mencoba menjelaskan bagaimana sosok ini berpikir dan bertindak dari sudut pandang mereka. Kembali ke judul utama, saya ingin mengajak pembaca belajar dari setan

Kedua, perlu saya klarifikasi bahwa tulisan ini tidak akan membahas mengenai keburukan setan, tapi apa yang sebenarnya ia lakukan. Memahami apa yang ia lakukan akan membuat kita bisa mengambil intisari mengenai apa yang bisa kita teladani darinya.

Ketiga, pada bagian selanjutnya akan banyak ada kata “berdamai” yang dituliskan. Berdamai yang saya maksud disini diartikan sebagai “minta maaf karena salah dan berhenti” bukannya “bro mulai sekarang kita saling ngikutin ya” agar tidak salah paham. Ibaratnya seperti maling yang mengaku lalu mau menerima konsekuensi. Beda cerita tentunya dengan seorang maling yang merampok rumah, lalu pemiliknya berdamai dengan berkoalisi membuat perusahaan bareng si maling, atau mungkin malah jadi maling bareng. Artinya maling tidak perlu jadi setingkat dengan pemilik rumah demikian juga sebaliknya, cukup menyelesaikan konflik di awal saja.

Mendengar kata setan rasanya kadang membuat tubuh kita bergidik. Setan dalam pandangan kita seolah merupakan makhluk yang paling hina baik di dunia ini maupun di atas sana. Mereka dipandang seperti itu karena di-cap sebagai penyebab sejuta kekacauan yang ada di dunia ini. 

Saya pula tidak mau menyalahkan hal ini karena saya sendiri percaya bahwa memang mereka diberi mandat dari Tuhan untuk mengganggu dan tentunya bermusuhan dengan kita sebagai umat manusia juga.

Dalam berbagai agama, diceritakan bahwa ending dari para setan ini adalah kebinasaan mereka, dan siapa yang melakukan eksekusinya? Tuhan sendiri tentunya, padahal ia yang memberi mandat untuk mereka clash dengan manusia terlebih dahulu.

Apakah setan tidak mengetahui hal ini? Menurut saya mereka tentunya bisa membaca Kitab Suci juga dan cukup pandai untuk tahu bagaimana ending mereka didefinisikan oleh Yang Maha Kuasa. Mengetahui ini, terbesit suatu pertanyaan di pikiran saya

Kenapa setan tidak berusaha untuk berdamai dengan Tuhan?

Berdamai menurut saya adalah solusi yang sangat win-win tentunya. Bagi setan, mungkin hukuman mereka dapat diringankan (saya tidak mengklaim ini benar, tapi who knows pikiran Tuhan juga kan) mengingat mereka tidak menyesatkan manusia sampai akhir zaman. Lalu dari sudut pandang Tuhan, pasti lebih mudah menghimpun manusia agar mengikutiNya juga karena tidak ada lagi godaan dari setan. Toh setan juga sudah berada disampingnya sebagai teman, bukan oposisi lagi, tak ada untungnya setan menghimpun massa untuk melawanNya. Untuk manusia, well harusnya hidup manusia jadi lebih “bener” daripada hari ini sih, kan setan bukan lagi menjadi penyebab seseorang berbuat jahat, artinya faktor penyebab kejahatan diminimalisir dong.

Sekali lagi, kenapa setan tidak pernah diceritakan mencoba berdamai dengan Tuhan? 

Menurut saya karena suatu alasan yang simpel dan patut dicontoh yaitu karena setan merupakan sosok yang setia akan perintah. Kembali lagi, siapa yang memberikan mandat setan untuk menyesatkan manusia? Tuhan sendiri kan, bukan inisiatif setan sendiri. Saat Tuhan menyampaikan bahwa akhir dari setan adalah maut bagi mereka, apa tindakan mereka? Saat Tuhan mengusir dan menghardik mereka karena kecintaanNya pada manusia, apa tindakan mereka? Tetap melaksanakan tugas sesuai SOP. 

Sekarang kita berkaca pada diri kita sebagai manusia. Berapa banyak kasus seseorang yang diberi kepercayaan oleh Tuhan justru berakhir berbelok dari tugasnya? Bahkan saat mereka masuk bui, mereka menggunakan uang untuk “memperbaiki keadaannya”. Atau mungkin hal seperti mahasiswa yang tidak mau melaksanakan kesempatannya (dan tugasnya) untuk berkuliah dengan baik dan justru memilih untuk bermain game sampai melupakan apa yang seharusnya ia lakukan sebagai pelajar. 

Setan aja waktu dihukum tidak berusaha memperbaiki keadaannya dengan nyuap atau ngeles sama Tuhan loh!

Mungkin kita bisa menilik sosok yang selama ini kita pandang sebelah mata untuk belajar tentang kesetiaan akan tugas. Sekali lagi kita tidak perlu dan tidak boleh mengikuti kesesatan setan dan kecenderungannya untuk menyesatkan orang, tapi kita meneladani bagaimana ia totalitas terhadap peran yang didefinisikan padanya. Mungkin di akhir nanti, sesaat sebelum ia dimusnahkan, setan akan tersenyum sambil berkata puas 

“Akhirnya tugasku selesai” ~ ala-ala anime Jepang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun